Dari Diskusi Membedah Buku “Angin Menerpa Menara” (1)
H ari Minggu, 1 Oktober 2023, bertepatan dengan hari peringatan berdirinya Republik Rakyat Tiongkok (RRT)...
Hari Minggu, 1 Oktober 2023, bertepatan dengan hari peringatan berdirinya Republik Rakyat Tiongkok (RRT), diselenggarakan diskusi buku Han Suyin “Angin Menerpa Menara. Mao Zedong dan Revolusi Tiongkok (1947-1976)” di Beranda Rakyat Garuda (BRG), Jakarta. Kebetulan saya diundang sebagai salah satu pembicara.
Tulisan ini hendak mengulas tentang Buku “Angin Menerpa Menara: Mao Zedong dan Revolusi Tiongkok (1947-1976)". Buku aslinya dalam bahasa Inggris terbit tahun 1976, hampir setengah abad yang lalu. Tulisan akan saya uraikan dalam tiga bagian. Dan ini adalah tulisan bagian pertama (1).
Mao Zedong meninggal 9 September 1976. Han Dongping cerita, berita meninggalnya Mao telah membuat ayahnya menangis tersedu-sedu sepanjang jalan dari pabrik sampai rumahnya. Ketika ayahnya sendiri meninggal, dia tidak menangis. Sampai di rumah dikumpulkannya keluarganya dan berkata “hari ini langit rakyat miskin kita jatuh dan kita tidak tahu seperti apa kehidupan kita di masa yang akan datang”. Han Dongping tidak mengerti bagaimana langit rakyat miskin bisa jatuh karena Ketua Mao meninggal, bukankah rakyat sudah memba ngun negara sosialis.
Satu bulan setelah Mao meninggal, komplotan kaum remo
(revisionis modern), pejabat Perdana Menteri Hua
Guofeng, Marsekal Ye Jianying, Jenderal Wang Dongxing, Wk. PM Li Xiannian, dan
pimpinan tinggi Partai dan perwira lainnya melakukan kudeta dengan menangkap 4
anggota pimpinan Partai dan Negara:
Jiang Qing (Istri Mao, anggota Politburo), Zhang Chunqiao (Wk PM), Yao Wen yuan
(anggota PB) dan Wang Hongwen (Wk.Ketua PKT). Mereka diundang rapat PB, ketika
datang langsung ditangkap. Setelah itu terjadi gelombang perse kusi,
penangkapan dan pembunuhan terhadap kader-kader, anggota Partai pen dukung Mao
dan RBKP (Revolusi Besar Kebudayaan Proletar).
Selanjutnya Deng Xiaoping, sebagai kader senior, dengan
mudah menundukkan Hua Guofeng dan menguasai Partai dan Negara. Begitu berkuasa,
ia laksanakan semua kebijakan yang selama puluhan tahun, bersama dengan Liu Shao
qi dan konco-konconya coba terapkan sejak berdirinya RRT tahun 1949. Sudah
tentu mereka mendapat perlawanan gigih dari Mao.
Perjuangan antara garis M-L yang diwakili Mao dengan
garis oportunis kanan dan kiri yang diwakili oleh tidak sedikit tokoh pimpinan
Partai dan Negara, ada lah benang merah yang merajut cerita Han Suyin ini. Jadi
tema pokok yang kita dapatkan dalam buku ini adalah perjuangan dua garis dalam
Partai dan Negara sebagai pencerminan dari kontradiksi kelas dan perjuangan
kelas dalam masyarakat yang sedang membangun Sosialisme. Kontradiksi dan perjuangan
kelas masih tetap ada. Inilah yang memungkinkan restorasi kapitalisme.
Mao berpendapat revisionisme lebih berbahaya dari pada
dogmatisme. Ia ada lah ideologi borjuis yang harus dilawan dan dikalahkan kalau
kita ingin mengkonsolidasi dan meneruskan pembangunan Sosialisme menuju Komunisme.
Bukti sudah diberikan dengan restorasi kapitalisme di Uni Soviet, Tiongkok dan
negeri-negeri sosialis lainnya.
Ketika di Tiongkok tahun 60-70’an berkobar RBKP, saya
sadar sekali akan ada nya perjuangan dua garis dalam Partai. Partai tidak hidup
di sebuah ruang kosong tapi dalam sebuah masyarakat di mana ada kontradiksi
kelas dan perjuang an kelas. Manusia-manusia anggota Partai berasal dari
berbagai lapisan masya rakat dan kelas, maka ideologinya mewakili kelas
asalnya. Sedangkan Partai ada lah barisan pelopor yang terdiri dari elemen-elemen
paling maju dari kelas bu ruh, bukan seperti PKT sekarang yang membolehkan
pebisnis/kapitalis menjadi anggotanya, seperti Jack Ma. PKT tak patut disebut Partai
Komunis Tiongkok, ta pi Partai Kapitalis Tiongkok.
