Penyataan Sikap dan Tuntutan Nasional GSBI May Day 2021
Penyataan Sikap dan Tuntutan Nasional Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) Dalam Peringatan Hari Buruh Internasional Satu Mei 2021 ...
Penyataan Sikap dan Tuntutan Nasional
Gabungan
Serikat Buruh Indonesia (GSBI)
Dalam
Peringatan Hari Buruh Internasional Satu Mei 2021
“Kaum
Buruh Bangkit Berjuang Untuk Industri Nasional
Berbasis
Pada Kemenangan Land Reform Sejati”
Salam Demokrasi !!!
Hari Buruh Internasional sengaja
diperingati di setiap tanggal Satu Mei sebagai alaram pembangkit, penyadar
sekaligus alaram tanda bahaya bagi seluruh kaum buruh se-dunia akan kejahatan
kaum kapitalis dan sistemnya. Peringatan Hari Buruh Internasional sekali lagi
mengingatkan dengan keras berdasarkan pengalaman nyata bahwa sekalipun hak-hak
dasar ekonomi politik dan kebudayaan kaum buruh telah ditulis dan diratifikasi
oleh Konvensi Internasional dan berbagai regulasi nasional berbagai bangsa,
tidak satu pun hak tersebut akan diberikan begitu saja, dengan sendirinya dan
cuma-cuma oleh kaum kapitalis. Pelajaran Satu Mei ratusan tahun lalu
mengingatkan kaum buruh bahwa seluruh yang bisa diperolehnya dari kapitalis dan
negaranya harus menempuh jalan berjuang. Dan perjuangan semacam itu akan terus
berlangsung hingga kaum kapitalis dan sistemnya yang lahir sejak abad ke-17 itu
lenyap dari dunia. Dunia hanya indah, adil, damai bagi kaum buruh apabila kaum
kapitalis dan sistemnya lenyap dari dunia. Produksi massal hanya cukup bagi
semua, bila keserakahan segelintir klas tersebut dapat diakhiri.
Dalam sistem kapitalis, barang
keperluan hidup produksi kaum buruh numpuk di supermarket dan gudang-gudang
raksasa sementara orang miskin kelaparan termasuk kaum buruh sendiri tidak bisa
berbuat apapun hidup untuk menjangkaunya. Daya belinya terlalu rendah karena
“daya jual tenaga kerja” nya yang ekstrem rendahnya. Mesin-mesin dan peralatan
pertanian ada di dealer-dealer menumpuk tidak terjangkau dan terpakai sementara
kaum tani harus tetap mencangkul mengerahkan sepenuh tenaga fisiknya karena
komoditasnya dan bahkan tenaga kerjanya tidak berharga. Di bawah sistem
kapitalis pengetahuan dan produksi massal modern hanya untuk memperoleh laba
semuanya berubah menjadi laba-laba monster raksasa yang menghisap keringat dan
darah kaum buruh.
Jauh disana, jauh lebih kacau!
Jutaan rakyat Amerika Serikat hidup dari pembagian dana sejumlah U.S $1400.
Presiden baru Amerika Serikat Joe Biden memaksa Kongres untuk menyetujui dana
trilyunan dollar Amerika untuk keperluan tersebut, karena upah buruh sangat
rendah dan pengangguran yang merajalela. Pada saat yang sama jutaan orang dari
berbagai negeri Amerika Latin rela membangun tenda di perbatasan Mexico agar dapat
memasuki tanah Amerika dengan dambaan hidup yang lebih baik. Seperti apa hidup
di negeri-negeri itu bila di Amerika saja orang harus dibagi uang $1400 dollar
untuk bertahan hidup?
Di Indonesia sendiri, jutaan orang
mengadu nasib mencari pekerjaan yang bisa menghidupinya ke Hongkong, Malaysia,
Arab, Korea, Australia hingga Eropa meskipun penuh penderitaan di tempat itu.
Baginya tetap lebih baik daripada bertahan di pedesaan Indonesia atau bekerja
di pabrik dan kaki lima. Mayoritas lainnya memiliki aspirasi kurang lebih sama,
pergi dari kampung, dari rumah. Salah-satu alasan tidak ambil bagian dalam
migrasi terpaksa itu karena tidak kuat berpisah dengan keluarganya. Hanya
segelintir di pedesaan yang masih ada harapan memperbaiki hidup, lainnya
menjalaninya dengan pasrah.
