Ini Release GSBI Tangerang Raya Tuntut Perwal Kota Tangerang No 2 tahun 2017 Segera di Cabut
Ini Release GSBI Tangerang Raya Tuntut Perwal Kota Tangerang No 2 tahun 2017 Segera di Cabut. INFO GSBI-Kota Tangerang. Gabungan Serikat...
https://www.infogsbi.or.id/2017/04/ini-release-gsbi-tangerang-raya-tuntut.html
Ini Release GSBI Tangerang Raya Tuntut Perwal Kota Tangerang No 2 tahun 2017 Segera di Cabut.
INFO GSBI-Kota Tangerang. Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) Tangerang Raya Menolak Kebijakan Fasis Peraturan Walikota Tangerang Nomor 2 tahun 2017 Tentang Penyelenggaraan Penyampaian Pendapat Di Muka Umum Di Kota Tangerang.
Sebagaimana release yang di terbaitkan GSBI Tangerang Raya dalam menyikapi dikeluarkannya Peraturan Wali Kota tangerang Nomor 2 tahun 2017 yang di sahkan pada 5 Januari 2017, GSBI Tangerang raya menyebutkan: Kebebasan untuk mengeluarkan pendapat adalah Hak Asasi setiap manusia. Atas hal ini, negara Indonesia telah mengaturnya didalam konstitusi UUD 1945 Pasal 28, Tap MPR RI No. XVII tahun 1998 serta Hak Asasi Manusia pasal 19 dan 20, juga dalam UU No. 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum. Meski demikian, UU No. 9 tahun 1998 juga memberikan beberapa batasan, seperti penyampaian pendapat dilarang dilakukan pada saat hari-hari besar keagamaan.
Di Tangerang, pada 5 Januari 2017, pemerintahan Kota Tangerang melalui Walikota Tangerang merilis Peraturan Walikota Nomor 2 tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Penyampaian Pendapat di Muka Umum di Tangerang. Dalam pasal 12 ayat (2) Peraturan Walikota ini menyatakan bahwa, “Penyampaian pendapat di muka umum dilarang dilakukan pada waktu: (a) Hari Sabtu dan Minggu, (b) Hari besar nasional dan hari besar lainnya yang ditentukan oleh pemerintah dan atau pemerintah daerah; dan (c) diluar ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (1).
Bentuk kegiatan yang dilarang dilakukan diatur dalam Pasal 6, meliputi; (a) unjuk rasa atau demonstrasi, (b) pawai, (c) rapat umum, (d) mimbar bebas, (e) kegiatan lain yang bertjuan menyampaikan pendapat dimuka umum, diantaranya (1) Penyampaian ekspresi secara lisan, aksi diam, aksi teatrikal, dan isyarat, (2) penyampaian pendapat dengan alat peraga, gambar, pamflet, poster, brosur, selebaran, petisi, spanduk
Peraturan Walikota No.2/2017, Untuk kepentingan Siapa?
Dalam rentang waktu satu tahun terakhir, buruh PT. Panarub Dwikarya yang di PHK sejak tahun 2012 yang lalu mempunyai kegiatan rutin mingguan, menggelar aksi di Bundaran Adipura Kota Tangerang. Kegiatan yang diselenggarakan adalah usaha untuk mengkampanyekan persoalan mereka yang belum terselesaikan meskipun sudah memasuki tahun kelima. Sebagaimana diketahui, buruh PDK yang tergabung dalam SBGTS-GSBI PT. PDK adalah bagian dari 1,300 orang buruh yang di PHK oleh perusahaan, dan hingga saat ini belum menerima hak-haknya.
Aksi dilakukan untuk mengkampanyekan secara luas, bahwa pemerintah Kota Tangerang harus bertanggung jawab untuk menyelesaikan kasus PHK yang dialami oleh buruh PDK. Selama kasus ini terjadi, tidak sekali buruh PDK mengadukan langsung kepada Walikota Tangerang Arief Wimansyah agar bisa diselesaikan, namun kenyataannya tidak membuahkan hasil.
Bagi kami, Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI), Peraturan Walikota tersebut adalah kebijakan yang fasis, anti demokratis dan syarat kepentingan untuk membungkam aspirasi-aspirasi sejati dari rakyat, termasuk kaum buruh didalamnya. Peraturan Walikota yang dikeluarkan dengan melarang aksi menyampaikan pendapat pada hari sabtu dan minggu terang melanggar prinsip-prinsip dalam kebebasan menyampaikan pendapat. Ini adalah kebijakan fasis dan anti demokratis yang mengancam hak asasi manusia.
“Setahun terakhir kami melakukan aksi, masyarakat Tangerang justru menyambut positif dan ingin tahu lebih banyak tentang persoalan yang kami hadapi. Karena setiap kali menggelar aksi, kami selalu menetapkan petugas untuk mendengar langsung respon dari masyarakat yang berada disekitar lokasi aksi. Jika ada masyarakat yang terganggu dengan aksi kami, mungkin itu adalah pemerintah Kota Tangerang dan pemilik Panarub Group yang seharusnya bertanggung jawab atas PHK kami”, Kokom Komalawati, Ketua SBGTS-GSBI PT. PDK.
