APINDO Sukabumi Tolak UMK untuk Industri Garmen dan Tekstil (Padat Karya)
Aksi GSBI Kabupaten Sukabumi Mengawal Kenaikan UMK tahun 2020 INFO GSBI- Sukabumi. Dalam Rapat Pleno Dewan Pengupahan Kabupaten Sukabumi...
https://www.infogsbi.or.id/2019/11/apindo-sukabumi-tolak-umk-untuk.html
Aksi GSBI Kabupaten Sukabumi Mengawal Kenaikan UMK tahun 2020 |
Artinya APINDO dan para pengusaha di Kabupaten Sukabumi menolak penerapan UMK tahun 2020 untuk sektor Industri Garmen dan Tekstil. Buruh di Industri Garmen dan tekstil di Kabupaten Sukabumi upah minimum nya akan menggunakan Upah Minimum Provinsi.
Untuk memastikan ajuannya ini pihak Apindo telah melakukan berbagai cara termasuk melakukan ancaman kepada Kepala Disnakertrans Kabupaten Sukabumi yang akan di pidanakan. Dan yang terbaru adalah memobilisasi massa buruh ke kantor Gubernur Jawa Barat dengan mengatasnamakan Alian Rakyat Jabar Peduli Investasi (AR-JPI).
Hal ini di sampaikan oleh Dadeng Nazarudin atau yang biasa di sapa Kang Dadeng, Ketua DPC GSBI Kabupaten Sukabumi.
Lebih lanjut Dadeng menjelaskan, peristiwa tersebut berawal pada Selasa 12 November 2019, Dewan Pengupahan Kabupaten Sukabumi mengadakan Rapat Pleno yang intinya menghasilkan bahwa kenaikan UMK untuk tahun 2020 di Kabupaten Sukabumi sebesar 8,51% atau sesuai dengan rumusan PP Nomor 78 thn 2015 tentang Pengupahan dan Surat Edaran Kemnaker RI, atau UMK Kabupaten Sukabumi tahun 2020 menjadi Rp . 3.028,531,71,-.
Namun, dalam rapat pleno tersebut pihak APINDO menyampaikan dan memberikan catatan (pendapat) : “Pihak APINDO menerima UMK Kabupaten Sukabumi tahun 2020 hanya berlaku khusus untuk jenis industri padat modal (bukan untuk jenis industri produk tekstil/ Garment). Khusus untuk perusahaan yang masuk dalam jenis/klasifikasi industri produk tekstil (Garment) disepakati menggunakan UMP Jawa Barat tahun 2020 yang telah di tetapkan oleh Gubernur Jawa Barat .
Sementara unsur buruh, pemerintah dan pakar yang tergabung dalam DEPEKAB menyatakan bahwa kenaikan dan penerapan upah tahun 2020 mengikuti dan sesuai dengan peraturan dalam hal ini PP 78 tahun 2019.
Pada tanggal 14 November 2019, Bupati Kabupaten Sukabumi menandatangani surat rekomendasi yang akan disampaikan kepada Gubernur Jawa Barat untuk di tetapkan bahwa kenaikan UMK Kabupaten Sukabumi tahun 2020 sebesar RP. 3.028.531.71,- (sesuai PP 78 tahun 2015).
Sejak saat Bupati keluarkan Surat Rekomendasi tersebut, pihak APIDO terus berupaya mempengaruhi Disnakertrans dan Bupati untuk merevisi surat rekomendasi yang sudah di tanda tangani Bupati, bahkan sampai ada unsur ancaman terhadap Kadisnakertrans bahwa APINDO akan mempidanakan Kadisnakertrans Kab.Sukabumi.
Upaya lain yang di lakukan APINDO untuk mempengaruhi Disnakertrans dan Bupati pada Senin tanggal 18 November 2019 mendatangi pendopo Bupati di Pelabuan Ratu akan tetapi Bupati Sukabumi tidak menanggapi dan menolak semua keinginan APINDO.
Pada Selasa 19 November 2019, Disnakertran Kabupaten Sukabumi mengantarkan surat rekomendasi Bupati ke Disnakertrans Provinsi Jawa Barat di Bandung.
Rekomendasi Bupati Sukabumi inipun lansung di plenokan Dewan Pengupahan Provinsi Jawa Barat. Dimana Rapat Pleno DEPEPROV Jawa Barat ini menghasilkan penetapan 27 (dua puluh tujuh) Kabupaten/Kota termasuk Kabupaten Sukabumi untuk di tetapkan besaran UMK tahun 2020 dengan rumusan kenaikan mengikuti PP Nomor 78 thn 2015 tentang Pengupahan atau naik sebesar 8,51% bagi 27 Kota/Kabupaten tersebut.