Hari Buruh Internasional Satu Mei
2021 diperingati dalam situasi krisis internasional semacam itu dan krisis
kronis Indonesia yang terus memburuk. Sistem kapitalisme yang sekarat dan
parasit yang hidup dari memeras kerja kaum buruh dan kaum pekerja lainnya,
imperialisme, tidak akan menyerah atau meregang nyawa begitu saja. Bahkan di
tingkat perkembangan tertinggi dan terakhirnya seperti sekarang, imperialis
berusaha mempertahankan dominasinya secara membabi buta. Kaum kapitalis tidak
hanya perampasan hasil kerja dalam pabrik-pabrik, pertanian dan perdagangan.
Pandemi COVID-19 yang sangat berbahaya dan mengancam nyawa manusia diubah
sedemikian rupa sebagai instrumen baru untuk menghisap rakyat dari seluruh
dunia dan menindas hak-hak demokratis dalam lapangan politik dan kebudayaan.
Kaum pekerja yang miskin bahkan
para pengangguran yang sudah sejak lama tidak bisa hidup dengan pekerjaan
layak, terpaksa mencukupi keperluan hidup dari apa yang disebut sebagai
“jaminan atau bantuan sosial”, kini harus ikut-ikutan membayar pemeriksaan
kesehatan, membeli dan menggunakan masker ke mana-mana. Satu bangsa harus
gotong-royong menanggung utang baru untuk membeli vaksin dari perusahaan
farmasi monopoli dunia yang dengan obat dan suplemen makananannya terus
memproduksi penyakit baru yang lebih berbahaya bagi klas buruh yang
memproduksinya dan kaum tani yang menyediakan bahan mentah bagi obatnya. Mereka
terus melahirkan varian virus, bakteri, jamur, bahkan serangga penyebarnya
dalam jumlah besar, lebih berbahaya dan tidak tertangani.
Kaum imperialis dan negaranya
beserta seluruh kaki tangannya di berbagai negeri bersatu cuci tangan atas
seluruh krisis kemanusiaan dan alam yang tengah berlangsung. Rakyat seluruh
dunia dipaksa untuk mengakui dan menerima begitu saja bahwa seluruh kerusakan
besar-besaran dari peradaban ini adalah akibat dari kebijakan, keputusan dan
tindakan bersama, tindakannya rakyat juga! Sungguh sulit dibayangkan, bahwa
raihan hasil kerja keras umat manusia dan capaian tertinggi dari perjuangannya
di dunia ini di bawah kapitalis monopoli internasional hanyalah manusia yang
tidak bebas ke mana-mana dan menggunakan masker di jalan-jalan, di tempat
tinggal hingga tempat tidur.
Penderitaan bahkan kefrustrasian
meluas di kalangan kaum buruh, kaum tani, berbagai klas dan sektoral pekerja
lainnya. Mempertahankan hidup dan hak dasar demokratis yang tersisa di tangan,
jelas memerlukan kerja dan pertarungan yang tidak biasa. Buruh yang telah
memiliki kesadaran maju di beberapa negeri imperialis membulatkan tekad hingga
ujung kemampuannya memobilisasi kaum buruh lainnya untuk menggempur klas
reaksioner yang berkuasa. Mereka mengadakan demonstrasi, pawai, pemogokan umum
damai yang keseluruhannya berakhir dengan kekerasan bersenjata. Kaum buruh yang
berkesadaran maju, sadar sepenuhnya bahwa tuntutan perbaikan sistem tidak
relevan lagi dengan krisis yang telah berubah sedemikian rupa menjadi mesin
jagal klas reaksioner yang sangat jahat atas para pekerja.
Pandemi Covid-19 telah dua tahun menyerang
dunia. Mesin militer dan kepolisian bersenjata lengkap menjaga jalan-jalan
utama dan bangunan institusi utama serta kekayaan klas yang berkuasa di seluruh
dunia dari aksi massa, termasuk di negeri imperialis yang menyebut dirinya
sendiri sebagai negeri demokrasi liberal dengan “dunia bebas dan masyarakat
terbuka”. Kaum kapitalis monopoli internasional dan negaranya telah menjadikan
Covid-19 sebagai dasar yang sangat “manusiawi” untuk menanamkan kapital
finansnya yang “tidak berperikemanusiaan” dalam jumlah sangat besar berupa
utang dan investasi di negeri-negeri miskin seperti Indonesia, yang untuk
membeli vaksin Covid-19 pun harus utang dan antri.
