Dinas Ketenagakerjaan Jombang Rasa Pengusaha
Dinas Ketenagakerjaan Jombang Rasa Pengusaha Di Tulis Oleh : Hadi Purnomo, Ketua SBPJ-GSBI PT. SGS Jombang "Pengusaha yang terlambat me...
https://www.infogsbi.or.id/2020/06/dinas-ketenagakerjaan-jombang-rasa.html?m=0
Di Tulis Oleh : Hadi Purnomo, Ketua SBPJ-GSBI PT. SGS Jombang
"Pengusaha yang terlambat membayar THR Keagamaan kepada pekerja/buruh dikenai denda, sedangkan pengusaha yang tidak membayar THR dapat dikenai sanksi administratif hingga penghentian sebagian usaha,"
"THR Keagamaan merupakan pendapatan non upah yang wajib dibayarkan oleh pengusaha kepada pekerja/buruh, paling lambat 7 hari sebelum hari raya keagamaan,".
Ida Fauziyah, Menteri Ketenagakerjaan RI (kemnaker.go.id, Senin, 11 Mei 2020).
INFO GSBI-Jombang. Jumat 05 Juni 2020, kami pimpinan SBPJ-GSBI PT. SGS Jombang (Sampoerna Kayoe) menerima surat dari Disnaker Kabupaten Jombang perihal undangan fasilitasi Klarifikasi atas permasalahan pelanggaran hak THR tahun 2020 yang terjadi di PT. SGS Jombang yang kami (SBPJ-GSBI) laporkan pada akhir bulan Mei 2020 lalu.
Agenda pertemuan fasilitasi klarifikasi ini dijadwalkan pada hari Senin 8 Juni 2020 pukul 12.30 Wib) bertempat di kantor Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Jombang.
Mengingat pentingnya pertemuan ini, kami SBPJ-GSBI menyiapkan berkas-berkas serta data-data yang telah di kumpulkan selama ini, termasuk menetapkan tim yang akan menghadiri pertemuan tersebut. Setelah rapat pimpinan organisasi Hadi Purnomo (Ketua), Hadi Siswanto (Sekretaris), M. Munadi (Ka. Dept. Hukum dan Advokasi), Karyono, Syam Joeniar dan Strisno sebagai petugas yang akan menghadiri undangan Disnaker Kabupaten Jombang.
Ini Pokok pengaduan yang di sampaikan SBPJ-GSBI kepada Disnaker Kabupaten Jombang dan Pengawas Ketenagakerjaan serta Kemnaker RI di Jakarta.
Dengan berlindung karena terdampak Covid 19 dan Surat Edaran (SE) Menkaer RI nomor M/6/HI.00.01/V/2020, PT. SGS Jombang (Sampoerna Kayoe) yang beralamat di Jl. Terusan Jati Pelem, Katanon, Diwek, Kabupaten Jombang Jawa Timur, perusahaan yang bergerak dalam Industri Pengolahan Kayu (Plywood) dan berada di bawah bendera merks (brend) SAMPOERNA KAYOE yang kantor pusat di Sampoerna Strategic Square, North Tower, 21st Floor, Jl. Jend. Sudirman Kav. 45-46, Jakarta 12930, Indonesia ini dalam pelaksanaan pembayaran Hak THR tahun 2020 melakukan penangguhan (penundaan) pelaksanaan pembayaran hak THR buruhnya, Keterlambatan waktu dalam pembayaran hak THR buruh nya dan ada 42 (empat puluh dua) orang buruh Hak THR nya hingga saat ini belum di bayarkan pihak perusahaan.
- Pembayaran Hak THR Buruh di cicil selama dua kali, yaitu di bayarkan pada bulan Mei 2020 sebesar 50% dan sebesar 50% nya lagi akan di bayarkan pada bulan Desember 2020.
- Pelaksanaan kebijakan ini tanpa ada kesepatan dan/atau persetujuan dengan serikat pekerja-serikat Buruh yang ada di Perusahaan dalam ini (SBPJ-GSBI dan SPBI PT. SGS Jombang).
