Pernyataan Sikap GSBI atas Pidato Prabowo Subianto dalam Pelantikannya sebagai Presiden RI ke 8 Periode 2024 – 2029 dan Kabinet Merah Putih.
Pernyataan Sikap Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) Nomor: PS.00036/DPP.GSBI/JKT/X/2024 Atas Pidato Prabowo Subianto dalam Pelantikanny...
https://www.infogsbi.or.id/2024/11/pernyataan-sikap-gsbi-atas-pidato.html?m=0
Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI)
Nomor: PS.00036/DPP.GSBI/JKT/X/2024
Atas Pidato Prabowo Subianto dalam Pelantikannya sebagai Presiden RI ke 8
Periode 2024 – 2029 dan Kabinet Merah Putih.
Tidak ada Buruh, Omnibus Law Cipta Kerja, Masalah PHK, Upah, Tapera dan Solusi atas Masalah Industri dan Ketenagakerjaan dalam Pidato Pertama Presiden Prabowo Subianto.
Salam Demokrasi !!!
Pada tanggal 20 Oktober 2024 dihadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Prabowo Subianto resmi di angkat sumpah janjinya (dilantik) menjadi Presiden RI ke 8. Setelah melewati masa 20 tahun, tiga kali kalah dalam pemilu baik sebagai capres dan cawapres. Dan pada Pilpres 2024 dengan segala kontroversi dan kegaduhan politik kembali maju berpasangan dengan Gibran Rakabuming Raka anak Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang akhirnya keluar sebagai pemenang.
Pidato kenegaraan pertama Presiden Prabowo Subianto pasca di lantik, banyak di puji dan disanjung sangat luar biasa oleh banyak kalangan terutama para pendukungnya, menjadi perbincangan dan memunculkan banyak harapan baru untuk bangsa katanya. Namun bagi Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) sebagai serikat buruh nasional, pusat perjuangan buruh dan serikat-serikat buruh di Indonesia yang berkarakter independen, militan, patriotik dan demokratik menilai pidato tersebut biasa-biasa saja, sama saja dengan isi pidato Prabowo Subianto pada tahun 2014, 2029 dan 2024 dalam pencalonannya dan kampanyenya sebagai calon presiden (capres). Isi pidatonya tidak ada sesuatu yang baru, tidak ada yang konkrit untuk menyelesaikan masalah rakyat, bangsa dan negara Indonesia dari cengkraman kapitalis monopoli asing (imperliasme), sistem feodalisme dan kapitalis birokrat yang korup, dari jeratan 1% (oligarki) yang di akui Prabowo mengusai Indonesia, berkuasa atas kekayaan bangsa hingga 36%, berkuasa atas ekspor dan impor komoditas di Indonesia, yang dengan kekuatan ekonominya memiliki kekuasaan memilih dan menentukan siapa yang mimpin Indonesia. Sementara dalam laporan Global Wealth Report 2018 yang dirilis Credit Suisse menunjukkan bahwa 1% orang terkaya di Indonesia menguasai 46,6% total kekayaan penduduk dewasa di tanah air. Sementara 10% orang terkaya menguasai 75,3% total kekayaan penduduk.
Dalam pidatonnya yang berapi-api itu, tidak ada Reforma Agraria Sejati (RA) dan moratorium perampasan dan monopoli tanah yang dinantikan kaum tani, nelayan dan masyarakat adat. Tidak ada moratorium apalagi pencabutan Omnibus Law Cipta Kerja sebagai aturan sumber dari segala sumber masalah kaum buruh, rakyat dan industri Indonesia, Masalah PHK yang saat ini semakin marak, kepastian kerja, Upah, Tapera dan Solusi atas Masalah Industri dan Ketenagakerjaan yang dinantikan dan di tunggu-tunggu kaum buruh. Tengok saja dukungan pada kemerdekaan rakyat Palestina, hanya sekedar pernyataan omon-omon dukungan saja, tidak ada pernyataan kecaman dan kutukan terhadap zionis Israel dan imperialis AS sebagai biang kerok tindakan genosida di Gaza Palestina dan dunia. Dimana dengan senjata dan peralatan tempurnya persis seperti apa yang dilakukan oleh AS membantu rezim Soeharto dalam genosida peristiwa 65.
