JBMI : Selamatkan Suhartini, KJRI Harus Mendampingi Suhartini Mendapatkan Hak-haknya dan Pengobatan Sampai Tuntas
INFO GSBI- Jakarta. Buruh Migran Indonesia (BMI) yang jadi korban Agen dan abainya pemerintah RI kembali terjadi, kali ini menimpa BMI H...
https://www.infogsbi.or.id/2017/08/jbmi-selamatkan-suhartini-kjri-harus.html?m=0
INFO GSBI- Jakarta. Buruh Migran Indonesia (BMI) yang jadi korban Agen dan abainya pemerintah RI kembali terjadi, kali ini menimpa BMI Hong Kong asal Malang-Jawa Timur.
Hal ini sebagaimana di nyatakan oleh Sringatin Kordinator JBMI melalui releasenya yang redaksi terima.
JBMI sangat menyayangkan ada keputusan KJRI yang mengamini rencana pemulangan Suhartini, yang ternyata telah diatur oleh Agen. Dari kerabat Suhartini informasi yang kami himpun, diketahui bahwa rencananya agen akan memulangkan Suhartini tanggal 4 Agustus 2017. Tapi kemudian diundur. Menurut JBMI dengan kondisi BMI seperti itu harusnya sebagai perwakilan pemerintah KJRI mendampingi Suhartini mendapatkan hak-haknya untuk mendapatkan pengobatan sampai tuntas, bukannya memberi jalan instan dengan menyuruh Suhartini pulang. KJRI juga seharusnya melakukan investigasi lebih mendalam tentang kasus ini. Mempertanyakan kebenaran surat pernyataan dan kebenaran keinginan Suhartini untuk pulang.
Suhartini, BMI asal Malang ini telah bekerja selama 2 tahun pada keluarga majikannya di Kowloon. Bulan Juni ini ia re new kontrak dan berencana melakukan cuti pada 16 Juli 2017. Namun musibah kemudian datang.
Pada tanggal 5 Juni 2017 Suhartini terpeleset di kamar mandi ketika sedang membersihkan toilet. Suhartini kemudian dibawa ke RS Queen Elizabet untuk mendapatkan perawatan. Ia dirawat di G 8, No 5 Elizabeth Hospital.
Dari hasil pemeriksaan, ternyata Suhartini harus dioperasi. Sebab terjadi benturan di kepala, ada darah yang menggumpal di dalam otaknya dan harus dibersihkan. Dokter mengatakan, proses pembersihan gumpalan tersebut menyebabkan saraf (bicara) pada otak terpotong sedikit. Sehingga menyebabkan gangguan pada cara bicaranya. Setelah operasi, Suhartini koma selama 1 minggu.
Sekarang kondisi tubuh Suhartini berangsur membaik (tapi tidak dengan kepalanya). Dia sudah bisa duduk dan diajak bicara.
Tanggal 2 Agustus 2017, agen datang ke rumah sakit dan meminta Suhartini menandatangani sebuah surat yang ternyata adalah surat pernyataan ingin pulang.
Tanggal 3 Agustus, staf KJRI datang membezuk, yang kebetulan pada waktu itu majikan Suhartini juga datang ke RS. Majikan menyampaikan bahwa ia ingin memulangkan Suhartini. Ia menyampaikan akan memberikan kompensasi pengobatan sebesar 11 ribu H$. Sedangkan dokter mengatakan, Suhartini bisa dipulangkan dan melanjutkan perawatan di Rs Indonesia. Namun tempurung kepala Suhartini tidak bisa dipasang dalam waktu dekat karena sangat beresiko. Jadi tempurung kepala itu bisa dibawa pulang dan dipasang di Indonesia.
Pihak keluarga dari Suhartini keberatan, jika harus dipulangkan karna kondisi Suhartini yang masih lemah. Keluarga meminta, karna ini adalah kecelakaan kerja maka majikan harus bertanggung jawab sepenuhnya atas pengobatan Suhartini.
Yang sangat disayangkan adalah keputusan KJRI yang mengamini rencana pemulangan Suhartini, yang ternyata telah diatur oleh Agen. Dari kerabat Suhartini diketahui bahwa rencananya agen akan memulangkan Suhartini tanggal 4 Agustus 2017. Tapi kemudian diundur. Sebagai perwakilan pemerintah seharusnya KJRI mendampingi Suhartini mendapatkan hak-haknya untuk mendapatkan pengobatan sampai tuntas, bukannya memberi jalan instan dengan menyuruh Suhartini pulang. KJRI juga seharusnya melakukan investigasi lebih mendalam tentang kasus ini. Mempertanyakan kebenaran surat pernyataan dan kebenaran keinginan Suhartini untuk pulang. Ungkap Sringatin.
Lebih lanjut Sring mengatakan, Dalih pihak KJRI bahwa Suhartini lebih baik pulang sehingga bisa dirawat oleh keluarga bukanlah solusi. Karena sama saja KJRI melemparkan tanggung jawab pengobatan dan perawatan kepada keluarga di Indonesia yang seharusnya menjadi tanggung jawab majikan. KJRI harus memberikan jaminan kepada Suhartini untuk mendapatkan hak perawatan, hak pengobatan sampai ia sembuh. Tegas Sring. (rd-Red2017)#