May Day 2018 dan Situasi Konkret Kaum Buruh Indonesia
May Day 2018 dan Situasi Konkret Kaum Buruh Indonesia Apa yang Harus Gerakan Buruh Lakukan ? Hari Buruh se-Dunia 1 Mei (MayDay) adal...
https://www.infogsbi.or.id/2018/04/may-day-2018-dan-situasi-konkrit-kaum.html
Apa yang Harus Gerakan Buruh Lakukan ?
Hari Buruh se-Dunia 1 Mei (MayDay) adalah satu peristiwa bersejarah dalam tradisi berjuang yang sengit terhadap klas penghisap dan penindas. Perjuangan tanpa kenal menyerah yang dilakukan jutaan klas buruh saat itu telah memberikan inspirasi yang tiada terkira. Keteguhan sikap, pengorbanan serta disiplin membaja dalam perjuangan yang bergelora membuahkan hasil yang gilang gemilang hingga saat ini dapat dinikmati oleh rakyat di seluruh penjuru dunia. Salah satu kemenangan besar yang diraih adalah penetapan jam kerja bagi buruh, 8 jam sehari. Mengakhiri segala bentuk kerja paksa dan perbudakan yang terselebung dalam kedok hubungan industrial. Sehingga buruh tidak lagi harus bekerja dengan jam kerja yang panjang 12-16 jam bahkan bisa mencapai 18 jam sehari, namun cukup bekerja 8 jam sehari dan mempunyai banyak waktu yang lebih bagi keluarga serta mengembangkan kebudayaannya.
Satu Mei (MayDay), setiap tahunnya selalu di peringati oleh klas buruh dan klas pekerja lainnya di seluruh dunia secara gegap-gempita melalui berbagai aksi protes dalam bentuk demonstrasi, seminar, rapat-rapat akbar, diskusi terbuka serta dalam berbagai ragam aktivitas lainnya yang serupa. Tujuan umum dari keseluruhan kegiatan politik ini dimanapun di berbagai belahan dunia adalah sama, yaitu ingin memperjuangkan hak-hak dasar ekonomi, sosial maupun politik yang selama ini dirampas dan dicampakkan oleh klas penindas dan banyak rezim anti rakyat diberbagai negeri, terutama di negeri-negeri jajahan, setengah jajahan dan bergantung seperti Indonesia.
Dalam situasi sekarang May Day tidak hanya mencerminkan perjuangan dari kelas buruh semata, tetapi lebih dari itu adalah perjuangan yang seharusnya dilakukan oleh seluruh rakyat tertindas dan terhisap di Indonesia, dengan aliansi dasar klas buruh dan kaum tani. Kita melihat penindasan yang begitu hebat dialami oleh rakyat saat ini adalah akibat dari dominasi kekuatan Imperialisme baik secara ekonomi, politik, militer dan kebudayaan. Imperialisme Amerika Serikat terus menunjukan kondisi yang semakin sekarat dan merosot. Hal tersebut tidak lain akibat terpaan badai krisis over produksi dan kapitalnya yang tiada henti. Bagi imperialis, tidak ada cara lain untuk dapat memperpanjang hidupnya selain melipatgandakan penindasan dan penghisapan terhadap rakyat di seluruh negeri.
Di tengah semakin kuatnya cengkraman imperialis AS di Indonesia, rezim Jokowi juga terus mengintensifkan perampasan tanah secara lebih sistematis melalui program Reforma Agraria Palsu-nya. Program bagi-bagi sertifikat dan perhutanan sosial merupakan skema yang sesungguhnya akan melegitimasi perampasan dan monopoli tanah yang semakin luas. Program tersebut sama sekali tidak mengubah penguasaan tanah yang timpang saat ini. Justru sebaliknya, akan semakin banyak kaum tani yang terampas tanahnya dan melahirkan buruh tani ataupun pengangguran di perdesaan.
Kondisi tersebutlah yang semakin memperburuk krisis di dalam negeri Indonesia. Di bawah kekuasaan rezim boneka Jokowi-JK, pemerintah terus melahirkan berbagai kebijakan yang memberi “karpet merah” bagi kepentingan bisnis kapitalis monopoli internasional. Paket Kebijakan Ekonomi terus digulirkan hingga 16 jilid yang menjadi payung seluruh skema neoliberal di Indonesia. Melalui itu pula skema dan tindasan yang semakin kejam bagi klas buruh di Indonesia terus lahir.