Lihat para pemimpin Indonesia.
Setiap hari membanggakan dan memuja kerjanya sendiri bahwa Indonesia adalah
negeri terbesar ke-tiga dalam memberikan vaksin pada rakyatnya setelah China
dan India. Mereka tidak mempertanyakan kemampuan diri dan bangsanya serta
kemampuan ratusan bangsa terbelakang lainnya kenapa tidak bisa membuat vaksin
Covid-19. Bahkan formulasi vaksin dunia lainnya diberi nama Vaksin Nusantara.
Mereka bersujud sukur tiada terkira karena merasa sukses “melobi” perusahaan
farmasi jahanam besar untuk mendahulukan pesanannya. Salah-satu Gubernur di
Brazil, calon presiden penantang Presiden Bolsonero, mati-matian berusaha
mendatangkan vaksin sendiri dari China agar dapat memenangkan pemilihan
presiden mendatang di Brazil. Dan Bolsonero sendiri dianggap anti rakyat karena
menghalangi upaya itu.
Serikat buruh sejati menyadari
seluruh kondisi ini sebaik-baiknya, mencatatnya sebagai bukti kejahatan
kapitalis sekarat dan paraistis, yaitu imperialisme beserta kaki tangannya di
Indonesia. Pada saat kaum buruh membutuhkan tambahan uang untuk bertahan hidup,
pemerintah menawarkan vaksin dan memperketat protokol kesehatan. Mereka
divaksin pada saat tidak ada lagi makanan yang bisa dikunyah untuk mengganjal
perut. Uang habis untuk belanja vaksin, selisih pembelian impor tidak pernah
kecil. Mereka berlomba menyatakan dirinya paling berjasa dalam pengadaannya
agar dapat menjadi pihak paling berhak memperoleh selisih harga vaksin impor
tersebut.
Tunjangan Hari Raya Idul Fitri
(THR) membutuhkan pertarungan untuk mendapatkannya. Jauh sebelum Pandemik
Covid-19, pembayaran THR untuk buruh selalu membutuhkan perjuangan keras
seperti sekarang. Tidak ada yang diberikan begitu saja, secara cuma-cuma, tidak
ada kaum kapitalis yang bisa memberi THR dengan tulus dan iklas. Kaum kapitalis
akan bangkrut, berhenti menjadi kapitalis bila tiba-tiba bisa memberi dengan
tulus dan ikhlas. Dulu alasannya krisis harga, krisis keuangan, krisis
perdagangan, sekarang alasannya Pandemi Covid-19. Untuk meningkatkan upah 12
bulan tentu lebih berat lagi. Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan peraturan
pengganti Peraturan Pemerintah No. 78 tahun 2015 yang sebelumnya ditentang kaum
buruh karena kejahatannya menghalangi pembagian hasil produksi yang adil bagi
kaum buruh. Presiden Joko Widodo mengabaikan seluruh tuntutan buruh untuk
mengubah PP. 78 tahun 2015 tersebut, sekarang justru mengubahnya sendiri untuk
memenuhi tuntutan imperialis setelah sukses mengundangkan Undang-Undang No.11
thn 2020 tentang Omnibus Cipta Kerja.
Karena itu kaum buruh menuntut THR
jauh hari, karena sadar meskipun tidak ada Covid-19, meskipun ada laba
(keuntungan) besar di tangan kaum kapitalis, kaum kapitalis juga negaranya
tidak akan memberikan THR begitu saja pada kaum buruh. Kaum buruh sendiri yang
harus menuntut haknya dan harus memaksanya dengan kekuatan kaum buruh sendiri
secara bersama dengan bantuan klas-klas pekerja lainnya yang berkepentingan
atas perubahan nasib bersama secara fundamental di Indonesia.
