Menjelang May Day Basis GSBI Tangerang Raya Gelar Aksi di Kantor Walikota Tangerang
Menjelang May Day Basis GSBI Tangerang Raya Gelar Aksi di Kantor Walikota Tangerang INFO GSBI-Kota Tangerang. Gabungan Serikat Buruh I...
https://www.infogsbi.or.id/2017/04/menjelang-may-day-basis-gsbi-tangerang.html?m=0
Menjelang May Day Basis GSBI Tangerang Raya Gelar Aksi di Kantor Walikota Tangerang
INFO GSBI-Kota Tangerang. Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) Tangerang Raya dalam aksi yang diselenggarakan hari ini pada 25 April 2017 menegaskan, bahwa Peraturan Walikota Nomor 2 tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Penyampaian Pendapat di Muka Umum di Tangerang, telah mengancam kebebasan demokrasi bagi rakyat di Tangerang. Lahirnya aturan ini menunjukkan watak asli pemerintah di Tangerang yang anti kritik dan anti demokrasi karena telah membatasi kebebasan rakyat untuk menyampaikan aspirasinya.
Larangan menyampaikan pendapat dimuka umum pada hari Sabtu dan Minggu sesungguhnya bukan hanya ancaman terhadap klas buruh. Peraturan Walikota ini adalah ancaman bagi seluruh rakyat di Kota Tangerang, ancaman terhadap proses demokrasi diwilayah ini. Kebijakan Walikota ini membuktikan bahwa pemerintah bersedia melakukan apapun untuk membungkam kebebasan berpendapat bagi rakyatnya. Kegagalan-kegagalan pemerintah Kota Tangerang dalam memberikan jaminan terhadap rakyat, salah satunya menyelesaikan kasus-kasus perburuhan, tidak dapat dibenarkan dengan mengeluarkan kebijakan yang demikian.
“Kami akan terus berlawan dan menuntut agar Peraturan Walikota ini dicabut. Perjuangan kami bukan semata-mata untuk kepentingan buruh. Lebih dari itu, kami menginginkan agar kebebasan demokrasi dan menyampaikan pendapat terus mendapatkan tempat di Tangerang. Jika kebijakan ini tidak dilawan, bukan tidak mungkin buruh akan dilarang juga melakukan aksi-aksi pemogokan dipabrik yang menjadi hak-nya”, seru Kokom Komalawati, Sekretaris DPC GSBI Tangerang.
Keberadaan Perwal anti demokrasi tersebut telah terbukti memberikan dampak buruk bagi kebebasan menyampaikan pendapat di Tangerang. Pada 9 April 2017, Emelia Yanti, Sekjend DPP GSBI yang terlibat dalam aksi damai di Bundaran Tugu Adipura Tangerang mendapatkan tindakan kekerasan dari aparat kepolisian Kota Tangerang. Polisi berdalih, bahwa berdasarkan Perwal, aksi tersebut dilarang dilakukan dan mereka berhak untuk melakukan pembubaran.
Merespon tindakan kekerasan ini, Kokom menyampaikan, “Kami menolak segala bentuk tindakan kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian terhadap buruh dan rakyat yang sedang menyelenggarakan aksi damai. Tindakan kekerasan tersebut harus diusut tuntas serta mengenakan hukuman bagi pelaku sesuai dengan aturan. Walikota Tangerang seharusnya lebih fokus menyelesaikan persoalan-persoalan perburuhan di Tangerang, seperti penurunan UMSK di Sektor alas kaki yang merampas upah buruh ataupun sistem pemagangan yang saat ini mengancam kepastian kerja bagi buruh”.
Penurunan UMSK untuk sector alas kaki di Tangerang adalah masalah serius bagi buruh. Akibat dari penurunan ini, buruh yang bekerja disektor alas kaki terus mengalami kemerosotan pendapatan. Dalam tiga tahun terakhir, buruh alas kaki di Kota Tangerang harus kehilangan upah 1,6 s.d 2,7 juta dalam setahun akibat kebijakan penurunan upah sektoral ini. Akibatnya, buruh semakin sulit untuk bisa memenuhi kebutuhan hidup minimumnya.
