Pernyataan Sikap Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) Nomor : PS.00015/DPP.GSBI/JKT/XII/2022 Atas Pengesahan RKUHP menjadi KUHP “B...
Pernyataan Sikap Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI)
Nomor : PS.00015/DPP.GSBI/JKT/XII/2022
Atas Pengesahan RKUHP menjadi KUHP
“Bahwa KUHP yang dikehendaki GSBI dan rakyat Indonesia
adalah KUHP yang baru yang nyata mendekolonialisasi KUHP lama, memberikan
kepastian hukum, menjunjung tinggi supremasi sipil, yang berdasar pada prinsip
demokrasi, dan hak asasi manusia (HAM)”.
Salam Demokrasi !!
Pada pukul 10.56 wib hari Selasa 6
Desember 2022, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) resmi
mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) menjadi Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dalam Rapat Paripurna Kesebelas dalam Tahun
Sidang 2022-2023.
Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI)
sebagai serikat buruh nasional, pusat perjuangan buruh dan serikat buruh di
Indonesia (vaksentral) yang menghimpun buruh dan berbagai bentuk organisasi
serikat buruh baik yang berpusat secara nasional maupun yang lokal yang juga
berkepentingan dan terdampak, sangat
menyesalkan dan menolak atas pengesahan RKUHP menjadi KUHP. Hal ini
mengingat bahwa berdasarkan kajian organisasi bersama berbagai organisasi
masyarakat sipil lainnya, RKUHP ini sejak masa pembahasan yang diinstruksikan
oleh Presiden Joko Widodo dari tahun 2019–2022, tidak banyak mengalami perubahan
atau pencabutan atas pasal-pasal krusial bermasalah.
Selanjutnya, minim partisipasi
masyarakat (publik) dalam pembahasannya. Sosialisasi yang dilakukan pemerintah
dan DPR RI hanya formalitas saja demi validasi adanya partisipasi publik palsu,
mengingat baik Pemerintah maupun DPR tidak menampung kritik, saran dan usulan
yang diberikan oleh masyarakat untuk menghapus pasal-pasal bermasalah. Lalu,
sosialisasi pada akhirnya hanya menjadikannya alat untuk memaksa rakyat
menerima pasal-pasal bermasalah.
RKUHP yang digadang – gadang sebagai keberhasilan
anak bangsa, sebagai upaya bersama pemerintah dan legislatif mereformasi hukum pidana dalam rangka negara
hukum yang demokratis serta untuk lepas dari watak kolonial, ternyata
hingga pengesahannya, RKUHP masih mengandung pasal-pasalnya bermasalah; seperti
pasal penghinaan terhadap penguasa dan
pejabat publik (Presiden, Wakil Presiden, parlemen), pasal makar, pasal hukuman
minimal bagi koruptor menjadi 2 tahun, sanksi pidana bagi demonstrasi tanpa izin,
serta pasal hukuman mati; pasal yang jelas bertentangan dengan prinsip
demokrasi dan hak asasi manusia. Dan RKUHP ini nyata masih tetap
mempertahankan watak kolonial bahkan sangat melekat lebih kental berlipat-lipat
kolonialismenya, masih melindungi kekuasaan hari ini yang anti terhadap kritik,
dan berbanding terbalik dengan semangat penguatan demokrasi dan kebebasan
sipil.
Untuk itu GSBI menilai dan
berkesimpulan bahwa ‘dekolonialisasi’ yang di dengungkan ternyata hanya
menjadi omong kosong, hanya seremoni kesekian kali dari pengokohan negara
kuasa; setelah 16 paket kebijakan ekonomi, Omnibus Law Cipta Kerja, UU KPK, UU
Minerba dan kali ini KUHP yang makin mengecilkan supremasi sipil, sembari terus
mengklaim dirinya sebagai pemerintahan yang pro rakyat dan demokratis setiap
hari, berkiblat pada prinsip demokrasi dan hak asasi manusia. Padahal semuanya hanya
untuk menyempurnakan ketahap paripurna pelayanan rezim Jokowi terhadap
imperialisme (kapitalis monopoli asing) dan tuan tanah, yang meningkatkan
derajat bangsa Indonesia dalam penjajahan kaum imperialisme, ketergantungan dan
menegaskan rezim yang berkuasa sebagai kaki tangannya.
Bahwa KUHP yang dikehendaki GSBI dan
rakyat Indonesia adalah KUHP yang baru yang nyata mendekolonialisasi KUHP lama,
memberikan kepastian hukum, menjunjung tinggi supremasi sipil, yang berdasar
pada prinsip demokrasi, dan hak asasi manusia (HAM).
Untuk itu GSBI menentang dan menuntut
untuk segera dihentikannya, di hapuskannya semua praktek anti serikat buruh
(union busting); tindakan yang menghalang-halangi pelaksanaan kegiatan serikat
buruh, pelaksanaan kebebasan berserikat, berkumpul, menyampaikan pendapat serta
semua tindakan yang membatasi dan merampas hak berekpresi dan berdemokrasi,
termasuk menolak, menentang dan menuntut untuk dihapuskannya segala peraturan
dan perundangan-undangan yang membatasi dan merampas hak berorganisasi, hak
berserikat, berkumpul hak berdemokrasi dan berekspresi bagi kaum buruh dan
rakyat.
Demikian pernyataan sikap ini
disampaikan.
Jakarta, 6 Desember 2022
Hormat Kami,
DEWAN PIMPINAN PUSAT
GABUNGAN SERIKAT BURUH
INDONESIA (DPP. GSBI)
ttd:
Rudi H.B. Daman ( Ketua Umum)
Emelia Yanti MD.Siahaan, SH (Sekretaris Jenderal)