Pernyataan Bersama Aliansi DSS-TGSL Desakan Cabut Permenaker Nomor 5 Tahun 2023
PERNYATAAN BERSAMA SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH SEKTOR TEKSTIL, GARMEN, SEPATU, KULIT (TGSL) Atas di Terbitkannya Peraturan Menteri K...
PERNYATAAN BERSAMA SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH SEKTOR TEKSTIL, GARMEN, SEPATU, KULIT (TGSL)
Atas di Terbitkannya Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 5 Tahun 2023 Tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan pada Perusahaan Industri Padat Karya Berorientasi Ekspor yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global
BURUH BUKAN TUMBAL KRISIS!!
CABUT Permenaker Nomor. 5 Tahun 2023. Peraturan Yang Melegalisasi Pencurian Upah Buruh dan Mengabaikan Hak
Sejak menjabat Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah telah banyak mengeluarkan kebijakan dan aturan yang melegalkan pencurian upah dan hak-hak buruh, diantaranya penghilangan item pembalut wanita dalam komponen dasar pengitungan upah sebagai rujukan dalam penetapan Kebutuhan Hidup Layak (Permenaker No.18/2020). Peraturan yang mengijinkan perusahaan mencicil pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) (Surat Edaran No.M/6/HI.00.01/V/2020), pengaturan pemotongan upah dengan sistem no work no pay di masa pandemic Covid-19 (Kepmenaker No.104/2021), pembatasan kenaikan upah minimum untuk tahun 2021 (Surat Edaran No.M//11/HK.04/X/2020), pengaturan pelaksanaan pengupahan pada industri padat karya tertentu dalam masa pandemic Covid-19 (Permenaker No. 2/2021).
Dan yang terbaru, tanggal 7 Maret 2023 lalu, Menteri Tenagakerja RI, Ida Fauziyah kembali menerbitkan peraturan yang merampas upah buruh, peraturan yang memperbolehkan perusahaan untuk memotong upah buruh hingga 25% yang dituangkan dalam Permenaker Nomor 5 Tahun 2023 tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan pada Perusahaan Industri Padat Karya Tertentu Berorientasi Ekspor Yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global.
Inti dari ketentuan pokok Permenaker Nomor 5 thn 2023 ini adalah MENGIJINKAN pengusaha memotong upah buruh hingga 25%, memperbolehkan pengusaha membangun hubungan kerja dan sistem kerja yang fleksibel dan lebih fleksibel lagi, yang berlaku di lima sektor industri yakni: tekstil dan pakaian jadi, alas kaki, kulit dan barang kulit, mainan anak dan furniture, yang produksinya berorientasi ekspor untuk pasar Eropa dan Amerika Serikat.
Permenaker Nomor 5 tahun 2023 ini, setali tiga uang dengan Omnibus Law Cipta Kerja yang sekarang telah berganti menjadi UU No. 6 Tahun 2023. Selain itu Peraturan ini sepenuhnya mengakomodir permintaan dari 5 (lima) asosiasi pengusaha (APINDO, APRESINDO, API, KOGA, KOFA) yang diajukan kepada Menaker Ida Fauziyah pada Oktober 2022 lalu. Melalui surat bersama yang ditandatangi oleh kelima asosiasi pengusaha tersebut, kelima asosiasi pengusaha tersebut meminta Menteri Ketenagakerjaan, untuk membuat aturan tambahan tentang Fleksibilitas Jam Kerja bagi perusahaan di industri padat karya yang berorientasi ekspor.
Peraturan ini tidak mempunyai dasar hukum apapun dan bahkan justru merusak tatanan hukum, melabrak dan bertentangan dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003 dan Undang-undang Nomor 21 tahun 2000. Dan dipastikan peraturan ini merusak konsep upah minimum yang berlaku dalam sistem ketenagakerjaan saat ini. Bagaimana tidak, Permenaker No. 5 Tahun 2023 akan menyebabkan upah buruh di industri padat karya yang sebagian besar produksinya berorientasi ekspor, akan dibayarkan di bawah ketentuan Upah Minimum yang berlaku. Padahal, sebelum adanya Peraturan ini, puluhan ribu buruh di industri padat karya khususnya tekstil, garmen, sepatu dan kulit (TGSL) masih menerima upah di bawah ketentuan Upah Minimum yang berlaku, termasuk yang tidak menerima upah lembur.