Pimpinan (presiden) berganti tapi rezim (sistem) tidak berubah. Bekerja hanya untuk rakyat, bukan untuk keluarga, kelompok, golongan atau menyenangkan pimpinan, tidak boleh korupsi, korupsi membahayakan negara, korupsi telah melanda pejabat di segala tingkatan, banyak pengusaha yang tidak nasionalis karena turut korupsi, kita harus benar-benar berantas korupsi di segala bidang, semua pejabat mulai dari atas harus memberi contoh pejabat yang benar-benar bersih. Jangan senang dengan angka-angka statistic, subsidi harus sampai langsung ke kepala keluarga, rakyat harus cukup sandang, pangan dan papan, dllnya. Menurut GSBI, gagasan dan ide yang menggelegar dikatakan dalam pidato itu tidak tercermin dan tidak sesuai dengan staffing yang dilakukan, tidak sesuai dengan para menteri dan wakil menteri serta kepala badan yang di tunjuk dan dilantik dalam kabinetnya. Kabinet Merah Putih Prabowo Subianto di dominasi menteri-menteri di era Joko Widodo (Jokowi) yang bermasalah (terindikasi korupsi, kolusi dan nepotisme), yang gagal mencapai pertumbuhan ekonomi sebagaimana dijanjikan Jokowi, tidak pernah berhasil mencapai target-target ekonomi yang ditetapkanya sendiri dalam RPJMN 2014-2020 dan RPJMN 2020-2024. Alih-alih membentuk kabinet zaken yang ada malah kabinet Second, kabinet New Jokowi dimana 50% lebih bekas menteri dan orang-orang di era Presiden Joko Widodo (Jokowi) menduduki kementerian, badan-badan dan jabatan-jabatan primer.
Kabinet super gemoy Prabowo Subianto dengan 7 menteri koordinator, 41 menteri teknis, 5 kepala badan, 56 wakil menteri, dan 26 utusan khusus Presiden, ini merupakan kabinet “tergemuk” sejak orde baru hingga reformasi atau bertambah 14 dibandingkan dengan Kabinet Indonesia Maju (KIM) Joko Widodo yang berjumlah 34 kementerian. Tentu saja ini akan menjadi tambahan beban berat bagi APBN yang terseok-seok sepanjang 10 tahun terakhir dibawah kepemimpinan Joko Widodo yang terus mengalami defisit dan terus bertambah defisit.
Dalam RAPBN tahun 2025 yang direncanakan dan digambarkan oleh Presiden Joko Widodo pada pidato Nota Keuangan Negara bulan Agustus 2024, defisit APBN tahun 2025 digambarkan sebesar 616,2 Triliun (dengan rincian penerimaan sebesar 2.996,9 T, dan belanja sebesar 3.613,1 T), lalu sebesar 800,33 T (22,1% dari APBN) akan digunakan untuk membayar hutang yang jatuh tempo pada tahun 2025. Kabinet Gemuk dan Second sangatlah kontras dengan kondisi APBN yang terbatas, rapuh, ringkih, dan tidak mempunyai daya kemandirian. Karena jika di tambah dengan pembiayaan proyek IKN, Program makan siang gratis, belanja pegawai, infrastruktur kementerian baru, pelaksanaan program lainnya dipastikan defisit APBN akan semakin besar. Pertanyaannya dari mana untuk nombok defisit tersebut? Jika bukan nambah utang, merampok sumber daya alam, dan merampok pendapatan rakyat melalui berbagai skema, seperti Tapera, Kenaikan PPN dan PPH serta segala jenis pajak, kenaikan iuran BPJS, asuransi wajib kendaraan, dllnya.
