Ini Pernyataan Sikap FPR Dalam Memperingati Hari Buruh Sedunia 1 Mei 2020
INFO GSBI-Jakarta. Dengan tema Perkuat Persatuan Klas Buruh Bersama Kaum Tani dan Seluruh Rakyat Tertindas: Lawan Tindasan Rezim Jokowi ...
https://www.infogsbi.or.id/2020/05/ini-pernyataan-sikap-fpr-dalam.html?m=0
INFO GSBI-Jakarta. Dengan tema Perkuat Persatuan Klas Buruh Bersama Kaum Tani dan Seluruh Rakyat Tertindas: Lawan Tindasan Rezim Jokowi Di Tengah Covid-19, tanggal 1 Mei 2020 dalam momentum Peringatan Hari Buruh Internasional (May Day) Front Perjuangan Rakyat (FPR) Keluarkan Sikapnya.
Berikut Pernyataan Sikap Lengkap FPR dalam peringatan Hari Huruh Internasional 1 Mei 2020:
================
Pernyataan Sikap Front Perjuangan Rakyat (FPR)
Dalam Memperingati Hari Buruh Sedunia 2020
Perkuat Persatuan Klas Buruh Bersama Kaum Tani dan Seluruh Rakyat Tertindas: Lawan Tindasan Rezim Jokowi Di Tengah Covid-19
Salam Demokrasi !
Klas buruh dan seluruh rakyat dunia, termasuk di Indonesia kembali memperingati Hari Buruh Sedunia (May day) pada 1 Mei 2020. Sebuah momentum bersejarah yang dipenuhi nilai perjuangan keras dari klas buruh dalam melawan tindasan dan penghisapan. 1 Mei 1886 di Amerika Serikat adalah puncak aksi klas buruh yang dibalas dengan tindasan, pukulan, tembakan, penangkapan dan hukuman mati oleh kepolisian Amerika Serikat saat itu. Namun, itu adalah momentum sekaligus tonggak bagi lahir dan meluasnya gerakan buruh di seluruh dunia.
Rakyat diberbagai negeri menyambut mayday 2020 dengan situasi ekonomi dan politik yang terus memburuk. Krisis di lapangan ekonomi dan politik terjadi hampir di setiap regional, baik itu Eropa, Amerika, Afrika hingga Asia. Masalah krisis ekonomi, isu keamanan, konflik hingga peperangan terus terjadi di berbagai regional dan tidak menunjukan kemajuan berarti. Krisis ekonomi dan keuangan terus terjadi dan harus ditanggung sebagian besar oleh rakyat di dunia, terutama klas pekerja.
Kondisi tersebut diperburuk dengan terpaan Pandemi Covid-19 sejak akhir tahun 2019. Korban Covid-19 terus berjatuhan, per 22 April 2020 secara global total orang yang terinfeksi sebanyak 2.553.435 orang, sementara itu korban meninggal dunia 177.293 orang. Amerika Serikat, Italia dan Spanyol adalah negara dengan jumlah kasus dan angka kematian tertinggi dari total 210 negara terdampak wabah.
Seluruh pemerintah di berbagai negeri dalam dominasi imperialis AS menjalankan kebijakan yang serupa dalam penanganan pandemi, yaitu menyelamatkan sektor keuangan dan perusahaan besar dengan mengorbankan nasib dan kondisi miliaran rakyat. Tentu beban krisis yang semakin dalam ini akan dilimpahkan kepada rakyat, khususnya klas buruh. Secara global, International Labour Organization (ILO) mencatat sebesar 81% atau 2,67 Miliar pekerja di seluruh dunia dihadapkan dengan penutupan sementara perusahaan, dan 1,25 miliar buruh di antaranya dalam kondisi terkena PHK, pemotongan upah dan pengurangan waktu kerja.
Di Indonesia, Di bawah kekuasaan Joko Widodo (Jokowi) telah semakin menindas dan memerosotkan penghidupan seluruh buruh dan rakyat Indonesia. Rezim Jokowi terus menipu rakyat dengan program strategisnya dan aturan-aturan sebagai pelaksanaan Paket Kebijakan Ekonomi neoliberal, sejak tahun 2015, yang membiarkan perampokan kapitalis monopoli internasional, menguatkan monopoli tanah dalam sistem pertanian terbelakang, industri terbelakang yang bergantung pada utang dan investasi asing serta mengandalkan upah murah bagi buruh! Ini pula yang menjadikan industi dan sektor kesehatan di Indonesia tidak berkembang dan tetap terbelakang. Sementara, rakyat terus dipaksa untuk menanggung beban krisis.
