Dedi Isnanto : Perusahaan Tutup itu Hak Perusahaan, Tapi Lakukan dengan Benar dan Bayar Kompensasi serta Hak Buruhnya
INFO GSBI-Kota Tangerang. Dengan alasan rugi, sejak tanggal 28 Nopember 2019 mulai pukul 15.00 wib Pengusaha PT Sulindafin menyatakan ...
https://www.infogsbi.or.id/2019/12/dedi-isnanto-perusahaan-tutup-itu-hak.html
INFO GSBI-Kota Tangerang. Dengan alasan rugi, sejak tanggal 28 Nopember 2019 mulai pukul 15.00 wib Pengusaha PT Sulindafin menyatakan stop produksi untuk jangka waktu yang belum di tentukan (tutup secara sepihak) sebagaimana pengumuman Nomor : 23/Dir/Hrd/Sdlf/XI/2019 tertanggal 28 Nopember 2019 yang di tandatangani Mr. Hendra Hermijanto selaku Presiden Direktur yang disampaikan pada malam hari pukul 23.00 wib tanggal 27 Nopember 2019 oleh kepala Satpam dengan didampingi oleh aparat Kepolisian.
Dengan dihentikannya proses produksi ini (perusahaan ditutup), manajemen PT. Sulindafin menawarkan kompensasi (pesangon) yang diberikan kepada buruh sebesar 70% dari 1 (satu) kali ketentuan pasal 156 ayat 2, 3 & 4 Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003.
Menyikapi atas pernyataan stop produksi untuk jangka waktu yang belum di tentukan (menutup perusahaan) oleh manajemen PT Sulindafin dan menawarkan kompensasi sebesar 70 % dari ketentuan pasal 156 UUK 13 tahun 2003, Dedi Isnanto selaku Ketua PTP. SBGTS-GSBI PT.Sulindafin angkat bicara.
Bahwa penghentian produksi atau penutupan pabrik adalah hak dari pemilik pabrik yang sudah diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan. Tetapi meskipun demikian, pemilik pabrik (pengusaha) tidak bisa serta merta begitu saja melakukan penutupan perusahaan (lockout) ataupun mem-PHK buruhnya dengan sewenang-wenang. Sebab Undang-undang juga mengatur tentang tatacara penutupan (lockout) dan hak-hak buruh ketika tutup, force majeur, lockout, PHK dllnya.
Jadi dalam kasus PT. Sulindafin, kami dari Serikat GSBI (PTP. SBGTS-GSBI) yang ada dan legal dilingkungan kerja PT. Sulindafin tidak bisa menghalang-halangi niat perusahaan seperti itu. Tapi kami jujur berharap PT. Sulindafin ini bisa tetap beroperasi seperti biasanya, dan secara bersama-sama mencari solusi terbaik atas masalah yang ada. Buka secara jujur dan transfaran masalah dan alasan-alasannya. Jangan bilang rugi-rugi, tapi tidak juga di tunjukan dokumen dan bukti kerugiannya.
Kami yakin perusahaan ini masih baik secara keuangan dan masih sanggup untuk berdiri dan bersaing dengan perusahaan-perusahaan lain mengingat sejarah, kwalitas produksi dllnya di perusahaan ini.
Kami tahu dan paham PT Sulindafin itu perusahaan besar, yang berdiri sejak tahun 1971 merupakan bagian dari Group Shinta yang di rintis dan didirikan oleh Mr. Toto Hermijanto yang memiliki beberapa cabang usaha seperti, asuransi, manufacture, perdangangan, perbankan dll di Jakarta, Bekasi dan Tangerang. Sulindafin-Group Shinta ini perusahaan yang sudah punya nama besar nasional dan internasional.
Kembali ke masalah penutupan perusahaan, Jadi, ya kalau pemilik dan manajemen PT Sulindafin mau menutup perusahaan, ya,.. silahkan tutup saja, tapi tolong lakukan dengan cara-cara yang benar, lakukan sesuai dengan prosedur hukum yang ada dan berlaku di Indonesia. Dan jangan lupa berikan dan selesaikan dengan baik kompensasi dan hak-hak buruhnya secara benar.
Bukan caranya seperti sekarang ini, nyatakan sepihak menghentikan produksi untuk jangka waktu yang belum di tentukan, hanya dengan pengumuman dan satpam yang di suruh menyampaikan. Terus tawarkan atau berikan kompensasi hanya 70% dari ketentuan pasal 156 UUK 13 tahun 2003 dengan mengajak buruh menyetujui dan membuat surat pernyataan menerima konpensasi 70%.
Kami di SBGTS-GSBI menilai bahwa proses menghentikan produksi untuk jangka waktu yang belum ditentukan (penutupan pabrik) yang dilakukan PT Sulindafin-Group Shinta saat ini dengan alasan rugi. Menurut kami bukan karena perusahaan rugi, ini adalah penutupan sepihak, penutupan yang tidak melalui proses hukum dan aturan yang benar, tidak mempertimbangkan aspek kemanusiaan dan penghargaan kepada buruhnya, mengingat buruh sudah ada yang memiliki masa kerja mengabdi 30 s/d 38 tahun. Dan alasannya pun tidak bisa dibuktikan dan tidak pernah disampaikan secara terbuka kepada buruh dan serikat buruh.
Ini menurut kami semacam akal-akal dan modus operandi yang sama dengan yang di lakukan di PT. Sulindafin Bekasi. Pada periode Mei 2019, Manajemen PT. Sulindafin Bekasi melakukan PHK dengan alasan yang sama karena sedang rugi dan menawarkan (memberikan) kompensasi sebesar 70% dari 1 (satu) kali ketentuan pasal 156 UUK 13 thn 2003. Namun, pada bulan Juni 2019 perusahaan membuka lowongan kerja dengan status magang. Buruh status magang adalah keuntungan besar bagi perusahaan karena hanya membayar upah sebesar 60% sementara system dan carakerja kerja sama dengan buruh tetap.
Kami menduga dan curiga bahwa yang di lakukan Sulindafin Tangerang yang kami alami saat ini adalah cara yang sama seperti yang di Bekasi. Karena di Bekasi sukses total, dimana tawaran perusahaan memberikan kompensasi 70% di setujui oleh serikat yang ada di pabrik.
Untuk itu sikap kami SBGTS GSBI PT Sulindafin-Group Shinta, jelas menyatakan menolak penghentian produksi untuk jangka waktu yang belum ditentukan (penutupan pabrik) yang dilakukan PT. Sulindafin-Group Shinta yang tidak sesuai prosedur hukum, tidak ada kejelasan dan tawaran kompensasi (pesangon) hanya sebesar 70% dari 1 kali ketentuan. Dan kami dari SBGTS GSBI akan tetap berjuang untuk keadilan terhadap anggota dan seluruh buruh yang menolak PHK ini” tegas Dedi Isnanto Ketua SBGTS GSBI PT Sulindafin. [rd0des19]#.
x