Berhati-hatilah. Kaum kapitalis
hanya bisa berbuat baik pada segelintir buruh, bersedia memberikan THR begitu
saja bahkan lebih, memberikannya upah melebihi kaum buruh umumnya, agar
segelintir buruh yang tidak sadar itu bersedia bekerja padanya untuk menindas
mayoritas buruh, kawan se-serikat dan se-kerjanya sendiri. Kaum kapitalis tidak
pernah berbuat semacam itu pada mayoritas atau keseluruhan buruh yang bekerja
padanya. Sebaiknya, segelintir buruh yang diperlakukan baik oleh kapitalis tetap
bersama dengan mayoritas buruh lainnya, sama-sama menuntut berbasiskan aspirasi
dan kepentingan bersama. Membayar dan memperkaya segelintir agar tetap berkuasa
atas mayoritas, begitulah karakter melekat pada kapitalis dari lahir hingga
mati.
Sekali lagi, peringatan Hari Buruh
Internasional adalah pengingat bagi kaum buruh akan karakter asli, karakter
bawaaan yang melekat pada kapitalis dan sistemnya. Ia tidak pernah memberi
begitu saja pada mayoritas buruh, dia sanggup memberi pada segelintir buruh, agar
bisa membantunya menindas mayoritas kaum buruh yang bekerja pada sistemnya. Hal
tersebut telah membuat kaum buruh sulit untuk bersatu, sulit untuk menyatukan
kekuatan untuk mengalahkan kapitalis dan menghancurkan sistemnya meskipun
kejahatan kapitalis telah sangat nyata.
Pada peringatan Hari Buruh
Internasional Satu Mei 2021 ini, GSBI menuntut dengan keras apa yang menjadi
hak dasar kaum buruh dan juga rakyat tertindas dan terhisap lainnya yang tidak
akan diberikan begitu saja oleh kaum kapitalis dan negaranya.
Sebelum kami menuntut hal lainnya,
kami meminta agar kebebasan berserikat bagi kaum buruh, kebebasan berjuang
tidak lagi dikriminalkan. Kami menuntut agar seluruh rakyat dan para aktivisnya
yang masih dipenjara dan ditahan secara sewenang-wenang, dengan bukti sepihak
dan tidak berdasar harus segera dikeluarkan pada momentum Hari Buruh
Internasional ini. Kawan Ahmadsyah (Eben) beserta anggotanya dari DPD GSBI
Sumatera Utara harus dibebaskan tanpa syarat! Dia kawan kami, kawan rakyat dan
kaum buruh. Dia bertindak atas nama rakyat dan kaum buruh. Bilapun ada
kesalahan yang telah diperbuat, sangat tidak sepadan dengan kesalahan kaum
kapitalis memeras upah buruh dan memperpanjang jam kerja yang mereka lakukan
bertahun-tahun.
Bersama dengan hal tersebut GSBI
menuntut pada kapitalis, pada negara dan pemerintah :
1.
Berikan Cuti Hari Raya dan THR secara penuh pada kaum
buruh. Tidak ada alasan bagi kapitalis besar komprador untuk mencicil dan tidak
membayarnya. Sementara bagi pengusaha nasional yang tidak bergantung pada
ekspor dan impor, bila tidak sanggup membayar THR kaum buruh, negara harus
mengambil alih tanggung-jawabnya.
2.
Perbaiki upah bagi kaum buruh. Harga tenaga kerja buruh
sangat murah sementara keperluan hidup terus meningkat sangat cepat dan secara
harian. Produksi terus berjalan di tengah Covid-19, hasil produksi terus
diekspor, investor terus memperoleh laba dan bunga, bahkan negara terus
memperoleh pajak. Buruh dapat apa? GSBI menuntut pembagian hasil kerja sendiri,
bukan ikan asin dan baju rombengan di pasar.
3.
Kami meminta kompensasi Covid-19 bagi kaum buruh yang
cukup dan adil-merata, juga kompensasi bagi kaum tani dan rakyat Indonesia
lainnya.
4.
Cabut Undang-Undang No.11 Tahun 2020 Omnibus Cipta
Kerja dan regulasi turunannya. Peraturan lama tentang kerja dan upah sudah
menindas dan menghisap, kenapa pula malah buat lagi peraturan yang lebih
menindas dan menghisap sebagai gantinya demi investasi dan utang imperialisme.
Cabut Omnibus Cipta Kerja beserta peraturan anak-cucunya! Cabut Undang-Undang
Omnibus Cipta Kemiskinan dan Pengangguran, Cipta Krisi,.sekarang juga!
5.
