Pernyataan Sikap GSBI: Cabut dan Batalkan Omnibus Law Cipta Kerja
PERNYATAAN SIKAP DEWAN PIMPINAN PUSAT GABUNGAN SERIKAT BURUH INDONESIA (DPP. GSBI) GSBI dan Buruh serta Rakyat Indonesia Menolak Omnibus Law...
PERNYATAAN SIKAP DEWAN PIMPINAN PUSAT GABUNGAN SERIKAT BURUH INDONESIA (DPP. GSBI)
GSBI dan Buruh serta Rakyat Indonesia Menolak Omnibus Law Cipta Kerja, Segera Cabut dan Batalkan UU Omnibus Law Cipta Kerja !!!
Salam Demokrasi !!
Sebagaimana di ketahui bersama, bahwa pada hari ini Senin 5 Oktober 2020 Omnibus Law RUU Cipta Kerja telah resmi di sahkan oleh DPR RI dalam Sidang Paripurna menjadi Undang-Undang Cipta Kerja.
Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) sebagai pusat perjuangan serikat buruh dan buruh di Indonesia yang berwatak Independen, Militan, Patriotik dan Demokratik yang sejak awal konsisten menolak omnibus law RUU Cipta Kerja (seluruhnya), menyayangkan dan mengecam keras sikap Pemerintah dan DPR RI yang terus menutup mata dan telinga terhadap aspirasi rakyat dan jutaan buruh Indonesia, dengan sikap tetap melanjutkan pembahasan dan mengesahan Omnibus Law RUU Cipta Kerja menjadi Undang-Undang ditengah pandemi Covid 19. Untuk itu GSBI MENYATAKAN MENOLAK OMNIBUS LAW CIPTA KERJA DAN MENUNUT UNTUK SEGERA DI BATALKAN DAN DI CABUT OMNIBUS LAW UU CIPTA KERJA.
Sikap rezim Jokowi dan DPR RI yang tetap mengesahan Omnibus Law RUU Cipta Kerja di tengah pandemi Covid 19 yang saat ini semakin buruk penanganannya, semakin membuktikan dan menjelaskan bahwa rezim Jokowi dan DPR-RI adalah rezim kaki tangan Imperialisme, penghamba dan budak dari Borjuasi Monopoli Internasional, Borjuasi Besar Komprador dan tuan tanah, rezim anti rakyat, penghisap dan penindas rakyat Indonesia, rezim yang tidak memiliki hati nurani dan tidak memiliki empati kepada rakyat, kepada kaum buruh Indonesia yang saat ini sedang bertaruh nyawa ditengah ancaman bahaya virus corona (Covid19), pemberhentian kerja (PHK), pemotongan upah, kehilangan pendapatan, merosotnya daya beli rakyat ditengah kemorosotan pertumbuhan ekonomi, dengan vulgar terus mengangkangi rakyat dan menunjukkan loyalitas pengabdiannya kepada tuannya-kapitalis monopoli Internasional (imperialis) dengan mengesahkan Omnibus Law RUU Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.
Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) sejak awal menilai dan menyatakan bahwa Omnibus Law UU Cipta Kerja adalah produk yang di latarbelakangi oleh ketidakmampuan negara mengatasi krisis kronis pada segala bidang yakni ekonomi, politik, dan kebudayaan. Rezim Jokowi-MA menggunakan alasan mengatasi krisis dengan terus mengikuti dikte imperialis dan membebankan krisis ke pundak klas pekerja dengan meningkatkan penghisapan ke level yang lebih tinggi lagi.
Omnibus Law UU Cipta Kerja adalah prodak hukum alat manipulasi rezim Jokowi kepada buruh dan rakyat dengan alasan untuk mengatasi hiper dan tumpang tindih serta penyederhanaan aturan, menciptakan lapangan kerja lebih besar, mensejahterakan rakyat dan memajukan Indonesia. Padahal tujuan sesungguhnya untuk memberikan kemudahan bisnis dan investasi serta intensif lainnya dalam melayani kepentingan imperialis, borjuasi besar komprador dan tuan tanah serta penyerahan sumber daya alam (SDA) Indonesia untuk dikeruk habis-habisan, sebagai cara penghancuran tenaga produktif Indonesia dengan memposisikan rakyat Indonesia dengan harga murah dihadapan investor, sehingga menjadikan Indonesia negeri terbelakang, terus bergantung dan dipaksa mengemis dengan hutang dan Investasi serta menjadi pasar bagi prodak-prodak Imperialisme. Sebagai upaya pemerintahan Jokowi untuk memperkuat dan semakin mempermudah kedudukan monopoli imperialisme di Indonesia yang telah di lakukannya sejak periode pertama berkuasa melalui paket kebijakan ekonomi jilid 1 — 16 dan regulasi lainnya, yang intinya deregulasi, liberalisasi dan privatisasi untuk memfasilitasi hutang dan investasi.