Sebelum Peraturan Walikota ini dikeluarkan, pemerintah Kota Tangerang melalui Dinas Ketenagakerjaan sempat memanggil pimpinan SBGTS-GSBI PT. PDK. Dalam pertemuan yang dihadiri oleh Kepala Dinas dan juga Kasat Intelkam Polres Tangerang tersebut disampaikan agar sebaiknya buruh PDK menghentikan aksi piket mingguannya yang dilakukan dibundaran Adipura. Anjuran tersebut tanpa pernah memikirkan dampak PHK yang dihadapi buruh akibat belum dipenuhinya hak-hak buruh. Salah satu dampak yang dihadapi adalah enam orang anak tidak dapat melanjutkan pendidikannya serta dua orang buruh terusir dari kontrakan.
“Bahwa aksi-aksi yang kami lakukan adalah untuk memperjuangkan hak-hak buruh PDK agar segera dipenuhi seluruh tuntutannya. Jika pemerintah Kota Tangerang benar membela kepentingan buruh, maka seharusnya mereka dapat melakukan intervensi yang lebih keras kepada Panarub agar segera membayarkan hak yang seharusnya diterima oleh buruh. Bukan malah mengeluarkan peraturan anti demokrasi seperti ini”, lanjut Kokom.
Larangan menyampaikan pendapat dimuka umum pada hari Sabtu dan Minggu sesungguhnya bukan hanya ancaman terhadap SBGTS-GSBI PT. PDK. Peraturan Walikota ini adalah ancaman bagi seluruh rakyat di Kota Tangerang, ancaman terhadap proses demokrasi diwilayah ini. Kebijakan Walikota ini membuktikan bahwa pemerintah bersedia melakukan apapun untuk membungkam kebebasan berpendapat bagi rakyatnya. Kegagalan-kegagalan pemerintah Kota Tangerang dalam memberikan jaminan terhadap rakyat, salah satunya menyelesaikan kasus-kasus perburuhan, tidak dapat dibenarkan dengan mengeluarkan kebijakan yang demikian.
“Kami akan terus berlawan dan menuntut agar Peraturan Walikota ini dicabaut. Perjuangan kami bukan semata-mata untuk kepentingan buruh PDK. Lebih dari itu, kami menginginkan agar kebebasan demokrasi dan menyampaikan pendapat terus mendapatkan tempat di Tangerang. Jika kebijakan ini tidak dilawan, bukan tidak mungkin buruh akan dilarang juga melakukan aksi-aksi pemogokan dipabrik yang menjadi hak-nya”, tegas Kokom.
Tangerang, 05 April 2017
Hormat Kami
GSBI-Tangerang Raya
INFO GSBI-Kota Tangerang. Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) Tangerang Raya Menolak Kebijakan Fasis Peraturan Walikota Tangerang Nomor 2 tahun 2017 Tentang Penyelenggaraan Penyampaian Pendapat Di Muka Umum Di Kota Tangerang.
Sebagaimana release yang di terbaitkan GSBI Tangerang Raya dalam menyikapi dikeluarkannya Peraturan Wali Kota tangerang Nomor 2 tahun 2017 yang di sahkan pada 5 Januari 2017, GSBI Tangerang raya menyebutkan: Kebebasan untuk mengeluarkan pendapat adalah Hak Asasi setiap manusia. Atas hal ini, negara Indonesia telah mengaturnya didalam konstitusi UUD 1945 Pasal 28, Tap MPR RI No. XVII tahun 1998 serta Hak Asasi Manusia pasal 19 dan 20, juga dalam UU No. 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum. Meski demikian, UU No. 9 tahun 1998 juga memberikan beberapa batasan, seperti penyampaian pendapat dilarang dilakukan pada saat hari-hari besar keagamaan.
Di Tangerang, pada 5 Januari 2017, pemerintahan Kota Tangerang melalui Walikota Tangerang merilis Peraturan Walikota Nomor 2 tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Penyampaian Pendapat di Muka Umum di Tangerang. Dalam pasal 12 ayat (2) Peraturan Walikota ini menyatakan bahwa, “Penyampaian pendapat di muka umum dilarang dilakukan pada waktu: (a) Hari Sabtu dan Minggu, (b) Hari besar nasional dan hari besar lainnya yang ditentukan oleh pemerintah dan atau pemerintah daerah; dan (c) diluar ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (1).
Bentuk kegiatan yang dilarang dilakukan diatur dalam Pasal 6, meliputi; (a) unjuk rasa atau demonstrasi, (b) pawai, (c) rapat umum, (d) mimbar bebas, (e) kegiatan lain yang bertjuan menyampaikan pendapat dimuka umum, diantaranya (1) Penyampaian ekspresi secara lisan, aksi diam, aksi teatrikal, dan isyarat, (2) penyampaian pendapat dengan alat peraga, gambar, pamflet, poster, brosur, selebaran, petisi, spanduk
Peraturan Walikota No.2/2017, Untuk kepentingan Siapa?
