Pernyataan Sikap FPR dalam Peringatan Hari Perempuan Internasional 2018
INFO GSBI- Jakarta. Ini adalah Pernyataan Sikap FPR dalam Peringatan Hari Perempuan Internasional 2018. PERNYATAAN SIKAP FRONT PERJUANGAN...
https://www.infogsbi.or.id/2018/03/pernyataan-sikap-fpr-dalam-peringatan.html?m=0
INFO GSBI- Jakarta. Ini adalah Pernyataan Sikap FPR dalam Peringatan Hari Perempuan Internasional 2018.
PERNYATAAN SIKAP FRONT PERJUANGAN RAKYAT
HARI PEREMPUAN INTERNASIONAL 2018
PERKUAT PERSATUAN KAUM PEREMPUAN BERSAMA RAKYAT TERTINDAS UNTUK MEMAJUKAN PERJUANGAN MELAWAN DISKRIMINASI DAN TINDASAN REZIM FASIS JOKOWI
Kaum perempuan Indonesia memiliki sejarah panjang perjuangan melawan imperialisme dan feodalisme yang mempertahankan penghisapan, penindasan, keterbelakangan dan sistem patriarki. Saat ini, kaum perempuan sebagai bagian rakyat Indonesia harus memikul beban berkali-kali lipat dan tindasan akibat krisis kronis yang semakin parah. Krisis ini menjadikan semakin berkali lipat terampasnya hak hidup atau hak demokratisnya melalui aturan dan kebijakan yang semakin fasis.
Sejak berkuasanya Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) dan JK sesungguhnya tidak pernah berpihak pada kaum perempuan dan anak Indonesia. Seluruh kebijakan dan aturan yang dikeluarkan justru menjadikan kaum perempuan semakin terlempar ke dalam kemiskinan, keterbelakangan, dan tindasan. Paket Kebijakan Ekonomi Jokowi sejak tahun 2015 tidak sedikit pun menolong perempuan buruh dapat bebas dari sistem kerja kontrak pendek, bebas dari upah murah, dan paksaan kerja lembur tanpa di upah dengan kondisi tempat kerja yang buruk. Perempuan Indonesia yang sebagian besar tinggal di desa harus melipatgandakan tenaganya bekerja dan hidup tanpa tanah, mendapatkan upah murah sebagai buruh tani harian lepas, dan pendapatan yang jauh di bawah untuk mencukupi kebutuhan hidup minimum.
Merosotnya penghidupan perempuan di perdesaan akibat perampasan tanah menjadikan semakin luasnya kemelaratan dan mengakibatkan massifnya perdagangan manusia. Mereka terpaksa bekerja ke luar negeri atau ke daerah lain akibat krisis yang memburuk. Mereka menjadi korban penipuan sistematis perdagangan manusia yang menjadikan buruh migran mengalami penyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi sehingga mereka banyak yang meninggal. Adelina Lisao, seorang perempuan dan buruh migran Indonesia, adalah contoh terakhir yang menjadi korban perdagangan manusia dan sikap pasif pemerintah atas praktek tersebut.
Sementara itu, kaum perempuan harus menanggung beban berat dengan melambungnya kenaikan harga kebutuhan hidup terus menerus dan memangkas nilai upah dan pendapatan keluarga. Intensifnya penggusuran terhadap rakyat bagi mega proyek infrastruktur dan pembangunan pusat bisnis dan keuangan, property elit, dan pusat perbelanjaan milik korporasi besar (kapitalis monopoli asing bersama kaki tangannya) menjadikan beban hidup perempuan dan anak semakin bertambah.
Krisis kronis yang semakin memburuk menjadikan negara semakin mengeluarkan kebijakan yang semakin membatasi hak demokratis rakyat untuk berpendapat, berorganisasi, dan berekspresi. Banyak aturan dan perundangan yang membuat negara mudah mengkriminalisasikan, mempidanakan, dan menstigmatisasi rakyat, diantaranya adalah Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), UU Ormas, dan banyak aturan pembatasan lainnya. Pemerintah bersembunyi di balik kata-kata melindungi rakyat dan kaum perempuan, menjamin keberlangsungan moral bangsa, ketertiban umum, untuk menutupi hakekat sesungguhnya yang justru meneror rakyat.