Dalam sebuah Partai Komunis sejati, mereka yang bersedia
menjadi anggota Partai harus berusaha sepanjang hidupnya untuk mengubah
ideologi yang diwarisi dari kelasnya, meninggalkanya sehingga ideologi proletarlah yang berdomi nasi dalam
pikirannya. Hanya kematian yang dapat mengakhiri proses mendidik diri dan
mengubah ideologi itu. Belajar M-L sangat penting untuk merubah ide ologi dan
kemudian menjadikan M-L sebagai pembimbing dalam praktek hidup nya. Praktek itu
bisa praktek produksi, perjuangan kelas, penelitian ilmu, kegiat an politik dan
lain sebagainya.
Ada sebuah anekdote yang menarik antara Chou Enlai dan
Khrushchov, dedeng kot remo Soviet. Dalam sebuah diskusi agak panas antara
kedua pemimpin itu, Khrushchov bilang perbedaan antara Uni Soviet dan Tiongkok
adalah dia berasal dari kelas buruh, sedangkan Chou dari klas Mandarin dengan
hak-hak istime wa. Chou Enlai menjawab, betul, tapi ada persamaanya. Kita
sama-sama meng khianati kelasnya. Nah, itu contoh hidup bahwa mengkhianati
kelas asalnya bi sa baik tapi bisa juga buruk, tergantung kelas mana yang
dikhianati.
Jadi, dalam praktek, sebetulnya tidak ada orang yang bisa
menganggap dirinya sekali komunis tetap komunis. Banyak keadaan dalam hidup dan
perjuangan yang dapat membuat orang meninggalkan ideologi proletar atau bahkan
mengkhianatinya dan kembali ke ideologi asalnya. Karena ideologi proletar belum
berdominasi dalam masyarakat.
Sosialisme lahir dari rahim masyarakat yang berdasarkan
pada penghisapan manusia atas manusia, apakah setengah jajahan setengah feodal
atau kapitalis. Maka manusia-manusia yang
membangun Sosialisme mewarisi ideologi, mentalitas, kebiasaan, dan tradisi
feodal dan borjuis.
Pengertian tentang perjuangan dua garis dalam Partai
merupakan hal baru dalam kehidupan partai komunis. Banyak partai komunis di
dunia ketika itu tidak sadar akan hal itu. Han Suyin menceritakan dengan detil
perjuangan dua garis dalam PKT sejak pembebasan 1949, bahkan kadang-kadang
menengok kebelakang.
Sejak PKT berdiri tahun 1921, dimulailah perjuangan
antara garis politik dan militer Mao dengan garis oportunis kanan dan kiri yang
diwakili antara lain oleh Chen Duxiu,
Wang Ming (Perjuangan Mao melawan garis WM berlangsung selama 15 tahun),
Li lisan, Liu Shaoqi, Deng Xiaoping, dan lain-lain. Mao berusaha menerapkan M-L
dengan kreatif sesuai dengan watak masyarakat setengah jaja han setengah feodal
Tiongkok.
Kepemimpinan Mao dan garis M-L yang ia wakili baru diakui
Partai tahun 1935 di Konferensi Tsunyi, di tengah-tengah Long March untuk
menyelamatkan Partai, Tentara Merah dan Revolusi. Namun itu sama sekali tidak
berarti garis Mao diterapkan di seluruh negeri. Berbagai macam sabotase dan
halangan dilaku kan oleh kawan-kawan sesama pimpinan, seperti Wang Ming, Liu Shaoqi-Deng
Xiaoping yang pembakangannya, watak revisionis dan reaksionernya terekspos luas
dalam RBKP. Tak aneh jika dalam RBKP, nama populer yang disandang Liu Shaoqi
adalah Khrushchov Tiongkok.
Kekurangan terbesar dari buku Han Suyin adalah dia sama
sekali tidak membahas peran Deng Xiaoping dalam perjuangan dua garis ini.
Padahal Deng sudah tiga kali dipecat dari Partai. Selama berkobar RBKP saya
ingat sekali massa rak yat mengganyang garis Liu-Deng. Dazibao di jalan-jalan,
di universitas, di pabrik dan komune penuh dengan tulisan yang membelejeti
garis menempuh jalan ka pitalis yang dipraktekkan Liu dan Deng.