Dalam Paket Kebijakan Ekonomi jilid 4 nya, secara langsung yang telah melahirkan PP No. 78/2015 tentang Pengupahan. Aturan baru yang ditujukan untuk memastikan politik upah murah dapat berjalan semakin baik. Hasilnya jelas, sejak diterapkan hingga saat ini, upah buruh pada setiap tahunnya hanya naik rata-rata 8%, berbanding terbalik dengan terus meningkatnya harga kebutuhan pokok rakyat. Kondisi tersebut semakin memperdalam jurang defisit upah klas buruh.
Sementara itu, untuk terus memastikan super profit yang didapatkan oleh imperialis dan borjuasi besar, skema Labour Market Flexibility berupa kontrak jangka pendek, outsourcing dan pemagangan terus dijalankan oleh pemerintahan Jokowi-JK. Melalui skema tersebut, klas buruh semakin kehilangan hak kepastian kerja dan kesejahteraanya. Skema Pemagangan Nasional misalkan, program tersebut dijalankan untuk mengurangi pengeluaran perusahaan dalam aspek upah buruh. Pasalnya melalui program yang didukung oleh ribuan perusahaan tersebut, menggunakan sistem magang yang hanya memberikan upah/uang saku 60-70 % dari upah minimum, dengan beban pekerjaan yang sama.
Jika flexibilitas pasar tenaga kerja ini terus diterapkan, buruh yang bekerja diperusahaan semakin tidak memiliki daya tawar untuk berjuang menuntut kenaikan upah. Apabila tetap berkeras mengajukan tuntutan, maka pengusaha akan melakukan PHK, dan menggantikannya dengan buruh baru.
Dalam perkembangan saat ini, revisi UU Ketenagakerjaan No.13/2003 terus dipaksakan pembahasannya. Tentang pesangon adalah salah satu pasal yang coba dihilangkan, karena dianggap oleh pengusaha sebagai penghalang bagi pelaksanaan flexibilitas pasar tenaga kerja, serta skema kebijakan upah murah. Skema flexibiltas pasar tenaga kerja juga terlihat dalam deklarasi pemagangan nasional oleh Jokowi pada 2016, pemerintah menargetkan jumlah buruh magang ditahun 2017 sebanyak 163,000 orang, angka ini tidak jauh dengan jumlah buruh magang sepanjang tahun 2009 s.d 2016 yaitu 169,317 orang. Program pemagangan ini didukung oleh 2,648 perusahaan, dengan 1,776 diantaranya adalah perusahaan manufaktur di Indonesia.
Klas buruh di Indonesia juga masih mengalami persoalan terkait dengan jaminan kebebasan berserikat. Faktanya, kebebasan untuk berorganisasi (berserikat) masih menjadi barang yang mahal bagi buruh. Ancaman terhadap pemberangusan serikat buruh (union busting) adalah nyata adanya, baik yang terang-terangan, maupun dilakukan dengan cara yang terselubung. Contoh; pengusaha menerima adanya serikat, namun tidak pernah melibatkan serikat dalam setiap pengambilan kebijakan perusahaan. Tidak memberikan atau mempersulit ijin bagi pimpinan dan anggota serikat yang hendak melakukan aktifitas/kegiatan serikat buruh. Atau contoh yang lebih ekstrim adalah melakukan PHK terhadap buruh yang melakukan deklarasi atau pembentukan serikat buruh.
Perampasan atas hak politik bagi klas buruh tidak hanya terjadi didalam perusahaan saja. Jika ditarik lebih luas, berbagai kebijakan pemerintah juga telah merenggut hak-hak politik rakyat. Di kota tangerang, ada peraturan walikota yang melarang aksi dan demonstrasi dilakukan pada hari Sabtu dan Minggu. Di Jakarta, terdapat peraturan gubernur yang membatasi tempat penyelenggaraan aksi massa. Ada peraturan yang menetapkan perusahaan dan kawasan industri sebagai objek vital nasional, sehingga tidak lagi diperbolehkan ada pemogokan. Ada UU Ormas, UU MD3, RKUHP, Nota Kesepahaman antara TNI dan Polri terkait dengan pelibatan atau perbantuan tentara dalam menghadapi unjuk rasa dan pemogokan, yang seluruhnya menindas hak politik rakyat. Jika berserikat saja dihalangi, menggelar pemogokan direpresi, maka klas buruh dipastikan akan semakin sulit berjuang untuk perbaikan upahnya.
