Rilis Media SBK-KB dan Link-AR Borneo : Kondisi Buruh di PT Mitra Aneka Rejeki Kalimantan Barat
Kondisi Buruh di PT Mitra Aneka Rejeki Kalimantan Barat INFO GSBI - Pontianak - PT Mitra Aneka Rejeki (PT MAR) merupakan salah-satu dari...
Kondisi
Buruh di PT Mitra Aneka Rejeki Kalimantan Barat
INFO GSBI
- Pontianak- PT Mitra Aneka Rejeki (PT
MAR) merupakan salah-satu dari anak perusahaan Group PT Pasifik Agro Sejahtera
(PT. PAS). Perusahaan ini berada di bawah bendera Artha Graha Network milik
salah-satu taipan di Indonesia, Tomy Winata. Luas HGU PT MAR mencapai 12.090,03
Ha. Konsesi PT MAR tersebar di Desa Air Putih, Desa Ambawang, Desa Kampung
Baru, Desa Pinang Dalam, Desa Pinang Luar (Kecamatan Kubu), Desa Arus Deras,
Desa Sungai Deras (Kecamatan Teluk Pakedai). Usaha PT MAR terdiri dari Pabrik
Kelapa Sawit, Perkebunan Arus Sungai Deras Estate dan Kampung Baru Estate,
dan Perkebunan Ambawang Air Putih
Estate.
Alamat kantor perwakilan
perusahaan PT MAR di Pontianak berada di jalan Pahlawan No 41-42 AB. PT MAR
diakusisi oleh PT PAS pada tahun 2016. Pada tahun 2019 PT PAS sempat dinyatakan
bersalah dan dikenakan denda sebesar Rp 1.250.000.000,- oleh Lembaga Komisi
Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia (KPPU-RI) karena secara yuridis
terlambat memberitahu berita akusisi PT MAR. Sementara berdasarkan rilis data
dari kemenperin jumlah kapasitas produksi Crude
Palm Oil (CPO) PT MAR per
tahun bisa mencapai 106.000 ton. Menurut pendataan Lingkaran Advokasi dan Riset
(Link-AR Borneo) diprakirakan jumlah buruh di PT MAR ± 1.400.
Manajemen PT MAR
menyebutkan bahwa perusahaan dibangun atas prinsip keberlanjutan
(sustainability) yang menghormati dan menghargai perlindungan atas Kesejahteraan
(Prosperity), Masyarakat/Pekerja (People) dan Lingkungan
(Planet). Prinsip ini sejalan dengan semboyan PT PAS “Go Sustainable Forever”.
PT MAR telah
mengantongi sertifikat ISPO dari Lembaga Sertifikasi PT. TUV Rheinland
Indonesia yang diakui oleh Komisi ISPO dan ditanda-tangani oleh Dirjen Perkebunan.
Perusahaan ini dianggap telah berhasil memenuhi Peraturan Menteri Pertanian No.
11/Permentan/OT.140/3/2015/ tentang Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit
Berkelanjutan Indonesia melalui Skema Penilaian Sertifikasi Mutu.
Sementara induk perusahaan ini, PT PAS sedang dalam proses pengurusan untuk
mendapatkan sertifikat Roundtable
on Sustainable Palm Oil (RSPO) yang diakui secara global.
Akan tetapi kondisi
objektif buruh di kebun masih berbanding terbalik dengan apa yang menjadi
komitmen sertifikasi sustanaibility dan yang didegung-degungkan manajemen PT
MAR. Pada kenyataanya buruh kebun PT MAR
masih mengalami kondisi hubungan kerja ekspolitasi karena
pelanggaran-pelanggaran atas prinsip pengelolaan bisnis yang berkelanjutan di
sector industri sawit.
