Ini Pernyataan Sikap FPR dalam Peringatan Hari Perempuan Internasional 2020 Menolak Pengesahan Omnibus Law RUU Cipta Kerja

Aksi FPR di Depan DPR-RI Senin, 9 Maret 2020

INFO GSBI-Jakarta. Ini Pernyataan Sikap Front Perjuangan Rakyat (FPR) dalam Peringatan Hari Perempuan Internasional 2020, menolak rencana pengesahan Omnibus Law Rancangan Undang – undang Cipta Kerja dan menuntut dicabut nya seluruh aturan perundangan fasis yang menindas kaum perempuan dan  seluruh rakyat melalui perampasan hak demokratis rakyat, kriminalisasi, pemidanaan, dan stigmatisasi.

Baca selengkapnya disini....

=================

PERNYATAAN SIKAP FRONT PERJUANGAN RAKYAT

HARI PEREMPUAN INTERNASIONAL 2020

"PERKUAT PERSATUAN KAUM PEREMPUAN BERSAMA RAKYAT TERTINDAS UNTUK MEMAJUKAN PERJUANGAN MELAWAN DISKRIMINASI DAN TINDASAN REZIM FASIS JOKOWI"

Kaum perempuan Indonesia memiliki sejarah panjang perjuangan melawan imperialisme dan feodalisme yang mempertahankan penghisapan, penindasan,  keterbelakangan  dan sistem patriarki. Saat ini, kaum perempuan sebagai bagian rakyat Indonesia harus memikul beban berkali-kali lipat dan tindasan akibat krisis kronis yang semakin parah. Krisis ini menjadikan semakin berkali lipat terampasnya hak hidup atau hak demokratisnya melalui aturan dan kebijakan yang semakin fasis.

Sejak berkuasanya Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) pada periode pertama sesungguhnya tidak pernah berpihak pada kaum perempuan dan anak Indonesia. Seluruh kebijakan dan aturan yang dikeluarkan justru menjadikan kaum perempuan semakin terlempar ke dalam kemiskinan, keterbelakangan, dan tindasan yang terus berlipat. Paket Kebijakan Ekonomi Jokowi sejak tahun 2015 tidak sedikit pun menolong perempuan buruh dapat bebas dari sistem kerja kontrak pendek, bebas dari upah murah, dan paksaan kerja lembur tanpa di upah dengan kondisi tempat kerja yang buruk. Bahkan upah perempuan juga mendapat diskriminasi, dari rata-rata upah nasional 2019, BPS menyatakan bahwa Upah perempuan buruh 13,33% lebih rendah dibanding dengan buruh laki-laki. Bahkan selisih nominalnya mencapai angka Rp 618.800.

Sementara itu, Perempuan Indonesia yang sebagian besar tinggal di desa harus melipatgandakan tenaganya bekerja dan hidup tanpa tanah, mendapatkan upah murah sebagai buruh tani harian lepas, dan pendapatan yang jauh di bawah untuk mencukupi kebutuhan hidup minimum.

Merosotnya penghidupan perempuan di perdesaan akibat perampasan tanah menjadikan semakin luasnya kemelaratan dan mengakibatkan massifnya perdagangan manusia. Mereka terpaksa bekerja ke luar negeri atau ke daerah lain akibat krisis yang memburuk. Mereka menjadi korban penipuan sistematis perdagangan manusia yang menjadikan buruh migran mengalami penyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi sehingga banyak yang meninggal dunia.

Kaum perempuan juga harus menanggung beban berat dengan melambungnya harga kebutuhan hidup yang memangkas nilai upah serta pendapatan keluarga. Intensifnya penggusuran terhadap rakyat bagi mega proyek infrastruktur dan pembangunan pusat bisnis dan keuangan, properti  elit, dan pusat perbelanjaan milik korporasi besar (kapitalis monopoli asing bersama kaki tangannya) menjadikan beban hidup perempuan dan anak semakin bertambah.

