ERWIANA SULISTYANINGSIH: Negara Harus Meminta Maaf, Menegakkan Keadilan dan Mengubah Kebijakan Yang Merugikan KARTIKA dan semua PRT Migran
INFO GSBI – Jakarta 7 Maret 2023. Negara tidak sepenuhnya bertindak aktif dan maksimal dalam mengupayakan perlindungan bagi perempuan Migr...
https://www.infogsbi.or.id/2023/03/erwiana-sulistyaningsih-negara-harus.html
INFO GSBI –
Jakarta 7 Maret 2023. Negara tidak
sepenuhnya bertindak aktif dan maksimal dalam mengupayakan perlindungan bagi
perempuan Migran khususnya PRT. PRT selalu dianggap bodoh dan tidak berketerampilan,
sehingga dijadikan alibi perlindungan kepada kami diserahkan kepada aktor-aktor
non pemerintah (swasta). Sistem migrasi dari dulu hingga sekarang masih sama, tidak
ada perubahan yang signifikan secara praktek, dan tetap menjebak kami ke dalam sistem
eksploitasi yang berulang.
Seperti
kasus yang saya alami, untuk menjadi PRT migran saya diwajibkan harus masuk PT penyalur
sebelum bekerja ke Hong Kong. Itu yang menyebabkan saya masuk ke jurang eksploitasi,
kekerasan dan perbudakan modern. Dokumen pribadi ditahan, dipalsukan, tidak diberikan
training yang memadai, tidak mendapatkan pendidikan tentang hukum dan orientasi
terkait adat istiadat serta budaya di negara tujuan. Selain itu, saya juga
harus membayar
mahal untuk membayar biaya training dan penempatan bahkan hingga sebesar 25
juta rupiah. Namun, ketika saya mendapatkan masalah, dieksploitasi dan disiksa
oleh majikan
saya, bukannya saya ditolong tapi malah dikembalikan lagi, ke rumah majikan
yang menyiksa
saya hingga saya hampir mati.
Saya
dan Kartika itu adalah bukti dan saksi nyata, korban yang pernah mengalami
proses migrasi
yang buruk, tidak adil dan tidak berpihak kepada perempuan. Ketika kami mengalami
kondisi kerja yang buruk dan berbagai pelanggaran serta kekerasan, kebijakan dan
diplomasi tidak mampu menjawab persoalan tersebut. Diplomasi kepada
negara-negara penerima
pekerja migran sangat lemah saat berbicara perlindungan Buruh Migran.
Jikalau
pun hari ini saya dan Kartika berani bicara, hal ini karena ada dukungan dari
organisasi
seperti JBMI, yang menjadi pertolongan pertama bagi Buruh Migran yang
mengalami
kesulitan. Sayangnya pemerintah tidak mengakui keberadaan mereka dan tidak melibatkan
mereka secara aktif di dalam pembahasan kebijakan dan program. Padahal organisasi-organisasi
buruh migranlah yang paling paham medan di negara-negara penempatan
dan dampak dari aturan pemerintah indonesia dan negara penempatan.
Saya
dan Kartika mampu bertahan hingga 10 tahun untuk terus menuntut hak dan
keadilan. Hal
itu karena dukungan yang konsisten berbagai organisasi massa Buruh Migran dan berbagai
lembaga seperti JBMI, aliansi global IMA, aliansi migran lintas kebangsaan di
Hong Kong
AMCB, lembaga pelayanan Mission for Migrant Workers, shelter Bethune House, kelompok
gereja di Hong Kong dan Indonesia, kelompok masyarakat Hong Kong, Indonesia dan
dari berbagai belahan dunia, serta media-media yang bersedia mengangkat
kekerasan yang
kami alami. Kasus kekerasan fisik yang dilaporkan di media masih sangat minim, padahal
masih banyak kekerasan-kekerasan lain yang tidak terangkat. Saya dan Kartika berani
mengangkat kasus kami kembali karena dukungan dari lembaga-lembaga pendukung seperti
Bebesea-HRWG, APMM, APWLD dan Beranda Perempuan.
Hari
ini kami berani mengatakan bahwa apapun perubahan yang dilakukan lebih untuk
memperbaiki
image pemerintah, tetapi manfaatnya tidak dirasakan secara langsung oleh Buruh
Migran. Pemerintah harus pertama dan utama berkonsultasi kepada kami dan melibatkan
kami sebagai mitra dalam perlindungan pekerja migran. Bukan hanya
menjadikan
kami sebagai objek dan aset yang bisa diatur sedemikian rupa sesuai
kepentingan
mereka.
Perlindungan migran bukan hanya angka atau statistik,
tapi adalah hak warga negara yang harus dilindungi sekecil apapun
pelanggarannya, kasus kartika menjadi cermin, bagaimana keberpihakan dan
prosedur perlindungan pemerintah lemah, mesti berbenah. Dan migran siap
duduk bersama pemerintah untuk membangun sistem perlindungan yang lebih baik.
Saya
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya beranda perempuan yang memberi
kepercayaan kepada saya untuk turut memberdayakan korban.[]
Erwiana
Sulistyaningsih
Bidang
Advokasi & Kampanye - Beranda Perempuan