Pernyataan Sikap GSBI Dalam Aksi Nasional 20 November 2017

Pernyataan Sikap

Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI)

Aksi Nasional 20 November 2017

Cabut PP No.78 Tahun 2015 tentang Pengupahan dan Seluruh Kebijakan yang

Mendukung Skema Politik Upah Murah di Indonesia

Turunkan Harga Kebutuhan Pokok Rakyat serta Berikan Jaminan

Kebebasan Menyampaikan Pendapat, Berorganisasi dan Melakukan Pemogokan

Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) menegaskan pandangannya bahwa PP No.78 tahun 2015 tentang Pengupahan harus dicabut. PP No. 78 tahun 2015 adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari Paket Kebijakan Ekonomi Jokowi-JK, yang terbukti menghadirkan penderitaan bagi rakyat Indonesia. Melalui PP No.78 tahun 2015, pemerintah berhasil membatasi kenaikan upah buruh; 11,5 persen (2016), 8,25 persen (2017) dan hanya 8,71 persen untuk kenaikan upah tahun 2018. Apabila dihitung secara rata-rata selama tiga tahun terakhir, kenaikan upah di Jakarta hanya sebesar Rp. 316,011 (tiga ratus enam belas ribu sebelas rupiah) per bulan, setara dengan Rp. 12,640 (dua belas ribu enam ratus empat puluh rupiah) per hari kerja, atau hanya Rp. 1,580 (seribu lima ratus delapan puluh rupiah) per satu jam buruh bekerja. Jumlah sekecil ini tentu saja tidak akan pernah dapat memenuhi kebutuhan hidup bagi buruh yang bekerja di kota Jakarta.

PP No.78 tahun 2015 juga terbukti merampas hak politik bagi buruh untuk turut ambil bagian dalam penetapan kenaikan upah. Penetapan upah melalui PP No.78 tahun 2015 hanya membutuhkan angka inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS), tidak lagi mempertimbangkan usulan buruh melalui Dewan Pengupahan. Dengan kata lain, pemerintahan Jokowi-JK telah memaksa buruh untuk menerima berapapun angka kenaikan upah tanpa harus mempertimbangkan aspirasi dari buruh.

Perampasan terhadap upah buruh semakin masif terjadi pada era pemerintahan Jokowi-JK. Perampasan upah melalui penurunan Upah Minimum Sektoral Kota/Kabupaten dialami buruh alas kaki di Kota dan Kabupaten Tangerang. Tahun 2017, empat kota dan kabupaten di Jawa Barat memberlakukan upah minimum padat karya yang nilainya dibawah upah minimum untuk buruh disektor garmen/pakaian jadi. Sementara aturan tentang penangguhan upah minimum (Kepmen 231/2003) juga masih berlaku, menyediakan syarat bagi perampasan upah buruh. Skema perampasan lainnya dilakukan oleh pemerintah melalui kenaikan iuran jaminan sosial, hingga penerapan pajak penghasilan terhadap buruh. Berbagai bentuk perampasan upah ini mengakibatkan buruh semakin sulit untuk memenuhi kebutuhan hidup minimumnya.

Jaminan atas kepastian kerja menjadi persoalan berikutnya. Sistem kerja kontrak, outsourcing dan pemagangan menempatkan buruh dalam situasi kerja yang tidak pasti. Setiap saat bisa kehilangan pekerjaan (PHK), yang berarti juga kehilangan penghidupannya. Sistem kerja demikian menempatkan buruh berada dalam posisi tawar rendah untuk memperjuangkan upah yang lebih baik. Disisi lain, kebebasan buruh untuk berorganisasi, menyuarakan pendapat dan menyelenggarakan pemogokan semakin sulit didapatkan. Pemerintah belum lama telah mengesahkan UU Ormas, mengatur tentang pembubaran organisasi-organisasi yang dianggap tidak sejalan dengan kebijakan-kebijakan yang dijalankan pemerintah. Tempat-tempat dan waktu penyelenggaraan aksi atau menyampaikan pendapat dibatasi, menghilangkan kesempatan bagi rakyat menyampaikan aspirasi sejatinya.

Tindasan yang dilakukan oleh pemerintahan Jokowi-JK tidak hanya diarahkan terhadap buruh. Kaum tani di pedesaan saat ini juga menghadapi situasi sulit karena masifnya perampasan tanah, berakibat menghilangkan penghidupan kaum tani dan keluarganya. Reforma agraria palsu pemerintahan Jokowi-JK melalui sertifikasi lahan, tidak benar-benar sanggup membebaskan kaum tani dari masalah pokoknya, yaitu; monopoli tanah yang dilakukan oleh perusahaan perkebunan, pertambangan dan pertanian skala besar, serta penguasaan tanah oleh negara melalui berbagai lembaganya. Berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintahan Jokowi-JK tidak satupun memberika harapan penghidupan yang lebih baik bagi rakyat. BBM terus dikurangi subsidinya, begitupun subsidi listrik yang juga telah dicabut secara bertahap, sehingga harganya semakin mahal. Bahan-bahan kebutuhan pokok harganya juga terus bergerak naik dan tidak sanggup dikendalikan oleh pemerintah.

Dalam momentum Aksi Nasional 20 November 2017 yang digelar diberbagai kota di Indonesia, Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) menegaskan pandangannya menolak seluruh skema kebijakan politik upah murah pemerintahan Jokowi-JK dan menuntut:

1.     Cabut PP No. 78 tahun 2015 tentang Pengupahan

2.     Cabut Kepmen 231 tahun 2003 tentang Tata Cara Penangguhan Upah Minimum

3.     Cabut SK Gubernur Jawa Barat tentang Upah Minimum Padat Karya Jenis Industri Tertentu 

4.     Revisi Penetapan UMP DKI Jakarta sesuai dengan tuntutan buruh

5.     Stop PHK dan Pemberangusan Serikat

6.     Hapus Sistem Kerja Kontrak, Outsourcing dan Pemagangan

7.     Tolak Kenaikan Iuran BPJS, Berikan Jaminan Sosial yang sepenuhnya ditanggung negara

8.     Turunkan Harga-Harga Kebutuhan Pokok

9.     Tolak pencabutan subsidi publik bagi rakyat

10.  Tolak pemberlakuan pajak penghasilan bagi buruh

11.  Cabut UU Ormas, Pergub DKI Jakarta 232/2005 dan Peraturan Walikota Tangerang 2/2017

12.  Cabut penetapan kawasan industri dan perusahaan sebagai objek vital nasional Indonesia

13.  Jalankan reforma agraria sejati dan industrialisasi nasional

Demikian pernyataan sikap ini, GSBI juga menyerukan kepada seluruh buruh di Indonesia untuk memperkuat persatuan dengan rakyat diberbagai sector untuk melakukan perjuangan upah tahun 2018, serta melawan berbagai kebijakan pemerintahan Jokowi-JK yang anti demokrasi.

Jakarta, 20 November 2017

Dewan Pimpinan Pusat

Gabungan Serikat Buruh Indonesia

Rudi HB Daman                                Emelia Yanti MD Siahaan

Ketua Umum                                       Sekretaris Jendral