Buruh PT. Sulindafin Kota Tangerang Demo BPJS Kesehatan Pusat Tuntut Aktifkan Kepesertaan dan Layanan Kesehatan

INFO GSBI-Jakarta.   Akibat kepesertaan BPJS kesehatan dan layanan kesehatan diberhentikan secara sepihak sejak Desember 2019, sehingga tidak lagi bisa menggunakan layanan kesehatan (BPJS Kesehatan) yang mengakibatkan sudah  3 (tiga) orang buruh dan keluarganya meninggal dunia karena di tolak rumah sakit dan tidak bisa berobat.

Hari ini Kamis 27 Februari 2020 ratusan buruh PT Sulindafin yang tergabung dalam SBGTS-GSBI dan SBM mendatangi, mendemo kantor BPJS Kesehatan Pusat menuntut segera di Aktifkannya Kepesertaan dan Layanan Kesehatan mereka, yang sejak Desember 2019 dinonaktifkan sepihak.

Dengan pengawalan ketat dari aparat Kepolisian sektor Cempaka Putih-Jakarta Pusat, Ratusan buruh  dengan membawa spanduk dan poster tuntutan serta mobil komando memenuhi halaman Kantor Pusat BPJS Kesehatan di Jl. Letjend Suprapto No.14, Cempaka Putih, Jakarta Pusat.

"Perpres Nomor 82 tahun 2018 Menyengsarakan Kaum Buruh” . “BPJS Pembunuh-Dua Korban Meninggal". “Katanya akan melakukan sidak , ternyata PHP doang... “ “Aktifkan Kepesertaan dan Layanan BPJS Kesehatan kami”. Demikianlah beberapa tulisan poster yang mereka bawa.

Selain spanduk dan poster tuntutan, para buruh juga membawa keranda mayat sebagai simbol berduka atas meninggalnya istri salah satu buruh yang tidak mendapatkan pelayanan kesehatan maksimal dan simbol kematian hati nurani pemerintah atas kasus yang mereka alami. 

Dengan landasan Perpres Nomor 82 tahun 2018  BPJS Kesehatan menghentikan kepesertaan dan layanan Kesehatan 277 orang buruh PT Sulindafin yang masih berstatus buruh PT. Sulindafin dan masih berproses atas kasus penghentian produksi yang dilakukan perusahaan PT Sulindafin, dimana kasus nya ini masih dalam proses Mediasi di Disnaker Kota Tangerang, artinya belum ada keputusan tetap atas kasus mereka.

Dedi Isnanto, Ketua SBGTS-GSBI PT. Sulindafin dari mobil komando menyampaikan, Bahwa penghentian kepesertaan dan layanan kesehatan ini bertentangan dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor.13 tahun 2003 bahwa sebelum ada keputusan hukum  tetap atas status buruh, para pihak wajib menjalankan hak dan kewajibannya masing-masing, kecuali melakukan penyimpangan dalam hal ini Skrong. Dan hal ini tidak dilakukan perusahaan. Arinya bahwa perusahaan masih berkewajiban memberikan upah buruh, membayarkan iuran BPJS Kesehatan.  tegasnya.

Tapi apa terjadi kepada kami, kami masih berproses, pada saat itu malah masih belum masuk proses mediasi, tapi kepesertaan dan layanan BPJS Kesehatan kami sudah di hentikan, ini bentuk kesewenang-wenangan dan kedholiman kepada kami. Bertahun-tahun kami mengiur tapi sekarang di perlakukan semena-mena,. Ini kejahatan kemanusiaan. BPJS Kesehatan telah membunuh kami. Ungkapnya.

Untuk di ketahui, bahwa dengan alasan rugi dan belum di buktikan secara hukum  atas klaim kerugiannya tersebut, PT. Suindafin Kota Tangerang sejak tanggal 28 Nopember 2019 mulai pukul 15.00 wib Pengusaha PT Sulindafin menyatakan stop produksi untuk jangka waktu yang belum di tentukan (tutup secara sepihak) sebagaimana pengumuman Nomor : 23/Dir/Hrd/Sdlf/XI/2019 tertanggal 28 Nopember 2019 yang di tandatangani Mr. Hendra Hermijanto selaku Presiden Direktur yang disampaikan pada malam hari pukul 23.00 wib tanggal 27 Nopember 2019 oleh kepala Satpam dengan didampingi oleh aparat Kepolisian.

Dengan dihentikannya proses produksi ini, manajemen perusahaan PT. Sulindafin menawarkan kompensasi (pesangon) kepada buruh buruh sebesar 70%  dari 1 (satu) kali ketentuan pasal 156 ayat 2, 3 & 4 Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003.

Hingga berita ini diterbitkan pukul 17.08 WIB,  perwakilan Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) dan Pimpinan SBGTS-GSBI PT. Sulindafin masih melakukan audiensi dengan BPJS Kesehatan Pusat. [ss-gsbi.27-2-20]#.

x