PM Chou Enlai berhasil meyakinkan Mao supaya Deng dapat kembali diterima setelah bikin otokritik. Kalau mau bicara tentang kesalahan Mao yang terbesar, percaya pada otokritik Deng dan menerimanya kembali , itulah kesalahannya yang terbesar. Deng ternyata betul-betul munafik dan telah mengkhianati Mao. Otokritiknya palsu 100%. Begitu Deng berkuasa, dimulailah pembongkaran dasar dan sendi-sendi sistem sosialis, komune rakyat dibubarkan, status buruh te tap seumur hidup dihapus, hak mogok buruh dihapus, empat Kebebasan Besar: Da Ming (bicara dengan bebas), Da Fang (mengemukakan pendapat seluas-luas nya), Da Bianlun (bebas mengadakan perdebatan besar), Da Zibao (bebas menu lis poster berhuruf besar), dihapus, tapi pintu dibuka lebar-lebar buat penanam an modal asing dengan memberinya berbagai macam kemudahan seperti tax holiday, tenaga kerja murah, etc. Konstitusi Partai juga diubah, mengijinkan ka pitalis masuk Partai.
Dalam perjuangan dua garis, “Selamatkan pasien dengan
menyembuhkan penyakitnya” adalah semboyan Mao. Han Suyin menceritakan bagaimana
Mao mencoba menyelamatkan Liu Shaoqi. Mao percaya bahwa orang bisa berubah.
Anggota pimpinan yang membuat kesalahan seperti Wang Ming, Li Lisan, tidak
dikeluarkan dari Partai, bahkan tetap menduduki jabatannya sebagai anggota CC
atau PB. Kecuali kalau sudah dianggap berkhianat dan berpihak kepada musuh
seperti Chen Duxiu, Zhang Kuotao. Ini bertentangan dengan tuduhan Mao diktator
yang dilontarkan kaum remo, kaum imperialis serta antek-anteknya seperti Jung Chang,
anak kader menengah atas PKT, penulis “The Unknown Mao” yang penuh kebohongan,
pemelintiran, manipulasi fakta sejarah, persis seperti rezim Soeharto terkait
dengan sepak terjang dan misi visi PKI serta semua organisasi massa yang turut
dihancurkan.
Melancarkan perjuangan dua garis tidak berarti Mao tidak berjuang untuk persatuan Partai. Supaya kader dan anggota Partai dapat melancarkan dan turut serta aktif dalam perjuangan 2 garis, disamping harus belajar M-L-Fikiran Mao Tsedong, mereka harus turun ke bawah melakukan investigasi, jangan hanya percaya pada laporan. Mao, di satu pihak, tidak menganggap Partai sebagai sesuatu yang suci, tak bisa disentuh bahkan dibikin kocar-kacir oleh massa, tapi di lain pihak, Mao juga mengajar tanpa Partai, Revolusi tak mungkin dilancarkan dan mencapai kemenangan. Itulah dialektika, kesatuan dari dua hal yang bertentangan.
Perjuangan dua garis dalam Tentara Pembebasan Nasional
(TPR)
Perjuangan dua garis juga terjadi di TPR, antara Mao
dengan Peng Tehuai, pahlawan dalam Perang Korea. Prinsip Mao dalam militer
antara lain, TPR dibentuk sebagai Tentara Rakyat; senjata dipimpin Partai; TPR
merupakan sekolah untuk mendidik kader dan anggota Partai. Pendidikan politik
dan demokrasi dalam tentara sangat penting, makanya ada komite prajurit, ada
kesetaraan antara perwira dan prajurit; disiplin disetujui secara sukarela
melalui disiplin Partai. Tentara menjalankan garis massa dan turut serta dalam
kerja produktif. Sebalik nya Peng Tehuai menganggap semua prinsip ini kuno dan
berpaling kepada model tentara Soviet. Han Suyin menjelaskan bagian ini dengan
detil.
Dalam kontradiksi ini turut campur juga kaum revisionis Soviet yang sudah tentu mendukung Peng Tehuai. Peng Tehuai juga menyerang politik “Lompatan Jauh Ke depan” yang sudah disetujui Komite Sentral. Ketika itu, betul-betul terdapat ancaman kudeta terhadap Mao. Tapi Mao berhasil mengatasinya.
Perjuangan dua garis dalam Gerakan Komunis Internasional
(GKI)
Perjuangan dua garis juga terjadi dalam GKI. Stalin
meninggal tahun 1953. PKUS (Partai Komunis Uni Soviet) di bawah pimpinan
Khrushchov menyelenggarakan Kongres ke XX, Februari, 1956. Dalam “pidato
rahasia”nya, Khrushchov menghujat
Stalin sebagai tiran lalim haus darah yang menyebarkan teror selama dua dekade.
Kebencian kaum borjuasi terhadap Stalin antara lain karena Stalin berhasil
mencapai sukses besar selama 30 tahun pembangunan Sosialisme yang telah
memungkinkannya mengalahkan fasisme Hitler. Itu fakta Sejarah.
Sebelum
“pidato rahasia”, propaganda anti-komunis dan anti -Soviet dilakukan oleh media
komunikasi serta kaum intelektual borjuis Barat. Sekarang mereka menemukan
sekutu pada kaum revisionis pimpinan Khrushchov yang sejak Kongres ke XX PKUS,
melakukan kampanye anti-Stalin melalui pemalsuan dan manipulasi sejarah rakyat Soviet Uni serta Partai
Proletarnya, PKUS.
