GSBI Serukan Aksi Tolak Kenaikan Harga BBM
Dok. Poto Aksi GSBI Menolak Keinaikan Harga BBM INFO GSBI – Jakarta. Menanggapi kenaikan harga BBM yang baru saja di umumkan Pemerintah (3/...
Dok. Poto Aksi GSBI Menolak Keinaikan Harga BBM
INFO GSBI – Jakarta. Menanggapi kenaikan harga BBM yang baru saja di umumkan Pemerintah (3/9/2022),
Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) menyatakan menolak atas kebijakan
presiden Joko Widodo yang Menaikkan Harga BBM, dan GSBI menyerukan kepada
seluruh badan organisasi GSBI ( DPD,
DPC) dan Serikat Buruh Anggota (SBA) yang tersebar di 12 provinsi untuk segera lakukan
konsolidasi dan lakukan Aksi Menolak Kenaikan Harga BBM.
Pernyataan ini disampaikan oleh Kepala Departemen Hukum, Advokasi dan Kampanye Massa DPP GSBI, Ismet Inoni.
“Sesuai dengan hasil rapat dan kajian internal GSBI, serta sesuai dengan pernyataan Ketua Umum GSBI sebelumnya, dengan tegas GSBI menyatakan MENOLAK KENAIKAN HARGA BBM dan menuntut rezim Jokowi-MA untuk segera Membatalkan Kenaikan Harga BBM, Naikkan Upah Buruh, Turunkan Harga-Harga Kebutuhan Pokok Rakyat, Hentikan Pembahasan RKUHP dan Cabut Omnibus Law Cipta Kerja (UU Nomor 11 tahun 2020). GSBI juga menuntut rezim Jokowi-MA untuk Laksanakan Reforma Agraria Sejati bukan Reforma Agrria Palsu yang selama ini di gembar-gembor Jokowi, dan Bangun Industrialisasi Nasional sebagai jalan utama menyelesaikan krisis, problem pokok rakyat dan membangun bangsa yang berdaulatan”. Ungkap Ismet.
Untuk itu atas kebijakan rezim Jokowi-MA yang menaikkan harga BBM, serta berbagai kebijakan yang anti rakyat dan telah menggadaikan kedaulatan bangsa sebagaimana yang ditunjukkan secara nyata melalui Omnibnus Law Cipta Kerja (UU Nomor 11 tahun 2020). GSBI menyerukan kepada seluruh badan organisasi GSBI dan SBA GSBI serta seluruh anggota dan kaum buruh Indonesia untuk segera lakukan Konsolidasi, bangun persatuan dan aliansi-aliansi seluas-luasnya dengan berbagai organisasi rakyat disemua sektor yang terkena dampak kenaikan BBM, untuk lakukan aksi militan, bersama-sama bergerakan menolak kenaikan harga BBM dan segala kebijakan anti rakyat rezim Jokowi. Tegas Ismet.
Lebih lanjut Ismet mengatakan, dasar penolakan GSBI ini konkrit, apa yang menjadi alasan kenaikan harga BBM sebagimana di jelaskan Presiden Jokowi sangat mengada-ada dan tipu-tipu kepada rakyat. Ditengah harga minyak dunia turun, Presiden Jokowi malah memilih menaikkan harga BBM, lebih memilih menambah masalah rakyat dibandingkan memenuhi amanat konstitusi untuk mensejahterakan rakyat.
Ingat bahwa sejarah telah mencatat setiap kenaikan harga BBM pasti akan diikuti dengan kenaikan inflasi, kenaikan harga-harga kebutuhan pokok rakyat, dan yang terkena dampak besar langsung adalah rakyat kecil seperti kaum buruh dan kaum tani dipedesaan.
Coba lihat dengan jujur, dampak pandemi Covid19 dan krisis pangan di tahun 2021 seperti kelangkaan dan mahalnya harga Minyak Goreng, Cabe, Telur, Beras, dll, hingga saat ini belum sanggup diselesaikan rezim Jokowi-MA.
Upah buruh dua tahun tidak mengalami kenaikan karena pandemi, karena adanya Omnibus Law Cipta Kerja, karena PP Nomor 36 tahun 2021. Namun upah buruh dan pendapatan rakyat yang minim, terus di rampas lagi dengan kenaikan harga BBM dan kenaikan harga-harga kebutuhan pokok rakyat.
Dalam pandangan GSBI, harusnya pemerintah tidak perlu menaikan harga BBM yang akan membebani rakyat. Tapi rezim Jokowi-MA menghentikan berbagai pengeluaran yang tidak perlu, seperti proyek Ibu kota baru (IKN), Proyek Kereta Cepat dan berbagai proyek infrastruktur lainnya yang tidak langsung berguna bagi rakyat. Kurangi pengeluaran lembaga-lembaga negara seperti Mahkamah Konstitusi (MK) yang anggarannya malah di naikkan empat kali lipat, padahal kinerjanya sangat payah, termasuk badan-badan baru serta staffing yang hanya balas budi presiden Jokowi dihentikan dan di pangkas anggarannya.
Dan yang paling pokok berhentilah pemerintah ini menjadi kaki tangan kapitalis monopoli dunia, berhenti selalu bergantung dan melayani mereka. Sebab jelas apa yang menjadi masalah utama dalam soal tidak tercukupinya kebutuhan BBM dalam negeri serta tingginya harga BBM atau defisirnya anggaran subsidi, adalah karena dominasi produksi dan pasar minyak yang dikuasai oleh kapitalis monopoli internasional “Imperialisme” di Indonesia”. Dominasi dan intervensi imperialisme menjadi persoalan rakyat dan kedaulatan bangsa ini. Tegas Ismet. []