Dalam rentang waktu satu tahun terakhir, buruh PT. Panarub Dwikarya yang di PHK sejak tahun 2012 yang lalu mempunyai kegiatan rutin mingguan, menggelar aksi di Bundaran Adipura Kota Tangerang. Kegiatan yang diselenggarakan adalah usaha untuk mengkampanyekan persoalan mereka yang belum terselesaikan meskipun sudah memasuki tahun kelima. Sebagaimana diketahui, buruh PDK yang tergabung dalam SBGTS-GSBI PT. PDK adalah bagian dari 1,300 orang buruh yang di PHK oleh perusahaan, dan hingga saat ini belum menerima hak-haknya.
Aksi dilakukan untuk mengkampanyekan secara luas, bahwa pemerintah Kota Tangerang harus bertanggung jawab untuk menyelesaikan kasus PHK yang dialami oleh buruh PDK. Selama kasus ini terjadi, tidak sekali buruh PDK mengadukan langsung kepada Walikota Tangerang Arief Wimansyah agar bisa diselesaikan, namun kenyataannya tidak membuahkan hasil.
Bagi kami, Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI), Peraturan Walikota tersebut adalah kebijakan yang fasis, anti demokratis dan syarat kepentingan untuk membungkam aspirasi-aspirasi sejati dari rakyat, termasuk kaum buruh didalamnya. Peraturan Walikota yang dikeluarkan dengan melarang aksi menyampaikan pendapat pada hari sabtu dan minggu terang melanggar prinsip-prinsip dalam kebebasan menyampaikan pendapat. Ini adalah kebijakan fasis dan anti demokratis yang mengancam hak asasi manusia.
“Setahun terakhir kami melakukan aksi, masyarakat Tangerang justru menyambut positif dan ingin tahu lebih banyak tentang persoalan yang kami hadapi. Karena setiap kali menggelar aksi, kami selalu menetapkan petugas untuk mendengar langsung respon dari masyarakat yang berada disekitar lokasi aksi. Jika ada masyarakat yang terganggu dengan aksi kami, mungkin itu adalah pemerintah Kota Tangerang dan pemilik Panarub Group yang seharusnya bertanggung jawab atas PHK kami”, Kokom Komalawati, Ketua SBGTS-GSBI PT. PDK.
Sebelum Peraturan Walikota ini dikeluarkan, pemerintah Kota Tangerang melalui Dinas Ketenagakerjaan sempat memanggil pimpinan SBGTS-GSBI PT. PDK. Dalam pertemuan yang dihadiri oleh Kepala Dinas dan juga Kasat Intelkam Polres Tangerang tersebut disampaikan agar sebaiknya buruh PDK menghentikan aksi piket mingguannya yang dilakukan dibundaran Adipura. Anjuran tersebut tanpa pernah memikirkan dampak PHK yang dihadapi buruh akibat belum dipenuhinya hak-hak buruh. Salah satu dampak yang dihadapi adalah enam orang anak tidak dapat melanjutkan pendidikannya serta dua orang buruh terusir dari kontrakan.
“Bahwa aksi-aksi yang kami lakukan adalah untuk memperjuangkan hak-hak buruh PDK agar segera dipenuhi seluruh tuntutannya. Jika pemerintah Kota Tangerang benar membela kepentingan buruh, maka seharusnya mereka dapat melakukan intervensi yang lebih keras kepada Panarub agar segera membayarkan hak yang seharusnya diterima oleh buruh. Bukan malah mengeluarkan peraturan anti demokrasi seperti ini”, lanjut Kokom.
Larangan menyampaikan pendapat dimuka umum pada hari Sabtu dan Minggu sesungguhnya bukan hanya ancaman terhadap SBGTS-GSBI PT. PDK. Peraturan Walikota ini adalah ancaman bagi seluruh rakyat di Kota Tangerang, ancaman terhadap proses demokrasi diwilayah ini. Kebijakan Walikota ini membuktikan bahwa pemerintah bersedia melakukan apapun untuk membungkam kebebasan berpendapat bagi rakyatnya. Kegagalan-kegagalan pemerintah Kota Tangerang dalam memberikan jaminan terhadap rakyat, salah satunya menyelesaikan kasus-kasus perburuhan, tidak dapat dibenarkan dengan mengeluarkan kebijakan yang demikian.
“Kami akan terus berlawan dan menuntut agar Peraturan Walikota ini dicabaut. Perjuangan kami bukan semata-mata untuk kepentingan buruh PDK. Lebih dari itu, kami menginginkan agar kebebasan demokrasi dan menyampaikan pendapat terus mendapatkan tempat di Tangerang. Jika kebijakan ini tidak dilawan, bukan tidak mungkin buruh akan dilarang juga melakukan aksi-aksi pemogokan dipabrik yang menjadi hak-nya”, tegas Kokom.
Tangerang, 05 April 2017
Hormat Kami
GSBI-Tangerang Raya