Dari Acara Disksui Bedah Buku “Buruh Menuliskan Perlawanannya MENOLAK TUNDUK"
Dari Acara Disksui Bedah Buku“Buruh Menuliskan Perlawanannya MENOLAK TUNDUK” INFO GSBI- Pada Selasa 29 November 2016 bertempat di Gedung...
https://www.infogsbi.or.id/2016/12/dari-acara-disksui-bedah-buku-buruh.html?m=0
Dari Acara Disksui Bedah Buku“Buruh Menuliskan Perlawanannya MENOLAK TUNDUK”
INFO GSBI- Pada Selasa 29 November 2016 bertempat di Gedung MAP UGM Yogyakarta diselenggarakan Diskusi bedah buku “Buruh Menuliskan Perlawanannya MENOLAK TUNDUK”, dengan pembicara Muryanti (aktivis buruh dari SBGTS GSBI PT PDK dan salah satu penulis buku) Dina Septi (Lembaga Informasi Perburuhan Sedane) Sari Sita (Dosen FEB UGM Yogyakarta).
Diskusi bedah buku ini membahas tentang Kesejahteraan kaum buruh dari masa ke masa yang masih memprihatinkan, Kebijakan politik dan Ekonomi yang diterapkan oleh pemerintah masih banyak yang tidak memihak buruh. Keadaan itu lambat laun menumbuhkan kesadaran dari kaum buruh baik secara pribadi maupun secara kolektif untuk mulai mempertanyakan dan menentang ketidakadilan yang di alaminya, berbagai aksi dilakukan oleh kaum buruh untuk merebut kesejahteraannya, dan dalam dua dekade terakhir ini telah cukup banyak menyita perhatian publik hiruk pikuk dari gelombang gerakan buruh.
“Keragaman strategi perlawanan mulai tampak terutama di massa orde baru dan semakin merebak setelah jatuhnya Rezim Suharto serta diwujudkan dalam berbagai bentuk. Aksi-aksi dari kaum buruh bukan hanya merupakan upaya untuk membawa ketidakpuasan yang di alami buruh atas kondisi kerja sehari-hari ke ranah public, namun sebagai wahana untuk membangun kesadaran sesame buruh. Dari hanya sekedar ikut-ikutan menjadi pembangkit solidaritas “ Kesadaran Klas” buku menolak tunduk cerita perlawanan dari enam kota yang ditulis oleh 13 orang buruh berupaya menggambarkan keberagaman pengalaman dan realitas hidup yang di alami para buruh, mereka menceritkan kisah-kisah perlawanan mereka dalam menuntut perbaikan hidup hingga perombakan system relasi sosial”. Dina Septi dari LIPS menjelaskan.
Bagaimana asal mula perlawanan yang dilakukan oleh para buruh tersebut ? Bagaimana mereka melakukan perlawanan untuk menolak tunduk ? Bagaimana Transformasi kesadaran dan perjuangan yang mereka alami ? Apa saja hambatan dan rintangan yang dialami oleh kaum buruh dalam melakukan perlawanan ? dan apa pentingnya serikat buruh bagi mereka ? itulah pertanyaan-pertanyaan sebagai pembuka dalam memulai acara diskusi bedah buku ini.
Diskusi ini di hadiri ratusan mahasiswa dan masyarakat umum. Setelah penyampaikan pertanyaan-pertanyaan kunci tadi, Diskusi dilanjutkan dengan para pembicara memaparkan apa yang menjadi pertanyaan-pertanyaan kunci dalam diskusi bedah buku ini, lalu dilanjutkan dengan sesi tanya jawab.
Muryanti selaku aktivis buruh dan salah satu penulis Buku ini memaparkan pengalamannya bekerja di pabrik, keterlibatannya dalam organisasi serta berjuang bersama dalam kasus 1300 buruh PDK.
“Apa yang saya sampaikan tidak lepas dari kasus 1300 buruh PDK, yang intinya adalah pengalaman saya selama di organisasi, mulai dari tidak berorganisasi, sampai saya berani orasi dan sampai saya bisa menulis, dan lebih banyak bicara tentang kasus PDK karena ini semua sangat erat kaitannya dan pengalaman berarti bagi saya”. Jelas Muryanti.