Problem kaum tani di pedesaan juga tidak kalah beratnya dibawah pemerintahan Jokowi-JK. Kaum tani di Indonesia terus menghadapi masalah utama terkait monopoli atau penguasaan atas tanah yang membuat kaum tani tidak lagi memiliki tanah sebagai sumber penghidupannya. Program reforma agraria yang dijanjikan oleh pemerintahan Jokowi sama sekali tidak menyentuh atau menghilangkan praktek monopoli tanah yang saat ini masih eksis di Indonesia. Reforma agraria sejati adalah program untuk membebaskan kaum tani dan rakyat Indonesia dari praktek monopoli atas tanah, bukan hanya sekedar memberikan atau membagikan tanah kepada kaum tani. Tidak ada artinya bagi rakyat Indonesia jika Jokowi memberikan 9 juta hektar kepada kaum tani, namun disisi yang lain memberikan 26 juta hektar kepada perusahaan-perusahaan perkebunan sawit ataupun jutaan hektar lainnya untuk pertambangan skala besar. Pemerintahan Jokowi masih tetap memberikan kemudahan investasi untuk penguasaan lahan di Indonesia melalui paket kebijakan ekonomi, termasuk memberikan kemudahan dalam proses perijinannya.
Selain itu, program reforma agraria Jokowi sama sekali tidak menyentuh terhadap pemberian subsidi kepada kaum tani. Tidak menyediakan sarana produksi pertanian yang murah bagi kaum tani, termasuk memberikan perlindungan terhadap hasil produksi kaum tani. Tanpa memberikan subsidi dan perlindungan harga didalam program reforma agrarianya, pemerintahan Jokowi telah mengirim kaum tani kedalam beban penghidupan yang sangat berat. Belum lagi jika kaum tani dipedesaan harus menghadapi kenaikan harga bahan kebutuhan pokok sebagai akibat gagalnya pemerintah dalam melakukan kontrol terhadap harga bahan pokok.
Meningkatnya tindasan terhadap rakyat tidak hanya dihadapi oleh kaum tani dan klas buruh. Pencabutan subsidi listrik dan bahan bakar minyak (BBM) serta kenaikan harga bahan-bahan kebutuhan pokok, membuat rakyat menghadapi situasi ekonomi yang semakin sulit. Kebijakan yang demikian semakin memperterang peranan pemerintah dalam mengintensifkan tindasan terhadap rakyat Indonesia.
Seluruh kebijakan tersebut tentunya merupakan cerminan bagaimana keberpihakan pemerintah terhadap klas buruh sama sekali tidak ada. Orientasi dari kebijakan perburuhan tersebut justru semakin memperbesar super profit perusahaan dan disisi lain memerosotkan penghidupan buruh.
Pada momentum May Day tahun ini, gerakan buruh dan rakyat tertindas di Indonesia juga dihadapkan dengan momentum tahun politik yaitu Pilkada Serentak 2018 dan Pemilu 2019. Di tahun politik inilah, pendirian perspektif gerakan buruh diuji. Karena pasti seluruh calon-calon kepala daerah maupun untuk Pemilu 2019 nanti akan banyak menebar janji kesejahteraan dan perubahan nasib buruh. Hal itu sudah menjadi kebiasaan dalam setiap momentum kontestasi elektoral. Kondisi tersebut akan berpotensi untuk menyeret klas buruh dalam dukung-mendukung calon dan berpotensi pula menimbulkan gesekan horizontal di kalangan gerakan buruh. Hal tersebut hanya dapat dihindari dengan kita terus memperluas edukasi-propaganda dan kampanye massa untuk membangkitkan, mengorganisasikan dan menggerakan klas buruh dan seluruh rakyat tertindas di Indonesia menjelaskan seterang-terangnya tentang pemilu dan demokrasi elektoral hubungannya dengan perubahan nasib dan kesejahteraan buruh dan rakyat.
Yang harus dilakukan oleh gerakan Buruh ?
Atas situasi yang di uraikan di atas, momentum May Day-peringatan hari buruh internasional ini harus di jadikan momentum untuk :
1. Memperkuat dan memperluas persatuan rakyat utamanya klas buruh dan kaum tani serta rakyat terlindas Indonesia, serta memperhebat perlawanan atas kebijakan-kebijakan fasis yang menindas dan menghisap rakyat secara ekonomi, politik dan kebudayaan.
2. Membongkar dan membelejeti watak dan karakter rezim saat ini yang hakekatnya anti buruh, anti rakyat dan anti demokrasi yang mempertahankan sistem SJSF dan menjadi kaki tangan Imperialis AS.
3. Memperkuat dan memperbesar gerakan rakyat terutama organsisasi massa klas buruh, petani, pemuda, mahasiswa, perempuan dan migrant yang memiliki karakter demokratis nasional dan garis perjuangan anti imperialisme, feodalisme dan kapitalisme birokrat.