- Bahwa di PT. SGS Jombang berdiri ada 2 (dua) Serikat Buruh yaitu SBPJ-GSBI dan SPBI yang kesemuanya tercatat di Disnaker Kabupaten Jombang. Dimana Mayoritas buruh menjadi anggota serikat buruh.
- Dalam proses perundingan yang masih berlangsung dengan Serikat Buruh, pihak perusahaan mengorganisir orang per-orang buruh untuk bersedia menandatangani Perjanjian Bersama (PB) yang telah di siapkan perusahaan, yang intinya buruh harus bersedia menerima pembayaran THR dengan cara di cicil. Buruh di Intimidasi dan di Ancam apabila buruh tidak bersedia menandatangani PB yang di edarkan perusahaan, maka hak THR buruh tidak akan di bayarkan.
- Bahwa karena menolak menandatangani Perjanjian Bersama (PB) yang di sodorkan perusahaan, ada 42 (empat puluh dua) orang buruh PT. SGS-Jombang Hak THR nya hingga saat ini tidak dibayarkan oleh perusahaan.
- Pembayaran hak THR ribuan buruh PT SGS Jombang mengalami keterlambatan. Karena perusahaan baru membayarkan THR sebagian besar buruhnya dilakukan pada tanggal 18 s/d 22 Mei 2020 untuk pembayaran tahap pertama (50% di bulan Mei).
Padahal walaupun perusahaan berdasarkan pada Surat Edaran (SE) bernomor M/6/HI.00.01/V/2020, dimana pembayaran THR dapat dilakukan secara bertahap atau ditunda, perusahaan tetap wajib memberikan THR paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum hari raya keagamaan.
Maka, bila lebaran jatuh pada tanggal 24 Mei 2020, maka batas terakhir pencairan adalah Minggu 17 Mei 2020. Jika perusahaan telat membayar bahkan sampai Senin 18 Mei 2020, maka sejumlah denda dan sanksi menanti perusahaan.
Hal ini sudah dijelaskan oleh Menaker RI Ibu Ida Fauziyah, "Pengusaha yang terlambat membayar THR Keagamaan kepada pekerja/buruh dikenai denda, sedangkan pengusaha yang tidak membayar THR dapat dikenai sanksi administratif hingga penghentian sebagian usaha,". "THR Keagamaan merupakan pendapatan non upah yang wajib dibayarkan oleh pengusaha kepada pekerja/buruh, paling lambat 7 hari sebelum hari raya keagamaan". (kemnaker.go.id, Senin, 11 Mei 2020).
Ketentuan denda dan sanksi soal keterlambatan pembayaran THR diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan RI Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan. Pada Pasal 10 Peraturan Menteri mengenai THR tersebut, menyebutkan bahwa:
“Perusahaan yang telat membayar THR keagamaan didenda 5 persen dari total THR yang harus dibayarkan. Akan tetapi, sanksi denda tidak menghapus kewajiban perusahaan untuk tetap memberikan THR. Denda dikelola dan dipergunakan untuk kesejahteraan Pekerja/Buruh.”
Pada Pasal 11 Peraturan Menteri tersebut juga menyebutkan apabila perusahaan tidak membayar THR kepada Pekerja/Buruh dapat dikenai sanksi administratif berupa:
Teguran tertulis;
Pembatasan kegiatan usaha;
Penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi; dan
Pembekuan kegiatan usaha.
Samko Timber yang melakukan rebranding menjadi PT Sumber Graha Sejahtera (SGS) dengan merek dagang Sampoerna Kayoe, telah berkiprah selama 40 tahun dalam bisnis kayoe olahan yang memiliki kegiatan Operasional di 6 (enam) pabrik pengolahan utama di Jawa, Sumatera, dan Sulawesi serta 10 (sepuluh) pabrik veneer satelit di Jawa dan Sumatera.
Dengan prinsip Tata Kelola Perusahaan Sampoerna Kayoe yaitu mengakui pentingnya praktik tata kelola perusahaan yang baik yang membantu menjaga akuntabilitas yang kuat dan efektif di mana dewan direksi memastikan pedoman perusahaan adil dan transparan. PT Sumber Graha Sejahtera (SGS) Sampoerna Kayoe saat ini menjadi pemain utama di Industri produk kayu olahan di Asia Tenggara, Jepang, Korea, dan Amerika Serikat, bahkan tidak hanya di Asia Tenggara, Sampoerna Kayoe juga sudah menjangkau ekspor ke-40 negara termasuk Aljazair, Kroasia sampai Amerika Serikat dan Puerto Riko dengan menguasai empat pasar dengan market share rata-rata sekitar 35 persen.