Ketertindasan perempuan Indonesia menjadi bagian perempuan tertindas di berbagai negeri lainnya yang juga melawan perang agresi yang dikobarkan imperialis Amerika. Kaum perempuan di Timur Tengah menghadapi penderitaan akibat perang agresi, diantaranya di Suriah, Irak, Kurdi, Yaman. Di Pelestina, kehidupan kaum perempuan dan anak dihancurkan oleh pendudukan Zionis Israel yang didukung Amerika Serikat. Kaum perempuan Pelestina, seperti yang ditunjukkan oleh Ahed Tamimi dan kawan-kawan, memberikan contoh perlawanan sejati bagi pembebasan bangsanya. Demikian juga kaum perempuan Kurdi di Afrin yang saat ini gagah berani menghadapi perang yang dilancarkan rezim fasis Erdogan yang merupakan boneka Amerika Serikat.
Dengan keadaan demikian, kami dari Front Perjuangan Rakyat dalam memperingati momentum Hari Perempuan Internasional tahun 2018 menyatakan sikap dan tuntutan:
1. Menolak rencana pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKHUP) tahun 2018 dan cabut seluruh aturan perundangan fasis yang menindas kaum perempuan dan seluruh rakyat melalui perampasan hak demokratis rakyat, kriminalisasi, pemidanaan, dan stigmatisasi.
2. Mengecam keras sikap pasif pemerintah Indonesia terhadap praktek perdagangan manusia yang menjadikan kaum perempuan sebagai korban terbesar dan mengecam seluruh keputusan pengadilan yang telah membebaskan pelaku perdagangan manusia. Berikan keadilan bagi Adelina Lisao, Yufrinda dan seluruh korban perdagangan manusia dengan perlindungan sejati bagi buruh migran Indonesia, berikan hukuman berat bagi pelaku, dan berikan ganti rugi yang adil bagi keluarga korban.
3. Naikkan upah dan cabut PP No 78 tahun 2015 tentang Pengupahan, serta hapuskan diskriminasi upah bagi perempuan buruh pabrik dan buruh tani di perkebunan!
4. Turunkan harga kebutuhan pokok dan turunkan pajak bagi rakyat, serta menolak seluruh rencana kenaikan tarif dasar listrik (TDL) dan BBM.
5. Hentikan seluruh penggusuran bagi rencana mega proyek infrastruktur pemerintah pusat yang hakekatnya merampas hak hidup rakyat dan demi keuntungan besar semata bagi korporasi dan investor besar.
Secara khusus di Jakarta;
a. Hentikan penggusuran di Kapuk Poglar Jakarta Barat!
b. Hentikan seluruh proses reklamasi di Teluk Jakarta dan berikan ganti rugi atas hak rakyat yang terampas oleh reklamasi.
6. Menolak reforma agraria palsu pemerintahan Jokowi yang hakekatnya adalah mempercepat perampasan tanah rakyat. Jalankan reforma agraria sejati sebagai syarat terbangunnya industri nasional yang mandiri!
7. Melawan perang agresi pimpinan imperialis Amerika Serikat yang telah menindas dan membuat penderitaan panjang bagi perempuan dan rakyat tertindas seluruh dunia.
Front Perjuangan Rakyat menyerukan:
1. Rakyat bersatu melawan seluruh kebijakan dan aturan negara yang merampas hak demokratis rakyat, dan khususnya yang merendahkan, tidak melindungi, diskriminatif, dan menindas kaum perempuan dan anak.
2. Kaum perempuan dan rakyat bersatu dengan mengorganisasikan dirinya ke dalam organisasi demokratis nasional untuk memperbesar dan meluaskan perjuangan bagi hak demokratis rakyat.
3. Kaum perempuan dan rakyat tertindas Indonesia bersatu dengan seluruh rakyat tertindas dunia melawan perang agresi imperialis Amerika Serikat
Jakarta, 8 Maret 2018
Hormat Kami,
Front Perjuangan Rakyat (FPR)
Rudi HB Daman
(Kordiantor FPR)
-Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI), Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA), Serikat Perempuan Indonesia (SERUNI), Keluarga Besar Buruh Migran Indonesia (KABAR BUMI), Front Mahasiswa Nasional (FMN), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI)-Jaksel, Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND), Pemuda Baru Indonesia (PEMBARU), Institute for National and Democracy Studies (INDIES), Jaringan Aksi Perubahan Indonesia (JAPI)-