Selanjutnya, Dalam momentum peringatan Mayday 2018 kali ini, ada pekerjaan-pekerjaan penting yang harus dilakukan oleh organisasi gerakan buruh yang militan; Pertama, harus dapat memimpin dan mempromosikan gagasan, ide serta garis organisasi dan garis perjuangannya kepada seluruh anggota, terhadap massa luas, baik dikalangan klas buruh sendiri maupun sektor rakyat lainnya.
Tentang isu upah. Sudah saatnya organisasi diseluruh tingkatan memulai kampanye tentang Upah Minimum Nasional (UMN) sebagai jawaban kongkret atas problem sistem pengupahan yang berlaku di Indonesia. UMN adalah sebuah sistem pengupahan, dimana upah minimum ditetapkan sama untuk seluruh wilayah di Indonesia. Dengan sistem yang demikian, akan mencegah terjadinya kesenjangan upah antara satu wilayah dengan wilayah lainnya. Upah buruh untuk waktu kerja yang sama nilainya akan relatif sama. Dengan sistem yang demikian, alasan relokasi yang sering digunakan oleh pengusaha akan menjadi sulit, karena kemanapun mereka berusaha memperluas usahanya, maka mereka mempunyai kewajiban membayar upah buruh dengan nilai yang sama.
Lalu pertanyaannya adalah, bagaimana organisasi menghitung angka UMN? Dalam studi yang terus dikembangkan oleh organisasi, besaran angka upah minimum nasional ditetapkan berdasarkan beberapa faktor, diantaranya; PDB Per Kapita, kebutuhan kalori pekerja, penghapusan atau pengurangan pajak, penurunan harga, serta komponen lain yang menjadi kebutuhan bagi buruh dan keluarganya. Kenapa PDB yang dijadikan ukuran? PDB adalah nilai keseluruhan semua barang dan jasa yang diproduksi didalam wilayah tertentu dalam jangka waktu tertentu (per tahun). PDB dapat juga dikatakan sebagai sebuah ukuran kesejahteraan suatu negara. Atas dasar inilah kemudian organisasi mengajukan agar PDB digunakan sebagai salah satu ukuran untuk menghitung UMN. Contoh; jika PDB Nasional pada tahun 2017 adalah sebesar Rp. 4,3 juta, maka batas bawah besaran UMN untuk tahun 2017 adalah jumlah (total) dari komponen berikut :
1. PDB 2017 sebesar Rp. 4,3 juta,
2. Konversi kebutuhan kalori, ± 2,500 kalori/hari dikali jumlah hari kerja selama satu bulan
3. Pengurangan pajak (pajak penghasilan, BPJS Kesehatan/Ketenagakerjaan)
4. Penurunan harga bahan kebutuhan pokok
Meski demikian, tuntutan atas kenaikan upah bagi klas buruh harus senantiasa disandingkan dengan tuntutan penurunan harga-harga kebutuhan pokok rakyat. Menuntut kepada pemerintah agar melakukan kontrol terhadap harga, sehingga kenaikan upah bagi klas buruh tidak terus-menerus dirampas oleh naiknya harga kebutuhan pokok rakyat. Tuntutan atas kenaikan upah, juga harus diiringi dengan tuntutan untuk jaminan atas kepastian kerja, jaminan kebebasan berserikat, aksi serta pemogokan, dan jaminan sosial yang sepenuhnya ditanggung oleh negara.
Terkait dengan isu Pilkada, Gerakan buruh militan harus mengambil tindakan aktif dan maju dalam menyikapi isu ini. Seluruh badan pimpinan tidak boleh pasif dan harus sabar menjelaskan kepada anggota dan massa bahwa pemilu hanya memiliki peranan sekunder dalam mengubah kesengsaraan kaum buruh dan rakyat secara fundamental. Setahap demi setahap, organisasi harus membimbing anggota dan massa luas agar ambil bagian penuh dalam memperjuangkan berbagai tuntutan dan kepentingan mendesak melalui rangkaian kerja pendidikan, propaganda, dan pembangunan organisasi serta aksi dan kampanye massa yang berkelanjutan, sebelum maupun sesudah Pilkada. Perjuangan massa harus jauh lebih ramai dan hingar bingar.
Bagi organisasi massa dan gerakan buruh militan Demokratis Nasional sebagai pusat perjuangan buruh harus bisa menjadi tulang punggung dalam setiap aksi dan kampanye massa. Seluruh pimpinan dan anggota harus sibuk dengan perjuangan hak-hak demokratisnya yang mendesak mulai tingkat basis/perusahaan, kota/kabupaten, provinsi dan nasional. Tugas pimpinan adalah mampu menghubungkan perjuangan tersebut dengan masalah imperialisme dan feodalisme di pedesaan serta memastikan pemuda dan mahasiswa menjadi tandem terpercaya dalam setiap aksi kampanye massa yang diselenggarakan.