Namun, sayang prinsip tatakelola perusahaan dan pencapaian perusahaan yang baik ini hanya manis di bibir dan teksbook saja tidak beriringan dengan pemenuhan hak-hak buruh dan peningkatan kesejahteraan buruh dan keluarganya yang berkontribusi besar dalam usaha PT. SGS Sampoerna Kayoe ini.
Di lapangan terutama di pabrik-pabrik pengolahan banyak praktek pelanggaran hak buruh dan tindakan semena-mena manajemen, ketidak adilan dan pelanggaran hukum terutama norma kerja, jaminan sosial termasuk norma bisnis dan HAM, seperti yang terjadi di PT. Sumber Graha Sejahtera Jombang-Jawa Timur.
Berharap ditolong, datang penolong ternyata malah ikut menodong
Sesuai jadwal (8 Juni 2020) pertemuanpun berlangsung di kantor Disnaker Kabupaten Jombang. Pertemuan ini dipimpin langsung Kabid Hubungan Industrial dan Syarat Kerja (HI&Syaker) Disnakertrans Kabupaten Jombang yang didampingi stafnya, pihak perusahaan PT. SGS Jombang (Sampoerna Kayoe) sebanyak 3 (tiga) orang yaitu Bapak. Achmad Septyanto (Kepala HRD), Heri Satriyono dan Eko (staf HRD) serta 2 (dua) pejabat UPTD Pengawasan Ketenagakerjaan Provinsi Jawa Timur.
Namun pertemuan ini sangat di sayangkan, alih-alih untuk melakukan klarifikasi atas pokok permasalahan pengaduan SBPJ-GSBI PT SGS Jombang (Sampoerna Kayoe) dan pihak Disnaker (pemerintah) dalam hal ini yang seharusnya menjadi pihak penengah, memberikan solusi dalam menegakkan aturan hukum ketenagakerjaan ini malah cenderung memihak dan menyalahkan Serikat Buruh dengan membenarkan semua argumen dan alasan perusahaan PT. SGGS Jombang (Sampoerna Kayoe) yang tidak membayar hak THR ke 42 orang buruh serta masalah denda keterlambatanya.
Bagaimana tidak keadaan dalam forum menjadi jungkir balik. Kami justru berdebat beradu tefasiran dan pelaksanaan aturan hukum dengan pihak Disnaker Kabupaten Jombang dan Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan.
Semua cerita, alasan dan argumentasi perusahaan tidak membayar THR kepada 42 orang buruhnya, penangguhan dan membuat Perjanjian Bersama (PB) yang dilakukan perusahaan dengan cara buruh di Intimidasi, di ancam di benarkan, di bela oleh pihak Disnaker Kabupaten Jombang dan Pegawai Pegawas Ketenagkerjaan Provinsi Jawa Timur.
“Sama sekali tidak ada satupun kalimat, tindakan dan perbuatan PT. SGS Jombang Sampoerna Kayoe melakukan pelanggaran dalam masalah pelaksanaan hak THR buruh di perusahaan”. Demikian lah kira-kira pendapat dan kesimpulannya pihak pemerintah (Disnaker Jombang dan Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan) yang kami kami tangkap dalam pertemuan tersebut. Berharap ditolong, datang penolong ternyata malah penolong yang di harapkan itu ikut menodong.
- Menurut Kabid. HI dan Syaker Disnaker Kabupaten, bahwa yang dimaksud dari keterlambatan pembayaran THR adalah keterlambatan pembayaran THR dari kesepakatan waktu pembayaran THR yang disepakati antara pengusaha dengan buruh/serikat buruh dan oleh karena sesuatu hal pengusaha terlambat dalam pembayaranya ... Dalam arti tidak seperti yang di atur dalam Permen 06 tahun 2016.