Teori-teori revisionis yang dijajakan kaum remo Soviet, antara lain, Partai Seluruh Rakyat, Negara Seluruh Rakyat, Peralihan secara damai ke Sosialisme, Koeksistensi damai dengan imperialisme.
Ide Partai dan Negara Seluruh Rakyat muncul karena kaum remo Soviet percaya bahwa di negeri sosialis tidak ada lagi kontradiksi dan perjuangan kelas. Perali han secara damai ke sosialisme didasarkan pada anggapan bahwa watak dan ha kekat imperialisme sudah berubah, tidak lagi diperlukan kekerasan untuk mere but kekuasaan politik dari kaum borjuasi. Dari situ maka kaum remo Soviet me nentang semua perjuangan bersenjata melawan imperialisme. Misalnya, mere ka menginginkan ketika itu agar rakyat Vietnam menghentikan perjuangan ber senjatanya untuk mengusir tentara AS guna menyatukan tanah airnya.
Lompatan Jauh Kedepan
‘Lompatan jauh kedepan’ telah menjadi salah satu isu yang digunakan kaum remo dan kaum imperialis untuk mendemonisasi Mao dan mendudukannya seja jar dengan Hitler melalui media dan buku-buku pengarang intelektual pro-Barat seperti Dr. Li Zhisui dan Jung Chang. Dalam “Mao, The Unknown Story” Jung Chang menuduh Mao membunuh 70 juta rakyat termasuk 38 juta selama “Lompatan Jauh Kedepan”.
‘Lompatan Jauh Kedepan’ adalah revolusi teknologi dan kebudayaan yang dilan carkan serentak dengan revolusi sosialis di front politik dan ideologi; secara serentak mengembangkan industri dan pertanian; mengembangkan industri serentak di pusat dan daerah di bawah kepemimpinan pusat dengan perencanaan menyeluruh dan terkoordinasi; serta mengembangkan perusahaan besar, menengah, dan kecil secara serentak. Dengan kata lain membangun sosialisme dengan lebih cepat, lebih baik, lebih ekonomis dan berusaha semaksimal mungkin dan terus maju secara konsisten.
Sebuah proyek teknologi, kebudayaan, politik, ideologi, industri, dan pertanian yang dilancarkan secara serentak di sebuah negeri dengan penduduk lebih dari 650 juta sudah tentu tidak mudah dan tak akan bebas dari kekurangan dan kesalahan. Selama periode “Lompatan Jauh Kedepan”, terjadi juga gelombang petani yang dengan antusias berbondong-bondong membentuk Komune Rakyat. Kelaparan dalam periode itu tidak dapat dipisahkan dari bencana alam besar yang kebetulan juga menimpa rakyat selama proyek itu berjalan. Mao bersama dengan Partai dan Pemerintah mengakui adanya kesalahan manusia dalam melak sanakan kebijakan “Lompatan Jauh Kedepan”. Pemerintah ketika itu menyatakan bahwa kelaparan disebabkan 70% oleh bencana alam dan 30% oleh kesalahan manusia.
Han Dongping di bukunya ”Farmers, Mao, and Discontent in China From the Great Leap Forward to the Present” tidak meragukan adanya salah
urus dalam “Lompatan Jauh Ke depan”. Dia menjelaskan, di Tiongkok Utara ‘Lompatan Jauh Kedepan’ telah mengubah musim ‘nganggur’
(musim dingin dan awal musim semi) dan musim ‘lambat’ (akhir musim semi, awal
dan akhir musim panas dan awal musim gugur) menjadi musim ‘sibuk’.
Akibatnya, musim sibuk yang biasa nya hanya tiga bulan menjadi lebih panjang.
Pada musim “sibuk” kaum tani makan lebih banyak dari pada “musim nganggur dan
musim lambat”. Di sinilah letak ketidak seimbangan antara kebutuhan kaum tani
untuk makan lebih banyak, karena bekerja lebih banyak, dengan persediaan
makanan yang tidak memenuhi kebutuhan tersebut.
‘Kesibukan’ yang terjadi pada musim dingin dan musim semi
(yang biasanya masuk dalam musim “nganggur”) adalah membangun waduk, menggali
sumur, mengeruk dasar sungai, membangun kanal-kanal irigasi dan lain
sebagainya.
Pertanyaannya adalah mengapa kaum tani bersedia bekerja keras dengan pengorbanan besar dan memilih kesulitan dan kelaparan dari pada bangkit beron tak atau berdemonstrasi menentang Mao, kalau memang mereka menganggap Mao biang keladi dari semua penderitaan mereka?. [Tatiana Lukman]