Pimpinan SBPKS-GSBI PT. MPHS Capitol Group Manokwari Resmi Adukan Perusahaan Ke Polda Papua Barat
INFO GSBI – Manokwari . Buntut dari pemogokan buruh PT. MPHS –Capitol Group Manokwari Papua Barat pada tanggal 17 September 2012 lalu dalam...
INFO GSBI – Manokwari. Buntut dari pemogokan buruh PT. MPHS –Capitol Group Manokwari Papua Barat pada tanggal 17 September 2012 lalu dalam menuntut hak nya, bukannya di kabulkan tuntutannya oleh pihak perusahaan malah dilakukan tindakan balasan yaitu dengan melakukan intimidasi dan PHK terhadap 4 orang buruh termasuk Ketua dan Sekretaris Serikat SBPKS yan di PHK, serta sekitar 12 orang Pimpinan dan Anggota SBPKS-GSBI dimutasikan ke Aceh dan Kalimantan Barat.
Padahal pemogokan yang dilakukan buruh yang tergabung
dalam serikat SBPKS-GSBI telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, yaitu Undang-Undang Nomor 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja
Serikat Buruh Pasal 4 Ayat 2 terutama poin (e) serta Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan pasal 137 sampai pasal 145 jo Kepmenakertrans No. 232/MEN/2003
tentang Akibat Hukum Mogok Kerja Yang Tidak Sah.
Selain itu ada dugaan kuat bahwa perusahaan juga
menyerang serikat buruh dengan menyatakan bahwa serikat buruh yang menutup
operasional perusahaan, sebagaimana surat perusahaan yang dikirimkan kepada Gubernur Papua Barat, termasuk memberikan informasi yang salah kepada masyarakat dan stakeholder tentang serikat buruh SBPKS-GSBI PT. MPHS. Jelas itu merugikan kami dan menyerang serikat.
Atas dugaan praktek union busting ini, pada hari ini
Selasa 4 Oktober 2022 dengan didampingi DPD GSBI Papua Barat serta Direktur dan
Tim Pengacara dari YLBH Sisar Matiti, Ketua SBPKS-GSBI PT. MPHS Manoa Koyani mendatangi
Polda Papua Barat untuk menyampaikan Pengaduan Laporan Dugaan Tindakan Union
Busting oleh perusahaan MPHS –Capitol Group.
“Saya hari ini mendampingi saudara Manoa Koyani Ketua SBPKS-GSBI
PT. MPHS untuk melaporkan MPHS, terutama direktur operasional dan direkturnya
karena sengaja mempergunakan aksi mogok sah yang dilakukan oleh buruh sebagai
landasan pemutusan kerja atau PHK terhadap pimpinan serikat serta mutasi
beberapa buruh lainnya. Aksi mogok itu merupakan hak dari para pekerja, dan
mereka melakukan aksi pada tanggal 17 September yang lalu itu kan menuntut hak
mereka sesuai undang-undang yang tidak diberikan oleh perusahaan MPHS. Tapi
oleh PT MPHS ini dipelintir seolah-olah serikat SBPKS dan buruh mogok karena
menolak finger print. Dan Serikat Menutup Operasional Perusahaan. Ini kan sudah
palsu, ini di plintir. Ini yang kami sebut memanipulasi fakta untuk jadi alasan
mereka,”.Ungkap Yohanes Akwan, Direktur YLBH Sisar Matiti yang mendampingi
langsung pelaporan di Polda Papua Barat.
Sementara Manoa Koyani, Ketua SBPKS GSBI MPHS menjelaskan, Kita orang menolak PHK dan mutasi semena-mena, karena tidak sesuai fakta. Kami yang tergabung dalam serikat SBPKS mogok kerja itu menuntut hak, karena tidak di penuhi perusahaan. Dan mogok yang kami lakukan sudah sesuai dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003, telah sesuai juga dengan UU nomor 21 tahun 2000 tentang SP/SB pasal 4 ayat 2.
Kami sudah berunding beberapa kali tidak pernah ada putusan dari management perusahaan, itukan artinya gagal perundingan. Dan kami sebelum mogok kerja pun sudah memberitahukan sebelumnya kepada pihak perusahaan dan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Manokwari. Ungkap nya.
Lebih lanjut Ketua SBPKS GSBI MPHS ini mengungkapkan, kami tidak menghentikan kegiatan operasional perusahaan. Kami buruh melakukan mogok kerja, sesuai aturan ya... yang otomatis namanya juga mogok kerja proses produksi terhenti. Karena semua buruh tidak bekerja.
Kami lakukan mogok agar perusahaan mau berunding dan memenuhi tuntutan kami. Kami minta management Jakarta yang datang, karena yang disini di Manokwari tidak pernah bisa mengambil keputusan.
"Dan ingat, Yang menyatakan Penghentian Kegiatan Operasional Perkebunan dan Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit PT. MPHS adalah pihak perusahaan sendiri sebagaimana surat yang disampaikan kepada Gubernur Papua Barat tertanggal 19 September 2022 yang ditandatangani oleh Direktur. Bukan kami serikat*. Tegas Koyani.
Dan masalah finger print, sikap serikat jelas menggunakan
sistem finger print siap tidak juga siap, asalkan pelaksanaannya itu untuk semua,
tidak tebang pilih, itu saja. Serikat tidak menolak finger print. Makanya kami
aneh kenapa perusahaan melaporkan kami ke Gubernur menolak Finger Print, padahal
kami Mogok kerja itu menuntut ada 14 tuntutan dan itu tidak di sampaikan kepada
Gubernur. Jadi perusahaan memplintir fakta yang sebenarnya, demi keuntungan dan
kebenaran dirinya sendiri. Tegas Koyani.
[]