Pemerintah terus memperbaharui kebijakan ekonomi agar dapat melayani dan melindungi arus kapital milik imperialis AS. Investasi dan hutang terus digenjot lebih besar dan berharap adanya pemasukan. Bahkan di tengah Pandemi Covid-19, pemerintahan Jokowi tetap berupaya untuk memberikan stimulus dan kemudahan bagi korporasi dalam negeri maupun milik imperialis. Di saat Tiongkok sedang berjibaku dengan Covid-19, pemerintah Indonesia justru terus berkeras untuk mengesahkan RUU Cipat Kerja yang ditolak oleh berbagai gerakan demokratis rakyat. Lebih buruk lagi, pemerintah justru memanfaatkan bencana Covid-19 dengan melakukan langkah stimulus ekonomi untuk sektor jasa transportasi, khususnya pesawat terbang dan sektor pariwisata. Seperti apa yang diputuskan oleh Jokowi dengan memberi harga diskon 30% tiket pesawat dengan 10 destinasi wisata dengan anggaran Rp 443,39 miliar dan pembebasan pajak bagi hotel serta restoran dengan memberikan hibah kepada pemerintah daerah sebesar Rp 3,3 triliun.
Sejak kasus pertama (2 Maret 2020) hingga saat ini, pemerintah selalu bersembunyi dibalik istilah yang digonta-ganti, membaca data statistik korban setiap hari, hingga menertibkan rakyat dengan mengerahkan aparat kepolisian bahkan militer. Aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) diterbitkan dan diiringi pula dengan kebijakan untuk perlindungan sektor Industri dan perusahaan besar. Hasilnya, anggaran bertajuk penanganan Covid-19 sebesar Rp 405 triliun, hanya Rp 75 Triliun untuk sektor kesehatan, Rp 110 triliun untuk anggaran Bantuan Sosial dan sebesar Rp 220,1 triliun atau 54% dipergunakan untuk stimulus ekonomi dan insentif pajak perusahaan.
Sedangkan nasib klas buruh dan seluruh rakyat Indonesia dipertaruhkan untuk hidup di bawah terror Covid-19, PHK, pemotongan upah, tidak bisa berdagang, hingga terror dari pemerintah dengan berbagai sanksi. Saat ini lebih dari 2 juta buruh di Indonesia yang di PHK, dirumahkan dan mengalami pemotongan upah. Sebagian besar klas buruh juga tetap dipaksa untuk bekerja meskipun perusahaan tersebut tidak ada korelasinya dengan penanganan covid-19 secara langsung. Hal tersebut dilakukan oleh perusahaan demi mendapatkan super profit dan mengkambing hitamkan Covid-19 saat ini.
Krisis kesehatan di Indonesia bukanlah baru terjadi saat ini, namun selama ini kondisi sektor dan industri kesehatan memang terbelakang. Sebelum wabah Covid-19, rakyat Indonesia sudah dihadapkan dengan berbagai penyakit yang berbahaya, sebut saja stroke, jantung, diabetes, hepatitis hingga demam berdarah. Penyakit tersebut terus menghantui rakyat di tengah ketidakmampuan pemerintah memastikan ketersediaan obat dan fasilitas yang terjangkau bagi rakyat. Bahkan selama tahun 2019, angka kematian rakyat Indonesia mencapai angka 1,6 juta jiwa. Hal tersebut juga diperburuk dengan jumlah dokter di Indonesia yang sangat sedikit jumlahnya, yaitu 4,27 dokter per 10.000 populasi.
Masalah mendasar lainya adalah ketidakmampuan rakyat dalam mengakses pangan dan nutrisi yang bergizi, dikarenakan monopoli dan perampasan tanah yang kian massif. Monopoli pada sektor agraria berimbas hancurnya kedaulatan pangan rakyat. Selain menguasai tanah, tuan tanah dan borjuasi besar juga menguasai hasil produksi pertanian dari kaum tani. Membeli dengan harga yang murah dari kaum tani dan menjualnya dengan harga yang jauh lebih tinggi. Sementara itu, kaum tani dan klas pekerja lainnya di Indonesia hidup dengan upah rendah dan tidak mampu untuk menkonsumsi makanan yang bergizi, apalagi jika harus menambahnya dengan vitamin. Hal tersebut berimbas menjadi bencana kelaparan, gizi buruk, semakin rentannya rakyat terhadap berbagai penyakit, termasuk yang disebabkan oleh virus.
