Pernyataan Sikap GSBI Merespon Diterbitkannya Perppu Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja
P ernyataan Sikap Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) Nomor : PS.00016/DPP.GSBI/JKT/XII/2022 Merespon Diterbitkannya Perppu Nomor 2 t...
https://www.infogsbi.or.id/2023/01/pernyataan-sikap-gsbi-merespon.html?m=0
Pernyataan Sikap Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI)Nomor : PS.00016/DPP.GSBI/JKT/XII/2022
Merespon Diterbitkannya
Perppu Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja
“Penerbitan PERPPU
Nomor 2 Tahun 2022 adalah Bakti Setia Rezim Joko Widodo Kepada Kapitalis
Monopoli Asing (imperialisme) dan Tuan Tanah (Oligarki), serta Bentuk Nyata
Watak Otoritarian, Anti Rakyat, Anti Demokrasi, dan Tindakan Melanggar
Konstitusi Presiden Joko Widodo”.
Salam Demokrasi !!!
Gabungan Serikat Buruh
Indonesia (GSBI) sebagai serikat buruh nasional, pusat perjuangan buruh dan
serikat buruh di Indonesia yang menghimpun buruh dan berbagai formasi serikat
buruh baik yang berpusat secara nasional maupun yang lokal MENGECAM DAN MENOLAK
KERAS Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 tahun 2022
tentang Cipta Kerja. GSBI menilai penerbitan Perppu ini adalah kesekian bukti
nyata dari watak rezim Jokowi yang anti rakyat, anti demokrasi dan permanen
sebagai rezim boneka imperialisme dan tuan tanah (oligarki).
Terbitnya Perppu Nomor 2
tahun 2022 adalah bakti setia persembahan rezim Jokowi untuk memuluskan
kepentingan kapitalis monopoli asing (imperialisme) dan tuan tanah dalam investasi
dan hutang untuk mengekploitasi sumber daya alam (SDA) dan tenaga produktif
rakyat Indonesia. Bukti watak otoritarian dan tindakan melanggar Konstitusi
Presiden Jokowi. Serta Perppu ini dipastikan berpotensi merugikan dan
menyengsarakan buruh dan rakyat Indonesia. Penerbitan Perppu ini cara culas
rezim dalam membuat aturan/hukum, dan semakin melengkapi ugal-ugalan Pemerintah
dalam membuat kebijakan seperti UU Minerba, UU IKN, UU Omnibus Law Cipta Kerja,
Revisi UU KPK yang melemahkan, Revisi UU Mahkamah Konstitusi, UU KUHP, dan
kebijakan-kebijakan lain. Dengan cara legalisme otokratik macam ini. Jelas, telah menutup semua ruang formal bagi rakyat untuk
mengawasi kekuasaan dengan cara-cara legal yang merugikan rakyat dan berkhidmat
pada oligarki.
Perppu ini jelas melanggar prinsip negara hukum yang
dicari-cari alasan pembenaranya
oleh para akademisi, para sarjana tukang stempel. Perppu ini bukanlah contoh rule
of law yang baik, tapi jadi contoh rule by law yang kasar, bar-bar dan sombong.
Omnibuslaw Cipta Kerja
sejak masih berupa rancangan undang-undang (RUU) telah mendapat penolakan dari
rakyat Indonesia diberbagai kalangan mulai dari; Buruh, (termasuk GSBI),
Petani, Masyarakat adat, Pemuda Mahasiswa, Pelajar, Tenaga Medis, Guru,
Perempuan, Akademisi, Praktisi dan Para Profesional demokratis- dll. Namun
pemerintah dan DPR RI tidak bergeming, tetap mensahkan menjadi undang-undang
Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja meskipun tidak memiliki dasar atau
bantalan hukum dalam pembuatannya, serta dengan tetap mengabaikan Partisipasi
Bermakna dari Rakyat. Malah dengan lantang menantang rakyat yang tidak setuju
(menolak) untuk melakukan gugatan Judicial Review (JR) ke Mahkamah Konstitusi
(MK). Dan saat Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 11 tahun 2020 Inkonstitusional Bersyarat pada 25 November 2021 melalui Putusan Nomor. 91/PUU-XVIII/2020. Presiden Jokowi justru mengakalinya dengan menerbitkan PERPPU.
Dalam Putusan MK Nomor. 91/PUU-XVIII/2020, Perintah MK sangat jelas, bahwa MK memerintahkan
pembentuk Undang-Undang untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling
lama dua tahun sejak putusan diucapkan. Dan
apabila dalam tenggang waktu tersebut tidak dilakukan perbaikan, maka
UU Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional secara permanen. Selain itu, MK juga memerintahkan Pemerintah
untuk menangguhkan segala tindakan atau kebijakan yang bersifat strategis dan
berdampak luas serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru
yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Bukannya menjalankan
perintah putusan MK, ini malah dengan dalih yang mengada-ada dan ugal-ugalan
menerbitkan PERPPU yang menyatakan menganulir atau menggugurkan Putusan MK, isinya
pun sama dan malah lebih buruk dari UU Nomor 11 tahun 2020 serta Undang-undang
pokok terdampaknya.
Ini jelas,
Presiden telah melakukan Contempt of the Constitutional Court, tidak
menghormati dan merupakan tindakan pelecehan atas
putusan, dan kelembagaan Mahkamah Konstitusi (MK).