- Begitu juga dengan pengenaan denda keterlambatan pembayaran THR, dikatakan; “Pengenaan Denda keterlambatan pembayaran THR dikenakan akibat dari adanya keterlambatan pembayaran THR atas waktu pembayaran THR yang disepakati oleh pengusaha dengan buruh/serikat buruh…
- Pembuatan Perjanjian Bersama (PB) yang di lakukan perusahaan, boleh saja dan itu sah secara hukum. Tidak mesti harus ada persetujuan dan/atau kesepatan dengan serikat buruh.
- Laporan Keuangan Internal Perusahaan, sebagai syarat untuk bahan dialog/berunding dengan serikat untuk mencari solusi bersama. “Proses dialog tersebut dilakukan secara kekeluargaan, dilandasi dengan laporan keuangan internal perusahaan yang transparan, dan itikad baik untuk mencapai kesepakatan”. Tidak dihadirkan, disampaikan dan/atau diberikan perusahaan PT. SGS Jombang kepada buruh dan serikat buruh tidak masalah bukan satu pelanggaran atau alasan yang harus dipermasalahkan oleh serikat buruh.
Dalam perkara ini, SBPJ GSBI mempersoalkan bahwa perusahaan dalam mengeluarkan kebijakannya menunda pembayaran THR tidak melalui kesepakatan dengan serikat buruh, proses dialog atau perundingan tidak dilakukan secara kekeluargaan, dilandasi dengan laporan keuangan internal perusahaan yang transparan, dan itikad baik untuk mencapai kesepakatan.
Dimana perusahaan tidak memberikan langsung kepada serikat buruh laporan keuangan, tapi perusahaan hanya menyampaikan bahwa laporan keuangan perusahaan ada dan dapat di akses di website perusahaan. Meski dokumen yang dimaksud oleh perusahaan memang bisa di akses namun semua laporan tersebut semua dalam berbahasa asing (bahasa Inggris) dan serikat buruh menurut Disnaker yang harus menterjemahkan nya sendiri.
Tindakan dan argumentasi pejabat pegawai Disnaker Ketenagakerjaan Jombang dan Pengawas Ketenagkerjaan ini benar-benar sangat disayangkan. Padahal mereka belum pernah melakukan kerja pemeriksaan, pengawasan lapangan, turun langsung ke pabrik, pengumpulan bukti-bukti, data dan fakta, sudah berani menyimpulkan dan kompak membela pengusaha. ADA APA SEBENARNYA DENGAN DISNAKER KETENAGAKERJAAN KABUPATEN JOMBANG DAN PENGAWAS KETENAGAKERJAAN UPTD PROVINSI JATIM ????
Sebab menurut pemahan kami dan jika kita merujuk dan mendasarkan pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Peraturan Pemerintah Nomor 78 tahun 2017 tentang Pengupahan dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan RI Nomor 6 Tahun 2016 Tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan, "THR Keagamaan merupakan pendapatan non upah yang wajib dibayarkan oleh pengusaha kepada pekerja/buruh, paling lambat 7 hari sebelum hari raya keagamaan,".
Pemberian THR bagi pekerja/buruh merupakan sebuah tradisi yang sudah sejak lama ada di Indonesia. Tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan pekerja/buruh dan keluarganya dalam merayakan hari rayanya.
Pemberian THR merupakan sebuah kewajiban yang harus dilaksanakan bagi perusahaan untuk diberikan kepada pekerjanya, termasuk kepada buruh baru, seperti yang dijelaskan pada Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No 6 tahun 2016 Pasal 2; “Pengusaha Wajib memberikan THR Keagamaan kepada Pekerja/Buruh yang telah mempunyai masa kerja 1 (satu) bulan secara terus menerus atau lebih.”
Buruh Kontrak, buruh harian lepas termasuk buruh yang telah mengundurkan diri dan/atau di PHK dalam jangka waktu 30 hari sebelum hari raya keagamaan berhak mendapatkan THR.
