Kegiatan Diskusi GBV di Kabupaten Sukabumi
INFO GSBI - Sukabumi. Masih bagian dari rangkaian road show pelaksanaan program kerja organisasi, khususnya tentang gender dan sosialisasi ...
INFO GSBI - Sukabumi. Masih bagian dari rangkaian road show pelaksanaan program kerja organisasi, khususnya tentang gender dan sosialisasi konvensi ILO 190/2019 tentang Penghapusan Kekerasan dan Pelecehan Berbasis Gender (GBV) di dunia kerja, yang telah dimulai dilaksanakan di Tangerang dan Bekasi. Kini kegiatan tersebut dilaksanakan di Kabupaten Sukabumi-Jawa Barat.
Diskusi tentang GBV di Kabupaten Sukabumi dilaksanakan pada hari Sabtu
(24/9/2022) dan Minggu (25/9/2022) yang dikhususkan untuk pimpinan dan anggota
Serikat Buruh Anggota GSBI di sektor TGSL dari dua perusahaan garmen yaitu PT. Gunung
Salak Sukabumi dan PT. Doosan Jaya Sukabumi.
Tercatat 35 orang pimpinan dan anggota dari dua PTP.SBA-GSBI hadir dan
mengikuti kegiatan diskusi kecil tentang GBV ini. 13 orang dari 35 peserta tersebut laki-laki yang turut
mengikuti agenda diskusi ini dari awal sampai akhir.
Para peserta terlihat
antusias mengikuti diskusi dan juga memberikan pendapat secara bergilir dari
setiap topik yang dibahas.
Dua agenda diskusi yang
dilaksanakan secara berturut-turut, Sabtu dan Minggu ini difasilitasi dan
dipandu langsung oleh Emelia Yanti Siahaan, yang merupakan Sekjend DPP. GSBI. Meski
diskusi dilakukan di hari dan tempat berbeda, fasilitator tetap menjalankan
alur dan dan topik diskusi yang sama.
Sebelum menyampaikan
materinya dan untuk mendorong partisipasi peserta, fasilitator memulai dengan melemparkan pertanyaan, apa
yang terlintas dalam pikiran para peserta ketika mendengar kalimat “laki-laki
dan perempuan”?
Pertanyaan ini sampaikan oleh fasilitator untuk mengetahui
sejauhmana pemahaman para peserta dalam melihat perbedaan antara laki-laki dan
perempuan. Hasilnya, beragam pendapat disampaikan oleh peserta dalam
mendefiisikan laki-laki dan perempuan. Meski ada beberapa peserta yang keliru dalam
mendefinisikan laki-laki dan perempuan, berdasarkan pengetahuan yang diajarkan
dan didapat dari keluarga dan lingkungan. Tetapi setelah mendapatkan penjelasan
dari fasilitator, para peserta pun setuju bahwa laki-laki dan perempuan hanya
dibedakan dalam hal biologis atau berdasarkan fungsi reproduksinya semata (sex)
yang didapat secara lahiriah dan tidak dapat diubah. Sementara di luar itu, adalah
pembagian atau pembedaan peran sosial antara laki-laki dan perempuan (gender),
yang merupakan bentukan masyarakat, yang dapat berubah dan berganti berdasarkan
kultur sosial di daerah tertentu.
Dalam proses selanjutnya,
para peserta lebih mudah untuk mengikuti materi –materi yang disampaikan oleh
fasilitator, tentang ketidakadilan gender yang lebih banyak dialami oleh
perempuan akibat dari pemahaman keliru masyarakat dalam membedakan laki-laki
dan perempuan. Dan bagaimana kemudian, ketidakadilan gender tersebut juga
berdampak luas hingga di dalam relasi produksi, antara buruh dan pengusaha,
atau antara bawahan (operator) dan atasan (supervisor, kepala bagian, HRD,
dll).
Sesi berikutnya, fasilitator
meminta peserta untuk berbagi cerita dan pengalaman masing-masing tentang
praktek ketidakadilan gender atau praktek kekerasan dan pelecehan berbasis
gender, baik yang pernah dialami, melihat ataupun mendengar dari rekannya
sesame buruh. Dengan penuh antusias, para peserta saling berbagi cerita dan
pengalaman mereka, dari colak-colek, siulan, belaian hingga tepok pantat yang
pernah dialami sendiri ataupun rekan kerjanya, dari beban target produksi yang
tinggi hingga jam kerja molor yang tidak dihitung lembur. Diakhir sesi, para
peserta bersepakat bahwa kekerasan dan pelecehan apapun bentuknya, baik fisik,
ekonomi, psikologis, dll adalah
pembuatan atau tindakan yang merugikan dan merendahkan seseorang, baik
laki-laki maupun perempuan. Pelakunya bisa individu maupun kelompok terhadap
seseorang maupun kelompok tertentu.
Pada sesi akhir, fasilitator
juga mengajak peserta untuk memberikan evaluasi dari proses diskusi dan belajar
yang diikuti.
Secara umum peserta memberikan nilai positif dari proses
belajar dan materi yang diperoleh, dan dihadapan pimpinan DPC. GSBI Kabupaten
Sukabumi yang turut hadir, peserta meminta agar DPC. GSBI bisa mengagendakan
diskusi-diskusi lanjutan yang bisa menambah pengetahuan mereka.
Disetiap akhir diskusi,
fasilitator mengajak peserta untuk berfoto bersama dan membuat video sebagai
bentuk kampanye untuk mendorong pemerintah Indonesia meratifikasi Konvensi ILO
No. 190 Tahun 2019 tentang Penghapusan Kekerasan dan Pelecehan Berbasis Gender
di Dunia Kerja.
#NO GBV at Workplace
#Say NO for Gender-Based
Violence and Harrasment at Workplace
#Ratify C-190, NOW!!