Sementara disisi lain, jaminan kepastian kerja bagi buruh juga semakin hilang dengan adanya pemberlakuan sistem pemagangan di Tangerang. Melalui sistem pemagangan, perusahaan-perusahaan mendapatkan kemudahan untuk mendapatkan tenaga kerja (buruh) yang murah. Melalui sistem pemagangan, perusahaan hanya diwajibkan memberikan uang saku bagi buruh, bukan membayarkan upah sesuai dengan aturan yang berlaku. Proses magang bisa berlaku sampai tiga tahun, dan tidak ada kewajiban bagi perusahaan untuk mengangkat buruh magang menjadi pekerja tetap ketika pemagangan berakhir.
“Kami kecewa atas kinerja pemerintah Kota Tangerang yang membiarkan terjadinya penurunan UMSK disektor alas kaki. Hal ini membuktikan bahwa pemerintah tidak pernah membela kepentingan buruh, dan memaksa buruh terus kehilangan upahnya. Terlebih, pemerintah juga mulai memberlakukan sistem pemagangan, dimana sistem ini jauh lebih buruk dari sistem kontrak dan outsourcing yang telah berlaku sebelumnya. Dan organisasi kami, akan senantiasa berlawan dengan seluruh kebijakan yang tidak membela terhadap kepentingan kaum buruh.” tegas Kokom
Untuk itu dalam aksi Pra Meyday 2017 GSBI Tangerang Raya Menuntut Pemerintah Pusat Maupun Daerah untuk :
1. Mencabut PP 78/2015
2. Mencabut Perwal 02/2017
3. Mencabut Permenaker RI No 36/2016 tentang Pemagangan
4. Menolak Sistem Kerja Kontrak & Outsorcing Serta Pemagangan
5. Hentikan Segala Bentuk Tindakan Pemberangusan Serikat
6. Selesaikan Kasus Buruh PDK
7. Hentikan Tindakan Kekerasan Aparat Terhadap Buruh
8. Berikan Perlindungan Bagi Buruh di Kota Tangerang
Tunduk Ditindak, Diam Ditindas Atau Bangkit Melawan.
Lawan Segala Kebijakan Pemerintah Kota Tangerang Yang Anti Buruh, Serta Galang Persatuan Buruh, Pemuda Mahasiswa, Perempuan & Rakyat Tertindas Untuk Kesejahteraan Rakyat. (RED2017)#.
INFO GSBI-Kota Tangerang. Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) Tangerang Raya dalam aksi yang diselenggarakan hari ini pada 25 April 2017 menegaskan, bahwa Peraturan Walikota Nomor 2 tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Penyampaian Pendapat di Muka Umum di Tangerang, telah mengancam kebebasan demokrasi bagi rakyat di Tangerang. Lahirnya aturan ini menunjukkan watak asli pemerintah di Tangerang yang anti kritik dan anti demokrasi karena telah membatasi kebebasan rakyat untuk menyampaikan aspirasinya.
Larangan menyampaikan pendapat dimuka umum pada hari Sabtu dan Minggu sesungguhnya bukan hanya ancaman terhadap klas buruh. Peraturan Walikota ini adalah ancaman bagi seluruh rakyat di Kota Tangerang, ancaman terhadap proses demokrasi diwilayah ini. Kebijakan Walikota ini membuktikan bahwa pemerintah bersedia melakukan apapun untuk membungkam kebebasan berpendapat bagi rakyatnya. Kegagalan-kegagalan pemerintah Kota Tangerang dalam memberikan jaminan terhadap rakyat, salah satunya menyelesaikan kasus-kasus perburuhan, tidak dapat dibenarkan dengan mengeluarkan kebijakan yang demikian.
“Kami akan terus berlawan dan menuntut agar Peraturan Walikota ini dicabut. Perjuangan kami bukan semata-mata untuk kepentingan buruh. Lebih dari itu, kami menginginkan agar kebebasan demokrasi dan menyampaikan pendapat terus mendapatkan tempat di Tangerang. Jika kebijakan ini tidak dilawan, bukan tidak mungkin buruh akan dilarang juga melakukan aksi-aksi pemogokan dipabrik yang menjadi hak-nya”, seru Kokom Komalawati, Sekretaris DPC GSBI Tangerang.