Menyikapi hasil keputusan Pleno Dewan Pengupahan Provinsi, APINDO Jawa Barat khususnya untuk wilayah Bogor Raya, Subang, Sukabumi, Purwakarta dan Bandung Raya dengan mengatasnamakan Alian Rakyat Jabar Peduli Investasi (AR-JPI) dengan Surat No 01/eks.Ar-JPI/XI/2019 , Prihal Pemberitahuan aksi unjuk rasa damai yang di tujukan kepada Gubernur Jabar, Polda Jabar, DPRD JABAR dengan mengerahkan masa aksi dari karyawan yang di mobilisasi APINDO dari berbagai perusahaan.
Untuk Sukabumi sendiri di rencanakan sekitar 17 (tujuh belas) bus yang akan di berangkat kan dari berbagai wilayah titik kumpul. Mulai berangkat pada pukul 04.00 wib dini hari Kamis 21 November 2019 dengan tujuan area Gedung Sate dan kantor DPRD Provinsi Jabar dengan estimasi peserta masa aksi dari berbagai wilayah tersebut kurang lebih 5.500 orang dengan koordinator Muldoko, Tarwoto, Tarzum, Hasan Nur Arif dan Nuri .
“Kami tau bahwa Aliansi Rakyat Jawa Barat Peduli Investasi atau AR-JPI adalah bentukan dari Apindo, di suport langsung oleh orang-orang Apindo. Agar tidak kelihatan ini permainan Apindo, mereka mengerahkan buruh-buruh dari berbagai pabrik dan wilayah, menggelar demo di kantor Gubernur dan DPRD Jawa Barat. Agar kelihatan bahwa mereka itu murni dari buruh, maka bawa isu UMK hanya untuk padat modal, bawa padat karya mengacu kepada UMP yang besarannya di rundingkan secara Bipartit di masing-masing perusahaan. Semua isu dan tuntutan itu adalah merupakan aspirasi dari Apindo dan hal tersebut tentu tidak sesuai dengan hirarki soal pengupahan di Indonesia, bahwa UMK adalah upah terendah di Kabupaten/Kota, bahwa UMSK harus lebih besar dari UMK, bawa apabila menginginkan adanya upah minimum khusus untuk jenis industri padat modal maka hal tersebut di katagorikan sebagai UMSK yang tentu besarannya harus lebih tinggi dari UMK”. Demikian kata Dadeng Nazarudin.
Lebih lanjut Dadeng mengatakan, “Target aksi ini sudah kami baca (GSBI dan serikat-serikat buruh/pekerja di Jawa Barat) yaitu menuntut agar Gubernur Jawa Barat memberikan kesempatan kepada buruh untuk melakukan perundingan dalam menentukan upah (Bipartite) dengan tidak menetapkan besaran UMK khusus pada sektor padat karya (garmen dan Tekstil). Ini adalah cara dan strategi APINDO agar penetapan UMK itu khususnya disektor padat karya (garment tekstil) diserahkan pada mekanisme Bipartit (perundingan abntara buruh dan pengusaha)”.Sampai saat ini PP 78 tahun 2015 tentang Pengupahan masih berlaku dimana dalam PP tersebut mengatur soal besaran kenaikan UMP dan UMK dengan rumusan upah sebelumnya di tambah dengan nilai PDRB dan insflasi secara nasional hal tersebut juga di perkuat oleh Peraturan Gubernur Jawa Barat soal kenaikan upah.
Karena UMP/UMK adalah di tetapkan oleh Gubernur maka hakekatnya bahwa upah itu yang mengatur adalah Pemerintah Daerah, maka seyogyanyalah pula ahwa Gubernur dalam menetapkannya harus sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Mengingat upah adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup pekerja/buruh maka Pemerintah dalam hal ini Gubernur dalam menetapkan upah harus bersandarkan pada kebutuhan hidup riil para pekerja/buruh untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan, papan kebutuhan jasmani dan rohani dalam kurun satu bulan. Bukan dan tidak perlu mempertimbangkan kebutuhan para pelaku usaha karena bagian para pelaku usaha upah adalah merupakan bagian dari modal mereka.
"GSBI tegas menolak kemauan Apindo macam demikian, kami akan terus mengawal dan melakukan perlawanan. Kami juga mengecam atas upaya Apindo yang memecah belah buruh, dengan memobilisasi buruh menentang regulasi yang berlaku". Demikian Tegas Dadeng . []#
x