Kisah Buruh Sleman: Derita Bertubi Akibat Pandemi Covid-19
Dua buruh PT SRR yang di-PHK.Medcom.id/Mustaqim teks Kisah Buruh Sleman: Derita Bertubi Akibat Pandemi Covid-19 INFO GSBI-Sleman . Agus han...
Dua buruh PT SRR yang di-PHK.Medcom.id/Mustaqim teks |
Kisah Buruh Sleman: Derita Bertubi Akibat Pandemi Covid-19
INFO GSBI-Sleman. Agus hanya bisa pasrah. Tak ada tunjangan hari raya (THR) dari PT Saliman Riyanto Raharjo (SRR), tempatnya bekerja selama lebih dari dua tahun. Perusahaan memberhentikannya pada 5 Mei 2020, kurang dari sebulan dari jadwal pembagian THR. Perusahaan menyatakan pemberhentian terpaksa dilakukan karena pandemi covid-19.
"Saya katanya dirumahkan, tapi tidak ada keterangan jelas. Alasannya untuk efisiensi (akibat pandemi covid-19). Tidak ada perundingan juga sebelumnya," kata Agus ditemui di salah satu warung makan di Jalan Magelang Km. 14 Kecamatan Tempel, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Kamis, 13 Agustus 2020.
Lelaki 29 tahun itu merasa bingung dengan alasan manajemen PT pemasok daging ayam ke perusahaan makanan cepat saji (fast food) itu merumahkan dirinya. Ia merasa seperti di-PHK (pemutusan hubungan kerja) sepihak. Apalagi selang seminggu kemudian ia disuruh mengambil surat pengalaman kerja dan dana pencairan BPJS Ketenagakerjaan.
Ia hanya mengikuti. Namun, dana BPJS Ketenagakerjaan yang diterima itu tidak sesuai dalam hitungannya. Lebih dari dua tahun bekerja, dana BPJS Ketenagakerjaan yang ia terima tak sampai Rp500 ribu.
"Ada sekitar 160 orang senasib dengan saya yang bekerja di sana. Katanya dirumahkan tapi serasa di PHK,” ujar lelaki yang bekerja di bagian produksi ini.
Gaji belum dibayar
Sejak tak lagi bekerja di PT SRR, ia mendapat perlakuan tak adil. Gajinya sesuai UMR di Sleman, Rp1.846.000, belum dibayarkan. Tak hanya itu, uang makan dan THR yang seharusnya masih menjadi haknya juga tak didapatkan. Bahkan hingga saat ini.
Agus bersama Serikat Buruh Peternak (SBP) - Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) kemudianm menuntut hak. Mereka berdemontrasi menuntut hak para buruh kepada manajemen PT SRR pada 13 Juli lalu. Sayang, upayanya tak membuahkan hasil.
"Kami menuntut gaji bulan April agar segera dibayarkan. Kalau di-PHK, kami juga harusnya dapat pesangon," ungkapnya.
Kisah Buruh Sleman: Derita Bertubi Akibat Pandemi Covid-19
Kantor PT SRR. Medcom.id/Mustaqim teks |
Ia sempat menerima kiriman uang dari PT SRR Rp171 ribu di dalam rekening. Saat mencari tahu, kata dia, uang tersebut dinilai gaji seharinya bekerja. Agus tak tahu persis kapan hari kerjanya yang lantas membuahkan gaji itu.
"Katanya itu sudah include sama uang makan puasa. Ada juga dana kompensasi. Kami gak tahu kompensasi soal apa. Besarannya 20 persen dari gaji,” kata dia.
Agus merasa diperlakukan sesuka perusahaan sejak awal bekerja. Ia tak tahu statusnya, apakah pekerja kontrak atau karyawan, karena tak ada bukti sahih. Selain itu, memang ada tunjangan masa kerja kendati nilainya Rp2.500 per tahun.
Utang di mana-mana
Agus kini harus bekerja serabutan untuk memenuhi kebutuhan istri dan seorang anaknya. Ia pernah menjadi kuli bangunan dengan gaji Rp450 ribu per minggu. Ia merasa pendapatan itu jauh dari cukup.