Keberadaan Perwal anti demokrasi tersebut telah terbukti memberikan dampak buruk bagi kebebasan menyampaikan pendapat di Tangerang. Pada 9 April 2017, Emelia Yanti, Sekjend DPP GSBI yang terlibat dalam aksi damai di Bundaran Tugu Adipura Tangerang mendapatkan tindakan kekerasan dari aparat kepolisian Kota Tangerang. Polisi berdalih, bahwa berdasarkan Perwal, aksi tersebut dilarang dilakukan dan mereka berhak untuk melakukan pembubaran.
Merespon tindakan kekerasan ini, Kokom menyampaikan, “Kami menolak segala bentuk tindakan kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian terhadap buruh dan rakyat yang sedang menyelenggarakan aksi damai. Tindakan kekerasan tersebut harus diusut tuntas serta mengenakan hukuman bagi pelaku sesuai dengan aturan. Walikota Tangerang seharusnya lebih fokus menyelesaikan persoalan-persoalan perburuhan di Tangerang, seperti penurunan UMSK di Sektor alas kaki yang merampas upah buruh ataupun sistem pemagangan yang saat ini mengancam kepastian kerja bagi buruh”.
Penurunan UMSK untuk sector alas kaki di Tangerang adalah masalah serius bagi buruh. Akibat dari penurunan ini, buruh yang bekerja disektor alas kaki terus mengalami kemerosotan pendapatan. Dalam tiga tahun terakhir, buruh alas kaki di Kota Tangerang harus kehilangan upah 1,6 s.d 2,7 juta dalam setahun akibat kebijakan penurunan upah sektoral ini. Akibatnya, buruh semakin sulit untuk bisa memenuhi kebutuhan hidup minimumnya.
Sementara disisi lain, jaminan kepastian kerja bagi buruh juga semakin hilang dengan adanya pemberlakuan sistem pemagangan di Tangerang. Melalui sistem pemagangan, perusahaan-perusahaan mendapatkan kemudahan untuk mendapatkan tenaga kerja (buruh) yang murah. Melalui sistem pemagangan, perusahaan hanya diwajibkan memberikan uang saku bagi buruh, bukan membayarkan upah sesuai dengan aturan yang berlaku. Proses magang bisa berlaku sampai tiga tahun, dan tidak ada kewajiban bagi perusahaan untuk mengangkat buruh magang menjadi pekerja tetap ketika pemagangan berakhir.
“Kami kecewa atas kinerja pemerintah Kota Tangerang yang membiarkan terjadinya penurunan UMSK disektor alas kaki. Hal ini membuktikan bahwa pemerintah tidak pernah membela kepentingan buruh, dan memaksa buruh terus kehilangan upahnya. Terlebih, pemerintah juga mulai memberlakukan sistem pemagangan, dimana sistem ini jauh lebih buruk dari sistem kontrak dan outsourcing yang telah berlaku sebelumnya. Dan organisasi kami, akan senantiasa berlawan dengan seluruh kebijakan yang tidak membela terhadap kepentingan kaum buruh.” tegas Kokom
Untuk itu dalam aksi Pra Meyday 2017 GSBI Tangerang Raya Menuntut Pemerintah Pusat Maupun Daerah untuk :
1. Mencabut PP 78/2015
2. Mencabut Perwal 02/2017
3. Mencabut Permenaker RI No 36/2016 tentang Pemagangan
4. Menolak Sistem Kerja Kontrak & Outsorcing Serta Pemagangan
5. Hentikan Segala Bentuk Tindakan Pemberangusan Serikat
6. Selesaikan Kasus Buruh PDK
7. Hentikan Tindakan Kekerasan Aparat Terhadap Buruh
8. Berikan Perlindungan Bagi Buruh di Kota Tangerang
Tunduk Ditindak, Diam Ditindas Atau Bangkit Melawan.
Lawan Segala Kebijakan Pemerintah Kota Tangerang Yang Anti Buruh, Serta Galang Persatuan Buruh, Pemuda Mahasiswa, Perempuan & Rakyat Tertindas Untuk Kesejahteraan Rakyat. (RED2017)#.