Maka perubahan nomenklatur, kabinet super gemoy, memecah beberapa kementerian dari satu kementerian dapat dipastikan kabinet ini tidak akan bisa langsung bekerja, karena beberapa kementerian dan badan harus menyiapkan sarana dan pra-sarana, seperti, pengadaan staf, pegawai, kantor dll. Mestinya ditengah keterbatasan fiskal, defisit APBN dan masalah yang dihadapi rakyat dan bangsa saat ini yang daya kerusakannya sudah sangat parah, maka kabinet yang dibutuhkan adalah kabinet yang ramping dan gesit yang garcep siap langsung bekerja. Sehingga APBN yang ada mempunyai ruang yang cukup untuk mengakselerasi program-program prioritas dan lain sebagainya sebagaimana janji kampanye presiden Prabowo. Artinya berpacu kecepatan antara kecepatan penanganan masalah dari kerja pemerintah dan kemarahan rakyat, siapa yang lebih cepat ??.
Data menunjukan jutaan rakyat bertahan hidup dari pinjol untuk bisa bertahan hidup dari bulan ke bulan, sementara 40 ribu lebih buruh hidup dari pesangon akibat badai PHK tak terbendung di tahun 2024, satu juta petani setiap tahunya hilang (tercerabut) dari ruang hidupnya akibat perampasan tanah untuk kepentingan proyek startegis nasional (PSN), infrastruktur, perumahan, pabrik, perkebunan, dsb. Belum lagi jika dihitung dari dampak agenda Transisi Energi yang akan dijalankan, ini akan membawa dampak bagi buruh di sektor pertambangan dan energi, perkebunan sawit, manufaktur (otomotif, elektronik, dll) yang menjadi tantangan bagi pemerintah. Dimana agenda transisi energi akan merubah landscape industri tersebut. Dampak nyata akan ada jutaan buruh kehilangan pekerjaan. Tanpa melibatkan partisipasi buruh yang bermakna dalam agenda tersebut untuk memastikan hak-haknya serta jaminan kerja, jaminan sosial, dan jaminan pendapatan untuk hari depanya, hal ini sama saja dengan negara “hilang ingatan” atas peran buruh di masa perang kemerdekaan sebagaimana yang diucapkan oleh Presiden Prabowo dalam pidatonya, dan bertindak “Habis Manis, Sepah dibuang” mengingat jutaan rakyat yang telah mencurahkan tenagakerjanya di sektor industri ini. Di tambah lagi dengan berbagai kebijakan peninggalan rezim Jokowi yang akan mulai berlaku efektif pada tahun 2025 seperti kenaikan pajak PPN, kutipan iuran wajib TAPERA, rencana skema baru tambahan iuran Jaminan Pensiun, ini jelas akan menambah beban rakyat menjadi berlipat ganda hingga jatuh ke jurang kemiskinan yang tak terbendung.
Sementara rakyat yang memperjuangkan hak-hak dasarnya dihadapkan dengan tindak kekerasan, kriminalisasi, pemenjaraan bahkan penghilangan nyawa.
Ditinjau dari 10 tahun terakhir pertumbuhan sektor industri terhadap PDB pada periode 2011 - 2019 dan tahun 2020 terus mengalami penurunan. Tahun 2011 kontribusi industri terhadap PDB 6,26%, Tahun 2019 menjadi 3,80%, dan Tahun 2020 menjadi (– 2,93%). Data ini menunjukan bagaimana Industri Indonesia mengalami de-industrialisasi yakni macetya kontribusi industri terhadap ekonomi nasional. Pada tahun 2000, tercatat kontribusi industri terhadap ekonomi nasional sebesar 47 persen. Akan tetapi pada tahun 2010, kontribusi industri terhadap ekonomi nasional merosot drastis menjadi 12,5 persen. Atau setara dengan kontribusi industri terhadap ekonomi nasional pada tahun 1965. Ini terjadi karena pemerintah tidak memberikan perhatian serius terhadap pengembangan industry.
