KEMBALI BERJUANG, GABUNGAN SERIKAT PEKERJA RAMAI-RAMAI GUGAT JOKOWI DAN DPR KE PTUN SOAL TIDAK DILAKSANAKANNYA PUTUSAN MK CIPTA KERJA
Poto; Konferensi Pers Tim Kuasa Hukum dan Para Pimpinan SP/SB di depan Gedung PTUN Jakarta mengenai Gugatan PMH INFO GSBI - Jakarta, 1 Febru...
https://www.infogsbi.or.id/2023/02/kembali-berjuang-gabungan-serikat.html?m=0
|
Poto; Konferensi Pers Tim Kuasa Hukum dan Para Pimpinan SP/SB di depan Gedung PTUN Jakarta mengenai Gugatan PMH |
INFO GSBI - Jakarta, 1 Februari 2023 – Setelah
mengajukan permohonan uji formil Perppu Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi pada
25 Januari 2023, perjuangan Gabungan Serikat Pekerja terus berlanjut. Hari ini,
melalui kuasa hukumnya Indrayana Centre for Government, Constitution, and
Society (INTEGRITY) Law Firm, sebanyak 13 (tiga belas) Serikat Pekerja
mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Adapun ketiga
belas gabungan serikat pekerja tersebut yang secara resmi telah memberikan
surat kuasanya ke INTEGRITY, terdiri dari:- Federasi Kesatuan Serikat Pekerja Nasional;
- Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia;
- Federasi Serikat Pekerja Farmasi dan Kesehatan
Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia;
- Federasi Serikat Pekerja Logam, Elektronik dan Mesin –
Serikat Pekerja Seluruh Indonesia;
- Federasi Serikat Pekerja Pariwisata dan Ekonomi
Kreatif – Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia;
- Federasi Serikat Pekerja Pertanian dan Perkebunan;
- Federasi Serikat Pekerja Rakyat Indonesia;
- Gabungan Serikat Buruh Indonesia;
- Konfederasi Buruh Merdeka Indonesia;
- Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia;
- Federasi Serikat Pekerja Listrik Tanah Air (PELITA)
Mandiri Kalimantan Barat;
- Serikat Buruh Sejahtera Independen ’92; dan
- Federasi Serikat Pekerja Kependidikan Seluruh
Indonesia – Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia.
Gugatan ini diajukan kepada Presiden Republik
Indonesia dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) atas tindakannya yang tidak
melaksanakan amar putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020 tentang
Pengujian Formil UU Cipta Kerja (Putusan MK Cipta Kerja) berupa perintah untuk
melakukan perbaikan atas UU Cipta Kerja.
Dalam kacamata hukum administrasi negara, tindakan
Presiden dan DPR tersebut dapat dikatakan sebagai perbuatan melawan hukum oleh
Pemerintah (Onrechmatige Overheidsdaad/OOD). Sejak lahirnya
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, jenis
perkara OOD menjadi kewenangan PTUN sepenuhnya dari yang sebelumnya adalah
kewenangan Pengadilan Negeri. Oleh sebab itu, Gabungan Serikat Pekerja
ramai-ramai gugat Presiden dan DPR ke PTUN.
Para Penggugat menilai bahwa tindakan Presiden dan DPR
yang tidak melaksanakan amar putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap
itu, bukan saja bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,
namun juga bertentangan dengan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB).
“Memang sejak awal UU Cipta Kerja ini sudah bermasalah, mulai dari
proses pembentukannya yang relatif cepat dan tidak partisipatif, serta
kesalahan ketik yang berdampak terhadap kesalahan substansi. Fenomena tersebut
secara tidak langsung membuktikan bahwa terhadap UU Cipta Kerja perlu dilakukan
perbaikan”. Tegas Denny Indrayana, Senior Partner INTEGRITY Law
Firm.
Itulah sebabnya, jika melihat dan membaca ulang poin
utama mengapa MK memerintahkan kepada Presiden dan DPR untuk melakukan
perbaikan atas UU Cipta Kerja, dikarenakan UU tersebut dinilai sarat akan
permasalahan, terutama soal proses pembentukannya yang tidak melibatkan partisipasi
publik di dalamnya. Uniknya, perintah dari putusan MK tersebut justru dijawab
baru-baru ini oleh pemerintah dengan menerbitkan sebuah produk hukum baru,
yakni Perppu Cipta Kerja.
“Aneh tapi nyata, Presiden yang merupakan kepala negara dan kepala
pemerintahan seharusnya paham akan situasi seperti ini, begitu juga dengan DPR.
Tetapi memang sejak awal (Presiden dan DPR) tidak ingin mengindahkan putusan
MK, maka dengan seenaknya putusan MK tersebut mereka abaikan”. Pungkas Moh. Jumhur Hidayat, selaku ketua umum Gabungan Serikat Pekerja.
Denny Indrayana menegaskan, sikap Presiden dan DPR
yang demikian, jelas merupakan bentuk pelecehan terhadap Mahkamah Konstitusi.
Pelecehan dimaksud karena berani menentang amar putusan MK. Perintah dari
putusan MK Cipta Kerja adalah memperbaiki UU Cipta Kerja, sudah pasti output
yang dihasilkan dari produk tersebut adalah Undang-Undang perbaikan. Namun,
nyatanya yang dihadirkan oleh pemerintah adalah produk hukum berupa Perppu
Cipta Kerja.
“Sangat mudah untuk dibaca, bahwa tindakan yang dilakukan oleh
pemerintah tersebut adalah untuk menghindari ruang dialog yang rumit. Dengan
kata lain, Perppu yang dilahirkan oleh pemerintah (Presiden) lebih mencoba
untuk menghindari proses pembahasan ditingkat stakeholder, khususnya terhadap beberapa
pihak yang secara langsung terdampak”. Tutup Denny Indrayana,
yang juga Guru Besar Hukum Tata Negara. [] ***
Narahubung
1.
Denny Indrayana (0817726299)
2.
Moh. Jumhur Hidayat (0816809565)