Momentum Pilkada harus dapat dijadikan waktu yang tepat untuk menggencarkan aksi-aksi kampanye massa mengusung berbagai tuntutan dan berbagai persoalan buruh dan rakyat yang saat ini sedang mengemuka, upah buruh yang murah, perampasan tanah di pedesaan yang semakin masif kenaikan harga-harga kebutuhan pokok, pencabutan subsidi publik, penggusuran yang semena-mena, dan berbagai persoalan rakyat lainnya. Sebab hanya dengan cara demikian, akan dapat mengantarkan pada sebuah kesimpulan bahwa pemilu bukanlah satu-satunya jalan keluar untuk memecahkan persoalan yang dihadapi oleh buruh dan rakyat.
Seluruh badan pimpinan dan anggota harus mengambil peranan aktif melakukan studi dan menggelar diskusi-diskusi internal untuk membahas dan menganalisa perkembangan situasi wilayah masing-masing untuk mengenali siapa calon yang akan bertarung pilkada dan bagaimana sejauh ini tindakan mereka terhadap rakyat dan khususnya terhadap klas buruh. Dan mengintensifkan kerja propaganda, pendidikan dan aksi kampanye yang mengangkat atau mengedepankan problem tuntutan rakyat dan khususnya klas buruh dan kita terus mengorganisasikan seluruh rakyat dan khusunya klas buruh untuk bersatu menyuarakan hak-hak demokratisnya.
Dalam kampanye peringatan Mayday 2018 juga harus sanggup mendapatkan simpati dan dukungan luas secara politik dan organisasi massa luas dan berbagai organisasi rakyat dalam negeri dan internasional. Dengan demikian, penting mengorganisasikan berbagai aktifitas-aktifitas terbaiknya, guna menarik dukungan dari seluruh sektor rakyat, baik didalam negeri maupun diluar negeri.
Selanjutnya yang tidak kalah penting adalah meningkatnya kesadaran massa luas tentang arti pentingnya bersatu dan berjuang bersama berdasarkan garis perjuangan demokratis nasional. Garis perjuangan yang tepat berasarkan atas situasi objektif sistem masyarakat Indonesia yaitu setengah jajahan dan setengah feudal. Bagi gerakan buruh, didalam masyarakat Indonesia yang setengah jajahan dan setengah feodal (SJSF), monopoli atas tanah dan sumber daya alam di Indonesia adalah masalah utama bagi rakyat Indonesia, termasuk klas buruh didalamnya. Monopoli tersebut telah berhasil menguras seluruh sumber daya alam, menguasai bahan mentah dan digunakan oleh imperialisme untuk menghidupi seluruh industry mereka yang tersebar diseluruh penjuru dunia. Bahkan mereka (imperialisme) tidak akan takut kehilangan pabrik-pabrik manufaktur mereka yang ada di Indonesia, karena mereka punya ribuan pabrik manufaktur yang sama dinegara lainnya. Sejauh monopoli tanah masih dapat dilakukan di Indonesia, maka mereka dapat dengan mudah menyediakan bahan baku bagi industrinya dan mengeruk keuntungan berlipat dari produksi di industri mereka.
Inilah dasar obyektif bagi gerakan buruh, bahwa reforma agraria sejati bukan hanya aspirasi bagi kaum tani, melainkan kepentingan yang sama bagi klas buruh di Indonesia.
Penindasan dan penghisapan terhadap klas buruh melalui politik upah murah, sistem kerja kontrak dan outsourcing hingga pemberangusan serikat buruh dan jaminan sosial hanya akan dapat dihapuskan ketika negeri ini membangun industri nasionalnya. Sementara industrialisasi nasional hanya akan bisa diwujudkan apabila reforma agraria sejati berhasil dilaksanakan di Indonesia.
Mustahil membangun industry nasional tanpa menjalankan reforma agraria yang sejati, karena hanya dengan reforma agraria sejati negeri ini memiliki syarat bagi pembangunan industry nasionalnya. Sehingga, pembebasan kaum tani atas problem utamanya yaitu monopoli dan perampasan tanah, sesungguhnya merupakan perjuangan utama yang harus dilakukan oleh klas buruh di Indonesia jika ingin mendapatkan kemerdekaan sejatinya. (red-gsbi2018)#