Catatan Pasal Bermasalah dari Draf RKUHP per 30 November 2022
INFO GSBI – Jakarta. Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) resmi mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hu...
INFO GSBI – Jakarta. Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) resmi mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana menjadi UU. Keputusan itu diambil dalam rapat yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad. (Selasa 6 November 2022).
Dari kajian GSBI dan
berbagai kelompok masyarakat RKUHP yang disahkan ini masih memiliki banyak
masalah pasal-pasal krusial yang rugikan rakyat.
Dan berikut beberapa
pasal yang dinilai bermasalah dan bisa mengarah ke kriminalisasi dalam draf
RKUHP dalam naskah RKUHP terbaru per 30 November 2022 yang diakses dari laman https://peraturan.go.id/site/ruu-kuhp.html
dan yang di sahkan oleh DPR RI pada hari ini Selasa 6 November 2022.
1. Penghinaan Terhadap Presiden
Draf RKUHP pasal 218 ayat (1) menyatakan bahwa setiap
orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri
presiden dan/atau wapres dipidana dengan pidana penjara maksimal tiga tahun
atau denda paling banyak Rp200 juta.
Kemudian pada Pasal 218 ayat (2) menyatakan bahwa hal
tersebut tidak berlaku jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau
pembelaan diri.
Pada bagian penjelasan Pasal 218 ayat (2) dinyatakan
bahwa hal yang dimaksud dengan 'dilakukan untuk kepentingan umum' adalah
melindungi kepentingan masyarakat yang diungkapkan salah satunya lewat aksi
unjuk rasa atau demonstrasi, kritik atau pendapat yang berbeda dengan kebijakan
presiden dan/atau wakil presiden.
Aksi atau kebebasan berekspresi itu pun diberi embel-embel
bersifat 'konstruktif'.
2. Pasal Makar
Pasal 192 menyatakan bahwa setiap orang yang melakukan
makar dengan maksud supaya sebagian atau seluruh wilayah NKRI jatuh kepada
kekuasaan asing atau untuk memisahkan diri dari NKRI dipidana dengan pidana
mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara maksimal 20 tahun.
Pasal 193 ayat (1) mengatur setiap orang yang melakukan
makar dengan maksud menggulingkan pemerintah, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 12 tahun.
Sementara itu, Pasal 193 ayat (2) menyatakan pemimpin
atau pengatur makar dipidana dengan pidana penjara maksimal 15 tahun.
3. Penghinaan Lembaga Negara
Draf RKUHP juga masih mengatur ancaman pidana bagi
penghina lembaga negara seperti DPR hingga Polri. Ketentuan itu tercantum dalam
Pasal 349. Pasal tersebut merupakan delik aduan.
Pada ayat 1 disebutkan, setiap orang di muka umum dengan
lisan atau tulisan menghina kekuasaan umum atau lembaga negara, dapat dipidana
hingga 1,5 tahun penjara. Ancaman pidananya bisa diperberat jika penghinaan
menyebabkan kerusuhan.
Pasal 350, pidana bisa diperberat hingga dua tahun jika
penghinaan dilakukan lewat media sosial. Sementara, yang dimaksud kekuasaan
umum atau lembaga negara dalam RKUHP yaitu DPR, DPRD, Kejaksaan, hingga Polri.
Sejumlah lembaga itu harus dihormati.
4. Pidana Demo Tanpa Pemberitahuan
Draf RKUHP turut memuat ancaman Pidana atau denda bagi
penyelenggara demonstrasi tanpa pemberitahuan. Hal itu tertuang dalam Pasal
256.
Pasal ini dikritik karena bisa dengan mudah
mengkriminalisasi dan membungkam kebebasan berpendapat. Koalisi masyarakat
sipil mengatakan, pada praktiknya polisi kerap mempersulit izin demo.
5. Berita Bohong
RKUHP mengatur soal penyiaran, penyebarluasan berita atau
pemberitahuan yang diduga bohong. Pasal ini, dapat menyasar pers atau pekerja
media.
Pada Pasal 263 Ayat 1 dijelaskan bahwa seseorang yang
menyiarkan atau menyebarluaskan berita atau pemberitahuan padahal diketahuinya
bahwa berita atau pemberitahuan tersebut bohong yang mengakibatkan kerusuhan
dapat dipenjara paling lama 6 tahun atau denda Rp500 juta.
"Setiap Orang yang menyiarkan atau menyebarluaskan
berita atau pemberitahuan padahal diketahuinya bahwa berita atau pemberitahuan
tersebut bohong yang mengakibatkan kerusuhan dalam masyarakat, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling banyak
kategori V," demikian bunyi Pasal 263 Ayat 1.
Kemudian pada ayat
berikutnya dikatakan setiap orang yang menyiarkan atau menyebarluaskan berita
atau pemberitahuan, padahal patut diduga berita bohong dan dapat memicu
kerusuhan dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 atau denda Rp200 juta.
Lebih lanjut, RKUHP terbaru juga memuat ketentuan penyiaran berita yang dianggap tidak pasti dan berlebihan. Seseorang yang membuat dan menyebarkan berita tersebut dapat dipenjara 2 tahun atau denda paling banyak Rp10 juta. Hal itu tertuang dalam pasal 264. [rhb-22]