Berdasarkan hasil
investigasi dan monitoring Linkaran Advokasi dan Riset Borneo (Link-AR Borneo)
sejak tahun 2018 di PT MAR, menilai masih terdapat beberapa masalah yang dihadapi
buruh kebun di PT MAR. Pertama, PT MAR
masih mempraktekkan Buruh Harian Lepas (BHL) dalam status pekerjaan utama
dengan jangka waktu bertahun-tahun, bahkan terdapat buruh yang sudah bekerja
belasan tahun. Praktek BHL ini merupakan bentuk pelanggaran terhadap PP Nomor
35 Tahun 2021 tentang tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu
Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja. Disana diatur bahwa jika
buruh bekerja 21 hari atau lebih selama 3 bulan berturut-turut, maka status
pekerja berubah dan harus diangkat menjadi karyawan tetap. Kami menganggap BHL
ini dipertahankan PT MAR sebagai bentuk menghindari kewajiban perusahaan
seperti pemenuhan jaminan ketenagakerjaan, tunjangan-tunjangan, serta hak
pesangon/pensiun. Disamping itu, praktek BHL sangat mempengaruhi upah yang
diterima buruh di bawah UMK Kubu Raya sebesar Rp
2,434,328.
Sementara selama sebulan, BHL hanya bekerja rata-rata 10-15
hari kerja (Hk) dan upah per Hk hanya Rp. 97.370,-.
Kedua, pemotongan upah. Basis kerja/target yang tinggi kepada buruh, membuat buruh kerap tidak mencapai target. Contohnya seperti basis pemanen disesuaikan dengan berat janjang rata-rata (Bjr) berdasarkan tahun tanam sawit. Target panen berkisar dari 1.000 kg s.d 1.200 ton. Apabila buruh panen tidak mencapai target, buruh akan dikenai pinalti dengan pemotongan upah berdasarkan hitungan proporsi. Masalah tidak terpenuhinya target kerja sering terjadi yang berdampak pada pemotongan upah buruh. Padahal terdapat factor buruh panen tidak mencapai basis mulai dikarenakan hujan, banjir, dan ketersedian buah. Sedangkan bagi buruh bagian pemupukan memiliki target kerja sebanyak 10 – 12 sak pupuk, dimana 1 sak pupuk beratnya 50 kg. Target ini bisa berubah berdasarkan luasan yang harus dipupuk dan jumlah tenaga pemupuk yang hadir. Sementara itu untuk buruh bagian penyemprot harus menghabiskan 16 solo/sprayer dengan kapasitas 16 liter/solo. Target kerja ini harus diselesaikan dengan luasan sekitar 2,5 Ha per hari oleh setiap buruh semprot untuk mendapatkan upah 1 HK. Maka, dengan beban kerja yang lumayan tinggi, terkadang sangat susah untuk mendapatkan basis kerja apalagi untuk mencapai premi (bonus melebih target kerja).
Ketiga, persoalan Alat Perlindung Diri (APD). Banyak buruh yang bekerja di lahan tidak menggunakan APD sebagai bagian system manajemen keselamatan dan Kesehatan kerja (K3). Buruh hanya menggunakan APD seperti helm dan sepatu boots. Buruh sering mengajukan pergantian APD yang layak, tapi membutuhkan proses waktu yang lama dan bahkan sering diabaikan pihak perusahaan. Sementara kita ketahui kondisi kerja di perkebunan sawit mempunyai resiko yang tergolong tinggi, baik dari serangan hewan, tertimpah pelepah dan buah, tertusuk duri, dan potensi terpapar zat kimia dari bahan pupuk dan pestisida. Tidak sedikit kasus buruh PT MAR mengalami kecelakaan kerja. Demikian buruh-buruh bagian pemupuk/penyemprot yang mayoritas perempuan, sering mengalami sakit iritasi, sesak, gatal-gatal, dan gangguan reproduksi.
