Ketua Umum GSBI, Isi Diskusi Perppu Ormas di SBME GSBI PT KFN
INFO GSBI- Bekasi. Terbitnya Perppu Ormas No 2 tahun 2017 mendapat perhatian dari SBME GSBI PT KFN Kota Bekasi. Untuk memahami tentang i...
https://www.infogsbi.or.id/2017/08/ketua-umum-gsbi-isi-diskusi-perppu.html?m=0
Diskusi ini diselenggarakan di Sekreatriat Luar SBME GSBI PT KFN di daerah Cikiwul Armed Bantar Gebang Koat Bekasi. Dalam diskusi ini hadir para pimpinan dan Korlap dengan pemateri atau narasumber bung Rudi HB Daman, Ketua Umum GSBI.
Perppu Ormas ini merupakan salah satu bentuk atau tindakan otoriter dan fasis Pemerintahan rezim Jokowi-JK untuk terus melanggengka kekuasanya sebagai pelayanan setia terhadap Negara Inperialis dan Komprador. Karena Perppu ini memberikan ruang yang luas bagi kekuasaan (pejabat negara) untuk bertindak sewenang-wenang dalam menindak setiap elemen (organisasi) yang dianggap membahayakan kedudukan mereka. Secara fundamental menempatkan pejabat negara dalam posisi yang semakin kuat atas rakyat, menegaskan arogansi negara karena mengabaikan serta meniadakan proses hukum dalam pembekuan kegiatan Ormas karena dalam Perppu ini mengatur pembubaran ormas yang tidak lagi harus menunggu putusan dari pengadilan. Selain itu Perppu ini juga menambah ketentuan pidana dengan memberikan sanksi pidana bagi para pelanggarnya serta mempertahankan dan melanggengkan pasal-pasal karet.
Lahirnya Perppu No.2 tahun 2017 menambah daftar panjang langkah pemerintah untuk membatasi kebebasan berorganisasi dan menyampaikan pendapat yang menjadi hak dasar bagi rakyat Indonesia. Usaha pemberangusan kebebasan berorganisasi dan menyampaikan pendapat secara sistematis sejauh ini telah dilakukan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Pada tahun 2015, diterbitkan Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 228 tahun 2015 tentang Pengendalian Pelaksanaan Penyampaian Pendapat Dimuka Umum Diruang Terbuka. Melalui aturan ini, aksi demonstrasi di Jakarta hanya diperbolehkan ditiga tempat, yaitu; Parkir Timur Senayan, Alun-Alun Demokrasi DPR dan Silang Selatan Monas. Tahun 2017, Walikota Tangerang mengeluarkan Peraturan Walikota Nomor 2 tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Penyampaian Pendapat di Muka Umum di Tangerang, menyatakan bahwa, “Penyampaian pendapat di muka umum dilarang dilakukan pada waktu: (a) Hari Sabtu dan Minggu, (b) Hari besar nasional dan hari besar lainnya yang ditentukan oleh pemerintah dan atau pemerintah daerah; dan (c) diluar ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (1).
Bagi GSBI dan gerakan buruh, sudah tidak perlu ada keraguan untuk menyatakan bahwa rejim Jokowi-JK adalah pemerintahan yang fasis, anti rakyat dan anti demokrasi. Jauh sebelum Perppu No.2 tahun 2017 diterbitkan, pemerintah telah menetapkan 10 kawasan industri dan 38 perusahaan di Indonesia menjadi objek vital nasional Indonesia (OVNI). Penetapan ini dimaksudkan untuk membatasi bahkan menghilangkan aksi-aksi pemogokan klas buruh yang pernah masif terjadi ditahun 2012 dan 2013. Penetapan kawasan industri dan perusahaan menjadi OVNI sekaligus memberikan jalan pada militer (TNI) untuk dapat terlibat langsung dalam penyelesaian persoalan-persoalan perburuhan.
Diakhir 2015, ketika klas buruh melancarkan aksi penolakan terhadap PP No.78 tahun 2015 tentang Pengupahan, pemerintahan Jokowi-JK membalas aksi tersebut dengan mengkriminalisasi 26 orang aktifis yang terlibat dalam aksi. Pada peringatan Mayday 2016 di Jakarta, aparat kepolisian memblokade jalan menuju Istanan Negara dan memaksa aksi digelar ratusan meter dari pagar Istana. Setahun berikutnya, pada peringatan Mayday 2017, blokade polisi semakin menjauhkan massa aksi dari Istana, pagar kawat berduri, mobil water canon dan barracuda ditempatkan di Patung Kuda Indosat, lebih dari dua kilometer jaraknya menuju Istana Negara. Di Tangerang, Sekjen DPP GSBI harus menerima tindakan kekerasan dari aparat kepolisian Tangerang ketika mengikuti aksi buruh menentang pemberlakuan Peraturan Walikota Tangerang No.2 tahun 2017. Dan masih banyak berbagai tindakan yang sama terjadi diberbagai kota di Indonesia.