Apalagi ia juga mempunyai beban angsuran di bank sebesar Rp798 ribu per bulan. Angsuran Agus ada di sejumlah bank.
"Jujur, saat ini punya utang. Namanya untuk memenuhi kebutuhan. Ada bon di warung, utang uang ke teman,” kata dia.
Rekan Agus di PT SRR, Novi Dewi Fatmawati, alami nasib serupa. Perempuan 32 tahun itu sudah tak lagi bekerja di sana. Novi harus bekerja serabutan agar kebutuhannya bersama suami dan dua anak bisa terpenuhi. Ia berjualan makanan yang dipasarkan secara online atau daring.
"Pas itu juga suami saya dirumahkan dari tempat kerjanya. Lalu motor saya diambil DC (debt collector) karena digadaikan untuk memenuhi kebutuhan,” kata warga Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman ini.
Tak dihargai
Bekerja lebih dari empat tahun di PT SRR, Agus merasa seolah tak dihargai. Apa yang dialami Agus, juga dialami Novi. Misalnya, transferan klaim gaji sehari dari PT SRR hanya mendapat Rp97 ribu. Novi mengibaratkan Lebaran 2020 menjadi masa yang sangat sulit. Meskipun, ia dan keluarganya berusaha bisa menerima.
“Ya, dijalanin saja,” kata dia.
Reno Fernando, 34 tahun, senasib dengan Agus dan Novi. Setelah bekerja di PT SRR empat tahun, ia kini menganggur. Ia hanya mengandalkan istrinya untuk bisa memenuhi kebutuhan keluarga.
"Saya nyambi ikut bantu kakak di bagian pertukangan sambil bantu garap sawah orang tua,” ujarnya.
Agus, Novi, dan Reno hanya bisa berharap haknya segera dipenuhi PT SRR. Selain itu, mereka juga berharap bisa segera mendapat pekerjaan yang lebih baik.
Banyak aturan dilanggar
Kepala Divisi Advokasi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, Julian Dwi Prasetya, mengatakan, proses pendampingan buruh itu sudah melewati bipartit. Ia mengatakan proses tripartit sempat digelar namun masih mandek.
“Kita sudah sampai tripartit. Masih deadlock. Mempertemukan perusahaan, buruh, dan difasilitasi Dinas Ketenagakerjaan. Jika nanti tak ada kesepakatan akan dilanjutkan di pengadilan,” kata dia.
Julian menegaskan buruh menuntut agar haknya sesuai UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan bisa dipenuhi PT SRR.
Menurut dia, ada berbagai dugaan pelanggaran aturan perburuhan yang ditabrak perusahaan beralamat di Jalan Gito Gati Nomor 9, Grojogan, Desa Pandowoharjo, Kecamatan Sleman, Kabupaten Sleman, itu. Selain tak membayar gaji dan THR, perusahaan itu juga mempekerjakan sebagian buruh dengan status buruh harian lepas.
“Sama saja menghilangkan kewajiban perusahaan. Pemberangusan hak. Padahal, ada pekerja yang masa kerjanya lebih dari 10 tahun. Jadi hitungannya dari nol lagi. Harusnya ada penghargaan masa kerja ya. Ini triknya perusahaan saja,” kata dia.
Ia belum tahu sampai kapan persoalan buruh dengan perusahaan ini selesai. Ia berharap perusahaan memiliki iktikad baik dengan memenuhi hak buruh.
“Kalau ada iktikad baik (persoalan) akan segera selesai. Buruh membuka diri apabila perusahaan ingin memenuhi hak-hak buruh. Kalau tak ada iktikad baik, ya bisa lama,” ungkapnya.
Medcom.id berusaha mengonfirmasi PT SRR dengan menghubungi salah satu anak pemilik PT SRR, namun tak ada respon. Upaya konfirmasi ke kantor PT SRR tak membuahkan hasil. Ada tiga petugas satuan keamanan (Satpam) saat Medcom.id mendatangi PT SRR.
“Enggak bisa langsung kalau tidak janjian,” kata seorang satpam yang mengenakan pakaian serba hitam. [ALB]#.
Ditulis oleh :Ahmad Mustaqim - 14 Agustus 2020 19:24 WIB