Lebihlanjut Muryanti menyampaikan, Dalam sesi tanya jawab ada satu pertanyaan yang membuat saya semakin percaya diri berbicara di depan para peserta diskusi yang semuanya kaum itelektual dan berpendidikan, yaitu ada satu pertanyaan dari salah satu peserta begitu “Buruh itu maunya apa sih, sedikit-sedikit demo, nuntut kenaikan upah, buruh itu kan rata-rata pendidikannya maksimal SMK sederjat, masa mau minta upah yang tinggi ? “. Dari pertanyaan tersebut saya jadi berfikir ternyata tidak semua orang pinter dan berpendidikan tinggi setinggkat S1, S2 memahami, mengerti permasalahan yang di hadapi oleh buruh. Pertanyaan demi pertanyaan yang disampaikan kepada saya, saya bisa jawab dengan yakin dan tuntas”.
Diakhir acara diskusi disampaikan oleh ibu Sari Sita (Dosen FEB UGM Yogyakarta) “Kalian mahasiswa menurut saya harus lebih banyak belajar sama buruh, karena merekalah yang berpraktek langsung dilapangan dan bersentuhan langsung dengan produksi, yang mungkin mereka tidak tahu teori, berbeda dengan kalian mahasiswa yang hanya mempelajari teori, dan baiknya para mahasiswa ada kerjanyata bersama dengan kaum buruh”.
Satu pengalaman berharga buat saya pribadi, bisa berdiskusi bersama mahasiswa UGM sebagai Universitas yang besar dan bonavit, dan bisa membawa kasus PDK dalam diskusi ini sehingga bisa membuat mereka sedikitnya memahami permasalahan yang dihadapi oleh buruh. Saya menyampaikan apresiasi untuk kawan-kawan penulis Buku Menolak Tunduk, tulisan dan cerita pengalaman kalian hebat, terutama untuk kawan Kokom Komalawati dan Atik Sunaryati sahabat saya dan kawan seperjuangan di PDK, tulisan kalian mampu membuat hati seorang Akademisi dan ratusan mahasiswa tersentuh sehingga mereka tergerak hatinya untuk mendukung perjuangan kita, perjuangan 1300 buruh PDK, walaupun hanya selembar kertas yang bertuliskan dukungan itu sangat berarti buat kita. Berorganisasi itu tidak rugi, maka jangan takut untuk berorganisasi. Pungkas Muryanti. (myti-Red-rd2016)##.
INFO GSBI- Pada Selasa 29 November 2016 bertempat di Gedung MAP UGM Yogyakarta diselenggarakan Diskusi bedah buku “Buruh Menuliskan Perlawanannya MENOLAK TUNDUK”, dengan pembicara Muryanti (aktivis buruh dari SBGTS GSBI PT PDK dan salah satu penulis buku) Dina Septi (Lembaga Informasi Perburuhan Sedane) Sari Sita (Dosen FEB UGM Yogyakarta).
Diskusi bedah buku ini membahas tentang Kesejahteraan kaum buruh dari masa ke masa yang masih memprihatinkan, Kebijakan politik dan Ekonomi yang diterapkan oleh pemerintah masih banyak yang tidak memihak buruh. Keadaan itu lambat laun menumbuhkan kesadaran dari kaum buruh baik secara pribadi maupun secara kolektif untuk mulai mempertanyakan dan menentang ketidakadilan yang di alaminya, berbagai aksi dilakukan oleh kaum buruh untuk merebut kesejahteraannya, dan dalam dua dekade terakhir ini telah cukup banyak menyita perhatian publik hiruk pikuk dari gelombang gerakan buruh.
“Keragaman strategi perlawanan mulai tampak terutama di massa orde baru dan semakin merebak setelah jatuhnya Rezim Suharto serta diwujudkan dalam berbagai bentuk. Aksi-aksi dari kaum buruh bukan hanya merupakan upaya untuk membawa ketidakpuasan yang di alami buruh atas kondisi kerja sehari-hari ke ranah public, namun sebagai wahana untuk membangun kesadaran sesame buruh. Dari hanya sekedar ikut-ikutan menjadi pembangkit solidaritas “ Kesadaran Klas” buku menolak tunduk cerita perlawanan dari enam kota yang ditulis oleh 13 orang buruh berupaya menggambarkan keberagaman pengalaman dan realitas hidup yang di alami para buruh, mereka menceritkan kisah-kisah perlawanan mereka dalam menuntut perbaikan hidup hingga perombakan system relasi sosial”. Dina Septi dari LIPS menjelaskan.