Kelima, fasilitas penunjang yang disediakan PT MAR kepada buruh masih rendah. Kondisi air sangat buruk. Tidak ada sistem penyaringan untuk memastikan kondisi air layak digunakan buruh. Air sangat keruh, dan sangat mengkuatirkan untuk Kesehatan fisik buruh dan keluarga. PT MAR belum menyediakan sekolah baik tingkatan taman kanak-kanak, dasar dan lanjutan. Sehingga anak-anak buruh bersekolah di kampung di sekitar perkebunan. Perusahaan menyediakan antar jemput hanya untuk anak sekolah dasar. Namun, unit yang digunakan sangat tidak memperhatikan keselamatan anak-anak sekolah. Kendaran yang digunakan bukan jenis bus, tapi jenis Strada Triton Single Cabin yang dimodifikasi bak belakangnya dengan tambahan berupa atap dari terpal dan tempat duduk dari kayu. Terkadang anak-anak harus berdesakan di bak mobil karena kapasitas yang hanya bisa menampung sekitar 10 orang saja, sedangkan anak sekolah yang diangkut bisa melampaui jumlah kapasitasnya. Jika saat hujan, maka anak-anak sekolah ini akan basah.
Sementara perwakilan dari Serikat Buruh Kebun-Kalimantan Barat (SBK-KB) yang merupakan serikat yang berada di tingkat PT MAR, melihat fokus pada persoalan union busting yang dilakukan manajemen PT MAR terhadap SBK-KB. Serikat buruh ini didirikan oleh buruh-buruh PT MAR pada tahun 2018. Serikat ini pembentukannya dilatarbelakangi untuk merespon kondisi kerja buruh di PT MAR yang masih buruk. Banyak hak-hak normatif buruh yang masih dilanggar dan belum dipenuhi PT MAR. Selain untuk memperjuangkan hak-hak normatif buruh di PT MAR, buruh berharap agar SBK-KB ini dapat menjadi serikat yang memfasilitasi Pendidikan dan pelatihan bagi buruh untuk memiliki kapasitas guna menciptakan hubungan bipartit yang adil antara buruh dan pengusaha. Buruh-buruh di PT MAR menyadari bahwa pembangunan SBK-KB adalah hak asasi buruh sebagaimana yang telah diatur dalam UUD 1945, UU Serikat Pekerja/Buruh, Konvensi ILO, maupun dalam aturan ISPO dan RSPO.
SBK-KB telah terdaftar di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Kubu
Raya dengan nomor pencatatan: 560/04 / SP-SB / Nakertrans-B.2 / VIII / 2018.
Sehingga secara meknisme regulasi yang diatur UU Serikat Pekerja/Buruh telah
dipenuhi oleh SBK-KB. Pasca
pencatatan di Disnaker Kabupaten Kubu Raya, SBK-KB mengirimkan surat pemberitahuan
pencatatan kepada pihak manajemen PT MAR sebanyak 4 kali. Akan tetapi, sampai
saat ini pihak manajemen belum mengakui keberadaan dari SBK-KB. Terakhir SBK-KB
mengirimkan surat ke perusahaan untuk pembentukan forum bipartit, tapi juga
tidak diterima. Setidaknya terdapat 2 alasan
manajemen PT MAR menolak pengakuan SBK-KB yaitu pertama, PT MAR hanya mengakui
Serikat Karyawan Perkebunan (SKP) dan
kedua, pembentukan SBK-KB disebut tidak melibatkan manajemen PT MAR. Alasan
yang disampaikan manajemen PT MAR ini merupakan bentuk pelanggaran terhadap UU
Serikat Pekerja/Buruh. Karena di dalam UU Serikat Pekerja/Buruh telah diatur baik
mencakup hak untuk membangun serikat, serikat pekerja diperbolekan lebih dari
satu di dalam perusahaan, perusahaan dilarang menghalangi-halangi pendirian
serikat pekerja, dan sebagainya. Tindakan yang dilakukan manajemen PT MAR ini
adalah wujud nyata dari pemberangusan kebebasan berserikat di PT MAR (union
busting) seperti yang terjadi di masa orde baru. SBK-KB berharap agar kiranya
manajemen PT MAR dapat menghargai dan menghormati kebebasan berserikat bagi
buruh yang membangun serikat yang
mandiri dan independen. []
Pontianak,
01 Desember 2022
TTD:
SBK-KB dan LinkAR Borneo
CP: 081260232563 dan 081286058117