Data menunjukan bahwa 22 juta rakyat Indonesia mengalami kelaparan. Begitu pula dengan kondisi balita Indonesia, lahir dari rahim rakyat miskin yang sulit mengakses pangan dan nutrisi bukanlah takdir. Namun kenyataanya, UNICEF pada tahun 2019 menyatakan di Indonesia terdapat 50 – 59% mengalami pertumbuhan yang tidak baik diakibatkan oleh masalah gizi.
Klas buruh Indonesia sudah sangat menderita sejak sebelum adanya wabah Covid-19. Nilai upah yang semakin rendah, ketidakpastian kerja, beban pajak dan pungutan negara yang semakin memberatkan, dan teror negara atas hak demokratis buruh untuk berserikat, berunding, aksi massa dan mogok. Penerapan formula pengupahan sesuai PP No. 78 tahun 2015, yang didasarkan pertumbuhan ekonomi atau Produk Domestik Bruto atau PDB, sesungguhnya mengikat kaki buruh.
Industri yang saat ini mengabdi pada kepentingan imperialis telah puluhan tahun menunjukan ketidakbergunaanya bagi kehidupan rakyat. Hal tersebut semakin terlihat dalam menghadapi krisis kesehatan saat ini. Pemerintah tidak memiliki satupun industri sektor kesehatan yang dapat dipergunakan untuk melayani kebutuhan rakyat. Obat dan bahan bakunya, alat Rapid Test, alat pelindung diri, hingga masker harus menunggu berhari-hari untuk datang impor dari luar negeri. Ingat, rakyat tidak akan bisa terjamin kesehatanya jika 95% bahan baku obat harus dipenuhi dari impor.
Tidak ada jalan keluar dari krisis ini kecuali dijalankannya land reform sejati dan industrialisasi nasional yang mandiri. Siapapun yang berkuasa dengan menjadi kaki tangan dan mendapat dukungan imperialis Amerika Serikat akan terus melanggengkan kekuasaan yang melayani perampokan kapitalis monopoli internasional, menguatkan monopoli tanah, industri terbelakang yang bergantung pada utang dan investasi asing serta mengandalkan upah murah bagi buruh! Tentunya, kekuasaan saat ini telah terbukti menyengsarakan dan menyakiti rakyat.
Berdasarkan pada seluruh kenyataan tersebut, Front Perjuangan Rakyat (FPR) dalam peringatan Hari Buruh Internasional (May Day) 1 Mei 2020 ini menyatakan sikap:
- Hentikan PHK dan Pemotongan Upah Buruh. Berikan Buruh dan seluruh rakyat jaminan kesehatan, pekerjaan, dan kebutuhan hidup!
- Liburkan Buruh yang bekerja pada sektor non kesehatan, energi dan pangan. Berikan tambahan upah dan perlindungan memadai bagi buruh yang tetap bekerja!
- Cabut seluruh aturan yang merampas upah dan kerja bagi klas buruh! Batalkan segera RUU Omnibus Law Cipta Kerja dan seluruh rencana aturan perundang-undangan yang merugikan buruh dan seluruh rakyat Indonesia!
- Berikan Obat, Tes Massal, dan Pelayanan Kesehatan Gratis bagi buruh dan seluruh rakyat!
- Berikan jaminan akses dan ketersediaan pangan yang bergizi dengan harga murah!
- Berikan perlindungan dan insentif yang layak bagi seluruh dokter dan tenaga kesehatan yang berjuang mengatasi pandemi Covid-19!
- Laksanakan reforma agraria sejati dan pembangunan industri nasional yang mandiri!
Dalam momentum kali ini Front Perjuangan Rakyat juga menyerukan kepada seluruh rakyat di Indonesia untuk terus memperkuat persatuan bersama klas buruh dan seluruh rakyat tertindas untuk terus memajukan perjuangan demokratis nasional demi terbebasnya rakyat dari belenggu imperialisme, feodalisme, dan kapitalis birokrat.
Jakarta, 1 Mei 2020
Hormat Kami,
Front Perjuangan Rakyat
Rudi HB. Daman
Koordinator Nasional
Front Perjuangan Rakyat (FPR):
Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) – Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) – Serikat Perempuan Indonesia (SERUNI) – Pemuda Baru Indonesia (PEMBARU) – Front Mahasiswa Nasional (FMN) – Keluarga Besar Buruh Migran Indonesia (KABAR BUMI) – Serikat Demokratik Mahasiswa Nasional (SDMN) – Institute for National and Democracy Studies (INDIES)
x