Indonesia sebagai negara agraris sekaligus memiliki garis laut terluas dengan kekayaan sumber daya alam yang melimpah dan 280 juta penduduk yang mayoritas rakyatnya adalah kelas produktif yaitu kaum tani dan buruh yang jumlahnya mencapai 60% lebih dari total jumlah penduduk Indonesia, adalah faktor dan modal utama untuk membangun negeri ini menjadi negara maju. Betapapun hebatnya pembangunan pada 10 tahum Presiden Jokowi memimpin, tetaplah Indonesia menjadi negeri yang terbelakang, tidak membawa pada kehidupan rakyat yang lebih baik. Lapangan kerja terbatas, terus mempertahankan sistem pertanian terbelakang, dan keterbelakangan teknologi disektor industri, dan terus memperkokoh dan memperkuat monopoli tanah oleh tuan tanah besar.
Berikut ini adalah masalah utama industry dan ketenagekerjan Indonesia:
1. Industri Indonesia yang ada saat ini bukanlah Industri nasional.
Industri yang ada tidak lahir berbasiskan land reform sejati, yang membebaskan mayoritas rakyat Indonesia terlebih dahulu yaitu kaum tani dari sistem produksi pertanian yang sangat tradisional, terbelakang, menindas dan menghisap. Jadi industry yang ada saat ini bukanlah industri milik dan untuk memenuhi keperluan material hidup bangsa dan rakyat Indonesia. Tapi industri yang berorientasi ekspor dan subsitusi impor dengan bahan baku impor, bergantung pada paten dan di bawah lisensi imperialis. Manufaktur yang ada adalah olahan setengah jadi, industri rakitan (assembling) mengandalkan mesin kuno dan teknologi paling rendah.
Konsekuensinya, upah buruh harus murah dan dikorbankan untuk memastikan harga komoditas hasil industri dapat diekspor dengan harga murah. Imperialis dengan bantuan tuan tanah besar memperoleh bahan mentah produk kaum tani dengan harga sangat murah, melalui perampasan surplus produk yang barbar. Klas buruh bekerja dengan jam kerja yang panjang dan kecelakakan kerja yang tinggi dan fatal. Politik upah murah akan terus dipertahankan atau mengalami pembekuan dalam watu yang panjang. Klas buruh Indonesia bahkan tidak bisa memproduksi tenaga yang baru untuk bekerja keesokan harinya.
2. Modal, Pasar, Bahan Baku, Mesin/Teknologi, dll sangat Bergantung pada Asing.
Industri yang macam ini kedudukanya sangat ringkih dan betul-betul tergantung dari situasi dunia internasional. Tidak memiliki industri nasional berbasis reforma agraria sejati adalah faktor fundamental ringkihnya industri Indonesia. Sehingga mengakibatkan jutaan rakyat masih menganggur tidak bekerja karena sempitnya lapangan kerja.
Data Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menunjukkan bahwa seluruh sektor industrial bergantung pada impor, bahkan elektronik dan otomotif sepenuhnya bergantung impor. Kimia bergantung 55%, metal bergantung lebih dari 77%. Demikian pula dengan level investasi pada teknologi, penelitian dan pengembangan dan produktifitas. Hingga sekarang sumbangan manufaktur masih sangat rendah sebagai penopang hidup Indonesia secara keseluruhan, hampir setara dengan sumbangan laten sektor pertanian. Pendapatan terbesar negeri ini diperoleh dari sektor Jasa alias “Melayani” investasi dan utang imperialis di Indonesia. Jasa angkutan-transportasi, perdagangan, jasa keuangan, jasa telekomunikasi dan lain sebagainya. Sementara 55% GDP sangat bergantung pada konsumsi rumah tangga, bukan konsumsi untuk kapital produktif.