Bagaimana mungkin omnibus law ingin menciptakan lapangan kerja dengan memudahkan PHK, Upah Murah, Pasar kerja yang fleksibel, ini sama dengan memaksa rakyat bekerja dalam perbudakan. Rakyat bekerja keras tapi miskin selamanya karena keringatnya diperas secara brutal oleh borjuasi dan tuan tanah.
Maka dapat dipastikan, dibawah kekuasaan rezim Jokowi periode ke 2 (dua) penghidupan klas buruh, kaum tani serta seluruh rakyat Indonesia akan semakin menderita dan sengsara, pengangguran semakin meningkat, defisit upah buruh semakin besar, pendapat petani miskin dan buruh tani dipedasaan semakin merosot, perampasan tanah dan penggusuran semakin masif, pendidikan dikomersialkan dan semakin liberal dan lebih parah lagi masa depan pemuda mahasiswa, pelajar dan anak-anak semakin suram.
Disahkannya Omnibus Law UU Cipta Kerja menjadi Undang-Undang jelas semakin menindas dan menghisap klas buruh dan rakyat pekerja lainnya serta memberikan kemudahan dan kebebasan merampok seluruh sumber kekayaan alam dan menghisap berkali-kali lipat tenaga kerja klas buruh melalui skema investasi dan utang luar negeri. Omnibus Law UU Cipta Kerja nyata mengurangi, menghilangkan hak dan kesejahteraan yang selama ini didapat buruh, menghilangkan aspek perlindungan, dan justru malah memberikan perlindungan dan keistimewaan yang semakin besar bagi pengusaha-pengusaha besar dan tuan tanah.
Dalam Omnibus Law UU Cipta Kerja, sama sekali tidak tercermin adanya kepastian kerja, jaminan pendapatan yang layak, dan jaminan sosial bagi buruh dan seluruh rakyat. Yang ada adalah hubungan kerja dan sistem kerja yang Flexibility dan lebih Flexibility dengan penerapan Sistem kerja kontrak dan out sourching untuk semua jenis pekerjaan dan sektor industri- tidak ada jangka waktu tertentu (kontrak seumur hidup); Penghapusan UMK dan UMSK serta ditetapkannya upah berdasarkan satuan waktu-upah padat karya yang boleh lebih rendah dari upah minimum; Proses PHK semakin dipermudah dan Hak Pesangon di kurangi dari 32 bulan upah menjadi 25 bulan. Di mana 19 bulan dibayar pengsuaha dan 6 bulan dibayar BPJS Ketenagakerjaan; Penggunaan TKA semakin di permudah dan dibuka lebih luas untuk semuajenis pekerjaan yang bisa di isi TKA; Waktu kerja tetap eksploitatif-dimana pengusaha di berikan keleluasaan untuk mengatur jam kerja buruh secara fleksibel; Menambah Jam kerja lembur dari maksimal 3 jam per hari menjadi 4 jam perhari; Hak cuti besar atau istirahat panjang selama 2 (dua) bulan bagi buruh kelipatan masa kerja 6 tahun dihilangkan; Penghapusan beberapa hak bagi buruh perempuan seperti cuti haid, cuti hamil dan melahirkan (boleh cuti tapi upahnya tidak di bayar).
Omnibus Law UU Cipta Kerja nyata lebih buruk dari UU Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003 dan UU lain terdampak yang di revisi, diubah dan dihapusnya. Lebih buruk dari Undang-Undang Agraria dizaman kolonial Belanda yaitu dengan adanya pasal pemberian hak pengelolahan lahan melalui HGU langsung 90 tahun bagi Corporasi (menghidupkan kembali konsep “Domein Verklaring” pemerintahan kolonial melalui Hak Pengelolaan (HPL) yang bisa memberikan izin HGU secara langsung 90 tahun kepada korporasi-korporasi perkebunan, pelakupelaku monopoli tanah di Indonesia). Padahal, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) telah mengatur bahwa jangka waktu HGU diberikan selama 25 atau 35 tahun kepada pemohon yang memenuhi persyaratan. Dan kalau kita baca pada sejarah, pada masa penjajahan saja pemberian konsesi pada perkebunan Belanda hanya 75 tahun. Situasi ini akan semakin memperparah gap ketimpangan penguasaan tanah di Indonesia dimana saat ini saja, 1 (satu) persen orang menguasai 68 persen tanah (termasuk nilai asset tanah).
Demikian pernyataan sikap ini kami sampaikan, dan melalui sikap ini Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) menyerukan kepada seluruh buruh Indonesia secara khusus anggota GSBI untuk terus memperkuat persatuan klas buruh dan kaum tani serta diantara rakyat tertindas dan terhisap di Indonesia untuk terus mengobarkan perlawanan Menolak, Cabut dan Batalkan Omnibus Law UU Cipta Kerja serta kebijakan lainnya yang merugikan dan anti rakyat.
Jakarta, 5 Oktober 2020
HORMAT KAMI,
DEWAN PIMPINAN PUSAT
GABUNGAN SERIKAT BURUH INDONESIA (DPP. GSBI)
RUDI HB. DAMAN/Ketua Umum
EMELIA YANTI MD. SIAHAAN, S.H/ SekretarisJenderal