GSBI menyimpulkan dan
berkeyakinan penuh bahwa penerbitan Perppu ini tidak memenuhi syarat
diterbitkannya Perppu sebagaimana di nyatakan dalam pasal 22 UUD 1945 jo
putusan MK Nomor138/PUU-II/2009. Kehadiran Perppu ini jelas mengganggu, merusak tatanan dan merugikan
kehidupan bernegara yang demokratis, bertentangan dengan prinsip negara hukum
dan hak asasi manusia, merupakan kudeta dan pelanggaran terhadap konstitusi. Dengan
ini pemerintah justru menunjukkan
inkonsistensi dimana pemerintah selalu mengklaim UU Cipta Kerja masih berlaku
walau MK sudah menyatakan inkonstitusional.
Berdasarkan temuan dan
catatan GSBI, dua tahun lebih berjalan setelah ditetapkanya Omnibuslaw Cipta
Kerja menjadi Undang-undang, telah banyak memakan korban kaum buruh yang
kehilangan kepastian kerjanya, karena PHK, karena dialihkan statusnya dari
buruh tetap menjadi buruh kontrak dan/atau outsourcing, dipotong upahnya,
dirampas sebagian besar hak atas pesangonnya, dll-nya. Demikian juga dengan
kaum tani dan masyarakat adat termasuk kaum miskin diperkotaan telah banyak
kehilangan hak atas tanahnya karena dirampas untuk kepentingan proyek
perkebunan skala besar maupun proyek strategis nasional. Bahkan tidak jarang
rakyat menjadi korban kekerasan dan kriminalisasi untuk dan atas nama kepentingan
umum dan pembangunan. Hampir semua kasus-kasus ini terjadi dilakukan oleh
perusahaan swasta ataupun pemerintah serta penguasa menggunakan dasar
pasal-pasal dalam UU Cipta Kerja Nomor 11 tahun 2020.
Selanjutnya, tentang
dalih dinamika global saat ini yang dijadikan dasar alasan diterbitkannya
Perppu Nomor 2 tahun 2022, adanya perang Ukraina-Rusia yang terus
berkepanjangan hingga menyebabkan kenaikan harga energy dan harga pangan dunia
serta agenda pemulihan perubahan iklim (Climate
Change) dan terganggunya rantai pasokan (Supply
Chain) menyebabkan terjadinya penurunan pertumbuhan ekonomi dunia dan hyper inflasi akan menyebabkan dampak
yang signifikan pada perekonomian nasional. Ini justru membuka topeng rezim
Jokowi sendiri, menunjukan posisi Indonesia
sebagai negara di bawah
pemerintahan Jokowi yang tak pernah becus membangun kedaulatan atas tanah air, di atas kemandirian
bangsanya sendiri. Pembangunan infrastruktur, industry, ketenagakerjaan, dsb
sepenuhnya bergantung terhadap modal asing (kapitalis monopoli asing) serta
kaki tanganya didalam negeri. Indonesia terus diseret dalam pusaran krisis yang
diciptakan sendiri oleh negeri-negeri imperialisme, pemberi investasi dan hutang. Pembangunan sepanjang
dua periode pemerintahan Jokowi menunjukan tidak berarti apa-apa bagi rakyat. Sebab,
tidak ada pondasi yang kuat yang dibangun bagi kemandirian negara dalam
memajukan rakyatnya kedalam penghidupan yang lebih baik, yang ada justru
menggadaikan kedaulatan bangsa, menciptakan bangsa bergantung dan terus didikte
oleh kekuatan kapitalis monopoli asing, negara-negara imperialis.
Maka atas terbitnya
Perppu Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja, atas dasar kenyataan dan
kebenaran Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) Menyatakan Sikap MENGECAM DAN
MENOLAK PERPPU NOMOR 2 TAHUN 2022 dan Menuntut :
- Menuntut Presiden RI
Joko Widodo untuk MENARIK KEMBALI
dan/atau MENCABUT PERPPU
Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.
- Menuntut Presiden RI Joko Widodo untuk Menerbitkan
PERPPU Pencabutan dan/atau Pembatalan secara Permanen Omnibus Law Cipta
Kerja (UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja).
- Menuntut DPR-RI
untuk bersama rakyat Indonesia MENOLAK PERPPU Nomor 2 tahun 2022, Menolak Perppu ini untuk
dijadikan Undang-Undang.
- Mendesak dan Menuntut DPR RI untuk menggunakan hak
angket guna memeriksa Presiden RI yang telah melanggar Konstitusi, mengabaikan Prinsip Konstitusi, Prinsip
Negara Hukum yang demokratis, dan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam
pembentukan peraturan perundang-undangan terutama dalam Penerbitan Perppu
Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja.
- Menuntut Presiden RI dan semua pihak untuk
Menghentikan praktek pembangkangan terhadap Konstitusi dan mengembalikan
semua pembentukan peraturan perundang-undangan sesuai dengan Prinsip
Konstitusi, Negara Hukum yang Demokratis, dan Hak Asasi Manusia (HAM).
Dan melalui pernyataan
sikap ini, GSBI berseru
kepada seluruh anggota, badan pimpinan, kaum
buruh Indonesia, kalangan intelektual, akademisi, praktisi, para profesional demokratis serta seluruh rakyat; kaum tani, masyaratkat
adat, pemuda, mahasiswa, pelajar, perempuan, miskin kota untuk bersatu
memperkuat persatuan, melakukan langkah bersama, melakukan
perlawanan dan menolak Perppu
Nomor 2 tahun 2022 serta seluruh kebijakan rezim Joko Widodo yang anti rakyat, anti demokrasi dan sangat
pro serta berkhidmat pada kapitalis
monopoli asing (imperialis) dan
tuan tanah ( oligarki).
Demikian pernyataan sikap ini dibuat dan
dipublikasikan, agar dilaksanakan oleh para pihak terkait.
Jakarta, 31 Desember 2022
Hormat kami,
Dewan Pimpinan Pusat
Gabungan Serikat Buruh Indonesia
(DPP. GSBI).