3. Biaya Tinggi yang Tidak Terkait dengan Industri seperti Logistik, Suku Bunga dan KKN.
Hal ini terkonfirmasi oleh peringkat yang dilakukan Bank Dunia berupa Logistics Performance Index (LPI) tahun 2023 dan sebelumnya dilakukan pada tahun 2018. Peringkat Indonesia anjlok dari 46 menjadi 63 dari 139 negara atau anjlok sebesar 17. Di antara negara-negara ASEAN, peringkat LPI 2023 tertinggi setelah Singapore adalah Malaysia (peringkat 31), diikuti Thailand (37), Filipina (47), Vietnam (50), Indonesia (63), Kamboja (116), dan Laos PDR (82). LPI 2023 ini tidak mencakup Brunei dan Myanmar yang pada 2018 berada di peringkat 80 dan 137. Bila melihat persentasenya, Indonesia tertinggi dibanding negara ASEAN Five yaitu 23,5% dari PDB sementara Singapure 8%, Malaysia 12,5%, Filipina 13% dan Thailand 13,2%. Hal ini jelas menggerus pendapatan perusahaan yang sesungguhnya bisa dialihkan untuk keuntungan usaha dan pengembangan investasi serta peningkatan upah buruh.
Sementara itu suku bunga di Indonesia pun relatif tinggi yaitu berkisar 9-11% sementara di Malaysia sekitar 5-6% saja. Hal ini juga tercermin dari suku bunga acuan BI saat ini yang masih tinggi yaitu 6,25% dibanding Malaysia yang hanya 3%. Dengan spread atau Nett Interest Margin (NIM) yang tinggi 4-5% maka wajarlah bila suku bunga pinjaman semakin tinggi. Bila suku bungan ini bisa lebih ditekan maka dengan sendirinya pendapatan perusahaan bisa dinikmati juga oleh kaum buruhnya.
Sementara itu saat ini korupsi yang semakin merajalela juga mengurangi pendapatan usaha karena harus berbagi dengan pemegang otoritas. Hal ini tercermin dari menurunnya Indeks Persepsi Korupsi (IPK) dari 40 pada tahun 2019 menjadi 34 pada tahun 2022. Demikian juga hal ini bisa dilihat dari kenaikan ICOR (Incremental Capital Output Ratio) yang pada tahun 2014 sebesar 4,9 kemudian naik terus hingga sempat mencapai 8,61 pada tahun 2021 dan pada tahun 2023 turun menjadi 7,6. Nilai ICOR ini jelas menunjukan peningkatan inefisiensi yang disebabkan oleh buruknya perencanaan dan korupsi. Bila saja pemerintah berhasil mengembalikan tingkat ICOR seperti pada tahun 2014, maka akan semakin banyak kegiatan investasi yang akhirnya dapat meningkatkan distribusi pendapatan masyarakat melalui penyerapan tenaga kerja.
4. Penyelundupan dan Mudahnya Impor yang Tidak Terkendali.
Tidak terbantahkan lagi, bahwa Indonesia adalah surga bagi negara-negara eksportir karena begitu mudahnya mengimpor barang ke Indonesia. Menurut data Kementerian Perindustrian, terdapat 69 Lembaga Sertifikasi Produk (LS Pro) dan ternyata banyak yang tidak memiliki Laboratorium Uji. Karena banyaknya LS Pro ini juga tentunya sangat mudah untuk “kongkalikong”. Sementara itu bila melihat negara-negara lain misalnya di Malaysia hanya ada satu, Jepang hanya satu, China hanya satu dan India juga hanya satu Lembaga Sertifikasi Produk.
Hal lain yang mengindikasikan bahwa produk impor mudah masuk RI adalah jumlah instrumen hambatan dagang yang masih sedikit, di antaranya yakni safeguard yang dimiliki Indonesia hanya 102. Sementara China memiliki 1.020 safeguard, Thailand 226, dan Filipina 307. Demikian juga untuk antidumping, Indonesia hanya memiliki 48 antidumping untuk produknya. Sedangkan India memiliki 280 dan Filipina 250 instrumen antidumping.
Kemudian untuk pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) Wajib atau disebut technical barrier to trade, Indonesia memiliki hanya 172 SNI wajib, lebih sedikit dibandingkan Uni Eropa yang sebanyak 4.004, China 1.170, Thailand 585, Filipina 250, dan Malaysia 227.
