Menaker RI : Surat Edaran (SE) Nomor M/6/HI.00.01/V/2020 Hasil Kesepakatan Bersama Lembaga Kerja Sama Tripartit Nasional (LKS Tripnas)
Poto: Menaker RI, Ida Fauziyah INFO GSBI-Jakarta. Menaker RI , Ida Fauziyah menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor M/6/HI.00.01/V/2020 Tentan...
https://www.infogsbi.or.id/2020/05/menaker-ri-surat-edaran-se-nomor.html?m=0
Poto: Menaker RI, Ida Fauziyah |
Dalam SE tersebut, Menaker meminta para gubernur memastikan perusahaan agar membayar THR keagamaan kepada pekerja sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Menaker juga menyampaikan agar pelaksanaan pemberian THR Keagamaan tahun 2020 efektif, Gubernur juga diharapkan untuk membentuk Pos Komando (Posko) THR Keagamaan Tahun 2020 di masing-masing provinsi dengan memperhatikan prosedur/protokol kesehatan pencegahan penularan Covid-19.
Namun di pasal lainnya dalam SE tersebut menyatakan bahwa perusahaan boleh membayar THR secara bertahap (mencicil) dan menunda pembayaran apabila dianggap tidak mampu.
Klausul ini, bahkan secara keseluruhan SE M/6/HI.00.01/V/2020 mendapat banyak reaksi protes dan kecaman dari kalangan serikat pekerja/serikat buruh, terutama serikat pekerja/serikat buruh pada tingkat cabang dan perusahaan. Mereka kompak menolak.
Reaksi SP/SB inipun langsung mendapat tanggapan dari Menkaer RI, Ida Fauziah yang menyatakan bahwa, Dalam penyusunan Surat Edaran THR Keagamaan ini, Menaker dan Kemnaker RI telah melakukan beberapa kali dialog dengan para pengusaha yang tergabung dalam Apindo dan dengan Serikat Pekerja/Serikat Buruh.
Lebih lanjut, Ibu Menteri menjelaskan, SE THR ini pun telah dibahas dan menjadi kesepakatan bersama Lembaga Kerja Sama Tripartit Nasional (LKS Tripnas) dalam sidang pleno LKS Tripnas.
Artinya diterbitkatnya SE ini telah mendapatkan persetujuan dari Serikat Pekerja/Serikat Buruh yang ada di LKS-Tripnas.
Ketua Umum GSBI Rudi HB. Daman mengetahui penjelasan dari Menaker tersebut langsung memberikan respon, “Secara pribadi dan organisasi GSBI tidak kaget, tidak heran atas penjelasan Menaker tersebut. GSBI sudah menduga nya sejak awal seperti itu. Sebab sebenarnya semua regulasi Ketenagkerjaan yang akan keluar dan yang sudah keluar semuanya itu melalui proses pembahasan di LKS-Tripartit Nasional yang didalamnya juga ada unsur perwakilan Serikat Pekerja/Serikat Buruh terutama di wakili oleh Konfederasi”.
Sebutnya saja PP Nomor 78 tahun 2015, rencana Revisi UUK 13 tahun 2003 dan lain-lainnya, semua itu juga di bahas terlebih dahulu dengan Serikat Pekerja/Serikat Buruh yang duduk di LKS Tripnas.
Cuma ya itu, perwakilan buruh di LKS-Tripnas tidak pernah terbuka, tidak pernah jujur kepada buruh. Seolah-olah mereka bukan mewakili suara dan kepentingan buruh.
Jadi tidak usah heran, kalau banyak tuntutan buruh, gerakan penolakan kebijakan oleh buruh dan serikat buruh di lapangan tidak menemukan hasil konkritnya, karena banyak di bajak oleh pimpinan serikat pekerja/serikat buruh nya itu sendiri di tingkat atasnya.
Di lapangan mereka berteriak tolak, bahkan mengerahkan anggotanya sampai demo dan lainnya. Tapi di belakang mereka bertemua dengan pembuat kebijakan, bahkan membuat kesepakatan-kesepatan tertentu yang banyaknya merugikan buruh. Ungkap Rudi. []
Mohon maaf kami luruskan bahwa PP 78/2015 dan rencana revisi UU.13/2003 tidak pernah dibahas di dalam agenda LKS tripnas...Monggo konfirmasi ke anggota LKS tripnas kalo mau penjelasan tidak usah menduga duh.
BalasHapusTerkait dengan se menaker, juga tidak dibahas di LKS, akan tetapi ada agenda LKS yang membahas mekanisme pemberian THR bagi perusahaan yang mengalami dampak covid 19...yang kesimpulannya pertama thr wajib diberikan kepada pekerja/buruh sesuai dengan permenaker 6/2016, kedua bagi perusahaan yang mampu wajib membayar THR sesuai dengan ketentuan permenaker 6/2016. Ketiga bagi yang tidak mampu dan dibuktikan dengan laporan keuangan yang transparan maka mekanisme pembayaran bisa di dialogkan dengan pekerja atau serikat pekerja. Hasil kesepakatan ini wajib dilaporkan ke Disnaker setempat...