Di tengah himpitan krisis yang semakin akut, perempuan juga harus menghadapi kekerasan dan pelecehan seksual, baik fisik maupun verbal. Tercatat selama tahun 2019, terdapat angka 406.178 kasus kekerasan yang terjadi. Krisis kronis yang semakin memburuk menjadikan negara terus gencar mengeluarkan kebijakan yang membatasi hak demokratis rakyat untuk berpendapat, berorganisasi, dan berekspresi. Banyak aturan dan perundangan yang membuat negara mudah mengkriminalisasikan, mempidanakan, dan menstigmatisasi rakyat, di antaranya adalah UU Ormas, Omnibus Law RUU Cipta Kerja, RUU Ketahanan Keluarga dan banyak aturan pembatasan lainnya. Pemerintah bersembunyi di balik kata-kata melindungi rakyat dan kaum perempuan, menjamin keberlangsungan moral bangsa, ketertiban umum, untuk menutupi hakekat sesungguhnya yang justru merupakan teror terhadap rakyat.

Dengan keadaan demikian, kami dari Front Perjuangan Rakyat dalam memperingati momentum Hari Perempuan Internasional tahun 2020 menyatakan sikap dan tuntutan:

1. Menolak rencana pengesahan Rancangan Undang – undang Cipta Kerja dan cabut seluruh aturan perundangan fasis yang menindas kaum perempuan dan  seluruh rakyat melalui perampasan hak demokratis rakyat, kriminalisasi, pemidanaan, dan stigmatisasi.
2. Mengecam keras sikap pasif pemerintah Indonesia terhadap praktek perdagangan manusia yang menjadikan kaum perempuan sebagai korban terbesarnya 
3. Naikkan upah serta hapuskan diskriminasi upah bagi perempuan buruh pabrik dan buruh tani di perkebunan!
4. Turunkan harga kebutuhan pokok dan turunkan pajak bagi rakyat, serta menolak seluruh kenaikan harga pelayanan publik; kesehatan, transportasi, pendidikan.
5. Hentikan seluruh penggusuran bagi rencana mega proyek infrastruktur pemerintah pusat yang hakekatnya merampas hak hidup rakyat dan demi keuntungan besar semata bagi korporasi dan investor besar. 
6. Menolak reforma agraria palsu pemerintahan Jokowi yang hakekatnya adalah mempercepat perampasan tanah rakyat. Jalankan reforma agraria sejati sebagai syarat terbangunnya industri nasional yang mandiri! 
7. Menolak proyek pembangunan strategis nasional dan pengembangan industri pemerintahan Jokowi yang hanya menjadi pelayan imperialis, menggadaikan kedaulatan, dan menjual rakyat. Wujudkan pembangunan dan industri nasional yang mandiri dan berdaulat.

Front Perjuangan Rakyat menyerukan:

1. Rakyat bersatu melawan seluruh kebijakan dan aturan negara yang merampas hak demokratis rakyat, dan khususnya yang merendahkan, tidak melindungi,  diskriminatif, dan menindas kaum perempuan dan anak. 
2. Kaum perempuan dan rakyat bersatu dengan mengorganisasikan dirinya ke dalam organisasi demokratis nasional untuk memperbesar dan meluaskan perjuangan bagi hak demokratis rakyat.

Jakarta, 9 Maret 2020

Hormat Kami,

Front Perjuangan Rakyat (FPR) 

Rudi HB Daman

(Koordinator Nasional)

-Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI), Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA), Serikat Perempuan Indonesia (SERUNI), Keluarga Besar Buruh Migran Indonesia (KABAR BUMI), 

Front Mahasiswa Nasional (FMN), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI)-UNAS, 

Serikat Demokratik Mahasiswa Nasional (SDMN), Pemuda Baru Indonesia (PEMBARU), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) UNAS, UNINDRA, TAMA JAGAKARSA, 

Institute for National and Democracy Studies (INDIES)-

x