Beri kaum tani penggarap bagi hasil yang adil di
perkebunan besar kayu, sawit, karet, gula, serta perkebunan besar komoditas
ekspor lainnya milik Imperialis dan Tuan Tanah Besar di Indonesia. Hasil
komoditas kaum tani diekpor murah terus, bahan baku industri dalam negeri susah
terus. Tanah luas, tenaga kerja besar, bahan pangan kekurangan terus, impor
terus.
6.
Perbaikan upah buruh tani sekarang juga, terutama bagi
mereka yang bekerja di perkebunan besar komoditas di seluruh Indonesia. Upah
tidak pernah lebih dari 50 ribu dalam sehari, tenaga laku kadang cuma sepuluh
hari. Buruh tani mau makan apa, anaknya bisa sekolah di mana, bantuan ekonomi
disebut bantuan sosial. Pertanian monopoli monokultur terbelakang-tradisional
bayar upah buruh tani 50 ribu ngeluh, tanah digarap kaum tani sendiri secara
langsung tidak boleh, tidak dibantu. Tanah dan kredit hanya diberi pada tuan
tanah besar.
7.
Hapuskan Peribaan sekarang juga. Lintah darat apapun
alasannya adalah kejahatan. Jangan gusur dan jangan ambil lagi tanah kaum tani
karena riba di pedesaan. Jangan manfaatkan lagi ketidak-mampuan kaum tani dan
buruh tani untuk hidup dan produksi di pedesaan. Bantu keluar dari riba bukan
memanfaatkannya dengan memberikan sertifikat berkedok reforma agraria untuk
digadaikan.
8.
Sediakan pupuk yang banyak dan murah. Juga bibit, obat
pertanian, alat pertanian. Alat di dealer numpuk, harga mahal, pemerintah
memberi kalau ada pemilu dan pilkada. Merek obat pertanian tidak ada yang
berbahasa Indonesia, bahan mentahnya ada semua di negeri Indonesia. Pakan ikan
Cuma dari tepung ikan, bungkil kedelai dan jagung. Hingga sekarang 350 ribu per
karung harganya. Jadi Kalian para pejabat ini bisa apa sebenarnya?
9.
Turunkan harga kebutuhan pokok bagi rakyat atau biarkan
rakyat menurunkan kalian dari kekuasaan.
10. Sediakan
sistem pendidikan, kesehatan, dan perawatan ibu dan anak-anak yang lebih baik
di Pedesaan.
11. Hapus
semua pajak atas seluruh komoditas kaum tani.
12. Usul
tuntas korupsi BPJS Ketenagakerjaan, tangkap dan penjarakan serta sita seluruh
hartanya.
13. Rativikasi
segera Konvensi ILO 190 tahun 2019 tentang Penghapusan Kekerasan dan Pelecehan
du Dunia Kerja.
14. Berikan
pengakuan sungguh-sungguh pada suku Bangsa minoritas di pedalaman untuk
menguasai dan mengolah tanah leluhurnya sendiri tanpa syarat apapun. Pengakuan
sekarang melalui reforma agraria Pemerintah hanyalah pengakuan nominal
atau palsu atas tanah-tanah ulayat di pedalaman Indonesia yang bertujuan untuk
pembatasan hak dan kontrol Suku Bangsa Minoritas dan kekayaan alam di satu sisi
dan mempermudah perampasan tanah untuk perkebunan besar, hak penebangan hutan
(HPH), pertambangan dan infrastruktur. Hentikan kebusukan ini semuanya.
Demikian pernyataan sikap dan
tuntutan ini GSBI sampaikan agar dipenuhi oleh pemerintah, sekaligus dapat
menjadi pemersatu aksi-tindakan bagi kaum buruh beserta seluruh rakyat
tertindas dan terhisap lainnya di Indonesia.
Hidup Buruh...!!!
Hidup GSBI...!!!
Jayalah Perjuangan Klas Buruh
Indonesia !!!
Selamat Hari Buruh Internasional,
Satu Mei 2021.
Jakarta, 1 Mei 2021
Hormat kami,
Dewan Pimpinan Pusat
Gabungan Serikat Buruh Indonesia
(DPP. GSBI)
RUDI HB DAMAN EMELIA YANTI MD
SIAHAAN, SH
Ketua Umum Sekretaris Jenderal