Buruh Minta Perubahan dan Perbaikan Sistem Pengupahan, Menteri Berikan Kemudahan Outsourcing
Ditulis oleh: Ismet Inoni Kepala Dept. Organisasi DPP GSBI Sejak terbitnya Peraturan Pemerintah No.78 tahun 2015 tentang Pengupahan ...
https://www.infogsbi.or.id/2019/08/buruh-minta-perubahan-dan-perbaikan.html?m=0
Ditulis oleh: Ismet Inoni
Kepala Dept. Organisasi DPP GSBI
Sejak terbitnya Peraturan Pemerintah No.78 tahun 2015 tentang Pengupahan 23 Oktober 2015 lalu, aturan ini sempurna dijalankan dalam membatasi kenaikan upah buruh tahun 2017-2019 kemarin. Dimana dari tahun 2017 kenaikan upah di-34 (tiga puluh empat) provinsi se-Indonesia kurang dari 9 persen, tepatnya 8,25-8,71% sesuai dengan akumulasi dari pertumbuhan ekonomi dan inflasi setiap tahun secara nasional.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Gabungan Serikat
Buruh Indonesia (GSBI) terkait upah dan kebutuhan hidup buruh di provinsi
Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta tahun 2018, dimana upah yang diterima oleh buruh
hanya sanggup mencukupi 52% kebutuhan buruh setiap bulannya. Sementara penelitian
lain yang dilakukan oleh SPN dan Garteks-KSBSI bersama Akatiga pada tahun
2008-2009 menunjukkan bahwa upah buruh Indonesia hanya mencukupi 62% kebutuhan
buruh.
Jika membaca dan mempelajari dari kedua hasil penelitian serikat
buruh tersebut, ternyata upah buruh belum bisa memenuhi seluruh kebutuhan hidup
buruh, justru faktanya semakin turun pada sembilan hingga sepuluh tahun
terakhir.
Perlawanan buruh terhadap kebijakan PP 78 tahun 2015 tentang Pengupahan
terus dilakukan oleh serikat buruh. Aksi-aksi perlawanan tersebut dibalas oleh
pemerintah dengan tindakan represif dilapangan, penangkapan hingga pengadilan. 26
(dua puluh enam) orang aktivis buruh sempat menjadi terdakwa di pengadilan,
meskipun pada akhirnya ke-26 orang aktivis ini dibebaskan oleh pengadilan. Akan
tetapi apa yang dilakukan pemerintah dengan menyeret para aktivis ke Pengadilan
adalah salah satu bentuk kekerasan atas nama negara. Kekerasan negara terhadap
rakyatnya adalah bentuk nyata fasisme, dan seharusnya tidak perlu terjadi jika
memang benar ini adalah negara demokrasi.
Meski menghadapi tantangan demikian, serikat buruh pantang bersurut,
dalam setiap momentum masih terus menyuarakan pencabutan PP 78 tahun 2015, baik
dalam aksi-aksi serikat secara mandiri maupun bersama aliansi, seperti pada
momentum hari buruh sedunia misalnya. Terkait perkembangan PP 78 tahun, pada
peringatan hari buruh sedunia tahun 2019, rejim Jokowi-JK mengundang beberapa
pimpinan serikat buruh di Istana Bogor, dimana dalam pertemuan makan siang
tersebut Jokowi berkomitmen untuk melakukan perubahan atas PP 78 tahun 2015,
demikian yang ditangkap para pimpinan serikat buruh tersebut.
Faktanya hari ini, suara perubahan atas PP 78 tahun 2015 tentang
Pengupahan justru kurang terdengar, bahkan cenderung menghilang. Melalui Kemenaker
RI, pemerintah justru menggulirkan revisi atas Undang-Undang No. 13 tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan. Yang lebih mengagetkan, Menaker RI pada awal Agustus
2019 menerbitkan Permenaker No.11 tahun 2019 tentang Perubahan Permenaker No.
19 tahun 2012 tentang perusahaan alih daya atau outsourcing, yang efektif berlaku mulai 5 Agustus 2019.
Aturan tentang outsourcing
sesungguhnya tidak perlu banyak dilakukan perubahan, jikapun hendak melakukan
perbaikan, jawabannya hanya satu yaitu menghapus sistem kerja outsourcing itu sendiri, karena sistem
ini tidak pernah memberikan jaminan kepastian kerja terhadap buruh.