Hal ini sudah dijelaskan dalam Permen THR Tahun 2016 Pasal 7 yang berbunyi, “Pekerja/buruh yang hubungan kerjanya berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu dan mengalami pemutusan hubungan kerja terhitung sejak 30 (tiga puluh) hari sebelum Hari Raya Keagamaan, berhak atas THR Keagamaan”
Surat Edaran (SE) Menaker RI Nomor M/6/HI.00.01/V/2020.
Untuk tahun 2020, dimasa pandemi global Covid 19 dimana banyak perusahaan terdampak. Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah menerbitkan Surat Edaran (SE) bernomor M/6/HI.00.01/V/2020 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2020 di Perusahaan Dalam Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Dalam SE tersebut menyatakan bahwa pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) dapat dilakukan secara bertahap atau ditunda, dimana sebelumnya sudah dilakukan proses dialog antara pihak perusahaan dan karyawan yang dilandasi rasa kekeluargaan dan disertai informasi mengenai kondisi keuangan perusahaan.
Diterbitkannya Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor M/6/HI.00.01/V/2020 hanya skema alternative yang diberikan oleh pemerintah dalam memberikan kelonggaran bagi pengusaha yang terdampak ditengah Pandemi Covid-19 dan tidak otomatis menggugurkan, membatalkan, ataupun menghapus kedudukan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan RI Nomor 06 Tahun 2016 tentang THR Keagamaan di perusahaan.
Secara hirarki hukumnya saja sudah jelas bahwa kedudukan Permenaker nomor 06 tahun 2016 lebih tinggi dari Surat Edaran (SE) Nomor M/6/HI.00.01/V/2020.
Jadi, walaupun berdasarkan pada Surat Edaran (SE) Nomor M/6/HI.00.01/V/2020 tersebut pembayaran THR dapat dilakukan secara bertahap atau ditunda, perusahaan tetap wajib memberikan THR paling lambat 7 hari sebelum hari raya keagamaan.
Bila lebaran jatuh pada tanggal 24 Mei 2020, maka batas terakhir pencairan adalah Minggu 17 Mei 2020. Jika perusahaan telat membayar bahkan sampai Senin 18 Mei 2020, maka sejumlah denda dan sanksi menanti perusahaan sebagaimana dinyatakan dalam pada Pasal 10 dan pasal 11 Peraturan Menteri Ketenagakerjaan RI Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan.
Maka jika perusahaan PT. SGS Jombang (Sampoerna Kayoe) tidak mampu membayar THR secara penuh pada waktu yang ditentukan peraturan perundang-undangan, atau berniat membayar hak THR buruhnya dengan cara dicicil, solusinya harus di peroleh melalui proses dialog antara pengusaha dan pekerja/buruh. Proses dialog tersebut dilakukan secara kekeluargaan, dilandasi dengan laporan keuangan internal perusahaan yang transparan, dan itikad baik untuk mencapai kesepakatan. Tapi apa yang dilakukan PT. SGS Jombang, tidak sama sekali, namun demikian oleh pihak Disnaker dan Pengawas Ketenagakerjaan di benarkan.
Pengalaman demikian dengan pihak Disnaker Kabupaten Jombang itu bukan kali ini saja kami SBPJ-GSBI alami, namun sudah sering kali dalam kasus-kasus lainnya termasuk dalam masalah pelaksanaan kebebasan hak berserikat, berorganisasi dan berunding kolektif serikat buruh (FoA) di lingkungan perusahaan PT. SGS Jombang, dan dalam pengaduan pelanggaran hak-hak buruh lainnya.
Ini yang kami maksud Disnaker Jombang Rasa Pengusaha, karena kinerjanya yang diduga melindungi dan bersekongkol dengan banyak pengusaha. Banyak pelanggaran norma kerja dan Jamsos hak-hak buruh yang terabaikan, Undang-undang yang tidak dilaksanakan perusahaan tapi di biarkan.
Selama kami ada (SBPJ) di serikat belum pernah menerima laporan pelanggaran hak-hak buruh di perusahaan-perusahaan di Kabupaten Jombang yang di terbitkan dan dipublikasi Disnaker Jombang, termasuk prestasi kinerja Disnaker Jombang dalam bidang Ketenagakerjaan itu apa saja. Sangat mininim. Padahal banyak sekali masalah ketenagekerjaan di Jombang. []