Bagaimana asal mula perlawanan yang dilakukan oleh para buruh tersebut ? Bagaimana mereka melakukan perlawanan untuk menolak tunduk ? Bagaimana Transformasi kesadaran dan perjuangan yang mereka alami ? Apa saja hambatan dan rintangan yang dialami oleh kaum buruh dalam melakukan perlawanan ? dan apa pentingnya serikat buruh bagi mereka ? itulah pertanyaan-pertanyaan sebagai pembuka dalam memulai acara diskusi bedah buku ini.
Diskusi ini di hadiri ratusan mahasiswa dan masyarakat umum. Setelah penyampaikan pertanyaan-pertanyaan kunci tadi, Diskusi dilanjutkan dengan para pembicara memaparkan apa yang menjadi pertanyaan-pertanyaan kunci dalam diskusi bedah buku ini, lalu dilanjutkan dengan sesi tanya jawab.
Muryanti selaku aktivis buruh dan salah satu penulis Buku ini memaparkan pengalamannya bekerja di pabrik, keterlibatannya dalam organisasi serta berjuang bersama dalam kasus 1300 buruh PDK.
“Apa yang saya sampaikan tidak lepas dari kasus 1300 buruh PDK, yang intinya adalah pengalaman saya selama di organisasi, mulai dari tidak berorganisasi, sampai saya berani orasi dan sampai saya bisa menulis, dan lebih banyak bicara tentang kasus PDK karena ini semua sangat erat kaitannya dan pengalaman berarti bagi saya”. Jelas Muryanti.
Lebihlanjut Muryanti menyampaikan, Dalam sesi tanya jawab ada satu pertanyaan yang membuat saya semakin percaya diri berbicara di depan para peserta diskusi yang semuanya kaum itelektual dan berpendidikan, yaitu ada satu pertanyaan dari salah satu peserta begitu “Buruh itu maunya apa sih, sedikit-sedikit demo, nuntut kenaikan upah, buruh itu kan rata-rata pendidikannya maksimal SMK sederjat, masa mau minta upah yang tinggi ? “. Dari pertanyaan tersebut saya jadi berfikir ternyata tidak semua orang pinter dan berpendidikan tinggi setinggkat S1, S2 memahami, mengerti permasalahan yang di hadapi oleh buruh. Pertanyaan demi pertanyaan yang disampaikan kepada saya, saya bisa jawab dengan yakin dan tuntas”.
Diakhir acara diskusi disampaikan oleh ibu Sari Sita (Dosen FEB UGM Yogyakarta) “Kalian mahasiswa menurut saya harus lebih banyak belajar sama buruh, karena merekalah yang berpraktek langsung dilapangan dan bersentuhan langsung dengan produksi, yang mungkin mereka tidak tahu teori, berbeda dengan kalian mahasiswa yang hanya mempelajari teori, dan baiknya para mahasiswa ada kerjanyata bersama dengan kaum buruh”.
Satu pengalaman berharga buat saya pribadi, bisa berdiskusi bersama mahasiswa UGM sebagai Universitas yang besar dan bonavit, dan bisa membawa kasus PDK dalam diskusi ini sehingga bisa membuat mereka sedikitnya memahami permasalahan yang dihadapi oleh buruh. Saya menyampaikan apresiasi untuk kawan-kawan penulis Buku Menolak Tunduk, tulisan dan cerita pengalaman kalian hebat, terutama untuk kawan Kokom Komalawati dan Atik Sunaryati sahabat saya dan kawan seperjuangan di PDK, tulisan kalian mampu membuat hati seorang Akademisi dan ratusan mahasiswa tersentuh sehingga mereka tergerak hatinya untuk mendukung perjuangan kita, perjuangan 1300 buruh PDK, walaupun hanya selembar kertas yang bertuliskan dukungan itu sangat berarti buat kita. Berorganisasi itu tidak rugi, maka jangan takut untuk berorganisasi. Pungkas Muryanti. (myti-Red-rd2016)##.