Padahal sudah sangat jelas tidak ada satupun frasa dalam Undang-undang Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003 yang membolehkan potongan upah apalagi sebesar 25% dari upah yang diterima buruh. Bahkan praktek membayar upah dibawah Upah Minimum dinyatakan oleh UUK 13/2003 Pasal 90 ayat (1) adalah tindak pelanggaran (illegal) terhadap ketentuan tersebut merupakan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara dan atau denda sebagaimana diatur dalam Pasal 185 ayat 1 dan 2 UUK 13/2003.
Terbitnya Permenaker ini juga merupakan bentuk pelecehan Kementerian Tenaga Kerja RI terhadap hak asasi buruh atas Upah, termasuk pelecehan terhadap hak dan peran SP/SB dalam perundingan kolektif. Ini adalah pelanggaran serius dari pelaksanaan UU No. 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh dan Konvensi ILO No. 98/1949 dimana pemerintah Indonesia sendiri telah meratifikasi Konvensi tersebut. Terbitnya Permenaker ini justru memperuncing potensi konflik antara serikat buruh dan pengusaha yang justru dapat mengganggu produktivitas dan kelancaran dunia usaha.
Pengusahanya Mendulang Untung, Buruhnya Bernasib Buntung. Melalui Permenaker No. 5 Tahun 2023, Pemerintah memindahkan beban krisis dunia kepundaknya kaum buruh/pekerja yang dilakukan secara terbuka dan terang-terangan oleh pemerintah melalui Menaker, Ida Fauziyah. Dengan mempertahankan kebijakan Permenaker No. 5 Tahun 2023, pemerintah Indonesia telah melakukan pemiskinan secara sistematis.
Untuk itu melalui pernyataan sikap ini, atas nama HAM, Keadilan dan Kemanusiaan,
Serikat Pekerja/Serikat Buruh di sektor TSGL mendesak Menteri Tenagakerja RI untuk SEGERA MENCABUT Permenaker No. 5 Tahun 2023, serta menuntut:
1. Menteri
Ketenagakerja untuk berani menindak secara hukum terhadap pengusaha yang
melakukan pelanggaran dan perampasan hak-hak buruh termasuk membenahi dan
meningkatkan kinerja pengawasan.
2. CABUT dan BATALKAN UU Cipta Kerja No.
6 Tahun 2023
3. Usut Tuntas Praktek "Staycation" dan
PUNGLI terhadap Buruh/Pekerja untuk proses Rekruitmen dan Perpanjangan Kontrak.
4. Segera Ratifikasi Konvensi ILO No. 190 Tahun
2019 tentang Penghapusan Bentuk Kekerasan dan Pelecehan Di Dunia Kerja.
5. Menteri Tenagakerja RI
menindak perusahaan yang tidak membayarkan Tunjangan Hari Raya (THR) kepada
Buruh/Pekerja
6. Hentikan Segala
Bentuk Kriminalisasi
terhadap Pimpinan/Aktifis Serikat Buruh dan Segera Bebaskan Pimpinan/Aktifis
Serikat Buruh Yang Dikriminalisasi
7. Tetapkan Sistem Upah
Minimum Nasional sebagai Jaring Pengaman Bagi Buruh Yang Berlaku Secara
Nasional
Demikian pernyataan ini disampaikan untuk mendapatkan perhatian serius dari Menteri Tenagakerja RI, dan ditindaklanjuti sesuai dengan isi dari pernyataan sikap ini.
Jakarta, 23 Mei 2023
ALIANSI SP/SB SEKTOR TGSL
1. Serikat Pekerja Nasional (SPN) (………………….…..)
2. Federasi GARTEKS-KSBSI (……………………...)
3. Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) (……………………..)
4. Konfederasi KASBI (……………………..)
5. Federarsi Serikat Buruh Persatuan Indonesia (FSBPI) (……………………..)
6. KSPN (……………………..)
7. FSP.TSK – KSPSI (……………………..)
8. Federasi SEBUMI (……………………..
9. RTMM-Garteks SARBUMUSI (……………………..)
10. Serikat Buruh Sejahtera
Independen Sembilan Dua
(SBSI’92) (……………………..)
11. Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia (PPMI) (……………………..)
12. Gabungan Organisasi
Buruh Seluruh Indonesia
(GOBSI) (……………………..)
13. Gabungan Serikat
Pekerja Merdeka Indonesia
(GASPERMINDO) (……………………..)