Berbagai kebijakan pemerintah yang terbit dalam waktu terakhir ini secara esensi mempunyai persamaan, yaitu melakukan pembatasan terhadap rakyat yang hendak menyampaikan aspirasi demokratisnya. Tempat penyelenggaraan aksi dibatasi, hari untuk menyelenggarakan aksi juga dibatasi, dan puncaknya melalui Perppu No. 2 tahun 2017, pemerintah dapat membubarkan organisasi-organisasi yang dianggap tidak sejalan dengan nilai-nilai Pancasila, UUD 1945 dan NKRI. Kebijakan-kebijakan tersebut sekaligus menjadi bukti nyata bahwa pemerintahan Jokowi-JK adalah rejim yang anti rakyat dan anti demokrasi.
Secara khusus, melalui Perppu No.2 tahun 2017, pemerintah mempunyai legitimasi untuk membubarkan organisasi-organisasi massa yang tidak berasaskan Pancasila ataupun organisasi yang tidak sejalan dengan Pancasila, UU D 1945 dan dianggap memberikan ancaman terhadap keutuhan NKRI. Didalam Perppu juga diatur (Pasal 59), bahwa ormas dilarang untuk melakukan tindakan permusuhan terhadap suku, agama, ras atau golongan. Dalam penjelasannya dinyatakan, bahwa yang dimaksud dengan tindakan permusuhan adalah ucapan, pernyataan, sikap atau aspirasi, baik secara lisan maupun tertulis, baik melalui media elektronik maupun tidak melalui media elektronik yang menimbulkan kebencian, baik terhadap kelompok tertentu maupun terhadap setiap orang termasuk ke penyelenggara negara. Pasal ini memberikan ancaman yang serius terhadap organisasi massa termasuk pimpinan organisasi ketika menyampaikan aspirasi dan tuntutan kepada pemerintah.
Tindasan yang akan hadir melalui Perppu ini tidak hanya terkait dengan pembubaran organisasi massa yang dianggap tidak sejalan dengan Pancasila dan memberikan ancaman terhadap NKRI. Perppu juga mencantumkan pasal pidana, yakni dapat menghukum anggota dan pengurus ormas yang dianggap sengaja melanggar dengan pidana paling singkat 6 bulan dan paling lama 1 tahun bagi pelanggaran Pasal 59 ayat 3 huruf c (tindakan kekerasan, menganggu ketertiban umum, merusak fasilitas) dan d (melakukan kegiatan yang bukan menjadi tugas dan wewenang penegak hukum), dan pidana penjara seumur hidup, pidana paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun bagi pelanggar poin pasal 59 ayat 3 huruf a (tindakan permusuhan terhadap suku, agama, dan ras, golongan) dan b (penyalahgunaan, penistaan, penodaan terhadap agama). Ancaman pidana ini akan menambah banyak jumlah aktifis massa yang dikriminalisasi.
Selain membahas tentang Perppu, Ketua Umum GSBI ini juga menanggapi issue yang berkembang saat ini yang sudah di tetapkan di empat Kota di Jawa Barat terkait keputusan Gubernur tentang UMP Sektoral Padat Karya di sektor industri Garmen.
“Penetapan Upah Padat Karya di sektor Industri Garmen, harus menjadi perhatian penting bagi kawan – kawan GSBI dari Sumatera sampai Papua. Ini masalah serius, ini adalah praktek nyata dari politik upah murah dan perampasan upah buruh dan ini merupakan penghinaan bagi buruh Garmen. Bukan tindak mungkin sekarang sukses di 4 kota kabupaten di Jawa Barat dan ini akan berkembang ke Provinsi dan sektor jenis industri lainnya. Jadi kebijakan ini harus di lawan dan di hadang sekeras mungkin. Kaum di sektor Garmen harus bangkit, bersatu dan berjuang. GSBI di semua tingkatan harus siap memimpin perjuangan buruh Garmen dan buruh sektor industri lainnya. Semuanya ini dilakukan Pemerintah hanya semata – mata untuk memudahkan investasi masuk ke negara kita dengan menekan upah serendah rendahnya”. Demikian jelas Rudi.
Di akhir sesi, Rudi juga mengajak peserta diskusi untuk terus melalukan perlawanan terhadap kebijakan rezim Jokowi-Jk yang otoriter, fasise, anti demokrasi, anti kritik dan anti rakyat termasuk Perppu Ormas, dengan terus mempropagandakan hasil diskusi sore ini kepada kawan kawan di setiap PTP/basis dari semua tingkatan, dengan jalan membuka diskusi internal maupun publik dari mulai membagikan seleberan, pasang poster, mengadakan panggung kesenian rakyat dan lain-lain.
Langkah itu, untuk mensukseskan agenda Kampanye Massa (KAMMAS) GSBI yang akan di laksanakan pada tanggal 16 Agustus 2017 nanti.(rd2017)#.