Belum lagi bila melihat data penyelundupan atau impor ilegal yang juga sangat besar nilainya. Untuk pakaian dan alas kaki, menurut Kementerian Koperasi dan UMKM penyelundupan sekitar 31% sedangkan impor legalnya 41%. Ini artinya industri pakaian dan alas kaki dalam negeri hanya sekitar 28% saja.
Dari berbagai keterangan di atas, maka sesungguhnya Indonesia masih memiliki ruang yang sangat besar untuk melakukan ekspansi industri. Ini artinya akan secara masif meyerap tenaga kerja dan meningkatkan daya beli masyarakat, bila saja kebijakan industri nasional diperkuat dan penegakan hukum betul-betul diterapkan.
5. Omnibuslaw Cipta Kerja dan segala aturan turunannya memperburuk keadaan industri dan ketenagakerjaan.
Esensi dari UU Cipta Kerja adalah aturan pro investasi dan kapital milik imperialisme masuk ke Indonesia. Sejak diberlakukan tahun 2023, bahkan jauh sebelum itu hubungan kerja fleksibel dan semakin fleksibel semakin marak hampir disemua sektor dan jenis industri. Meskipun memiliki tujuan yang ambisius untuk meningkatkan daya saing ekonomi dan menarik investasi, implementasi omnibus law cipta kerja tidak memberi banyak perubahan pada perbaikan Industri Indonesia (investasi) terutama dalam membuka lapangan pekerjaan. Undang-undang ini di tolak kaum buruh hingga saat ini dan kapan pun, selain proses pembentukannya yang tidak melibatkan partisipasi publik yang bermakna dan tidak transparan, melanggar konstitusi, isinya pun banyak merugikan buruh. Dengan adanya omnibus law cipta kerja semakin menurunnya perlindungan buruh (mengurangi bahkan menghilangkan hak buruh), seperti PHK di permudah, pengurangan pesangon, fleksibilitas dalam pengaturan jam kerja, dan peraturan tentang outsourcing (tidak adanya kepastian kerja), lapangan kerja juga tetap saja sempit. Union busting (kebebasan berserikat, berpendapat dan berunding bersama/kolektif), politik upah murah (rendah), jaminan sosial terbantas dan diskriminasi. Maka Omnibus Law Cipta Kerja dan aturan turunannya adalah nyata aturan yang melahirkan praktek ketenagakerjaan primitif dan memperburuk keadaan industri dan ketenagakerjaan serta penghalang bagi kaum buruh dan rakyat Indonesia menuju perubahan sejati.
6. Sempitnya Lapangan Kerja dan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Hal ini terbukti dalam 10 tahun mencuat dengan semakin banyaknya tenaga kerja informal yang sekitar 60% dari total yang bekerja dan menurunnya sumbangan sektor industri pada PDB. Saat ini terdapat hampir 10 juta Gen Z yang tidak dalam keadaan NEET (not in employment, education and training) atau dengan kata lain sedang menganggur. Bahkan saat ini sedang terjadi badai PHK di berbagai daerah yang menurut data Kementrian Ketenagakerjaan telah mencapai sekitar 56.000 orang hingga akhir Agustus 2024. Padahal seperti biasanya, banyak juga PHK yang tidak dilaporkan. Tahun 2023 lalu misalnya, jumlah PHK yang dilaporkan APINDO (Asosiasi Pengusaha Indonesia) sekitar 358.809 orang sementara yang dipublikasikan Kementerian Ketenagakerjaan hanya 63.806 orang. Perbedaan yang sangat jauh ini yaitu hingga hampir lima kali lipat sungguh mengkhawatirkan.
Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) pada Februari 2024 menyebut terdapat 149,38 juta angkatan kerja. Adapun yang bekerja di sektor formal sebanyak 58,05 juta orang atau sekitar 40,83%. Sementara itu jumlah pengangguran terbuka sekitar 4,82% atau sekitar 7,2 juta orang. Telah terjadi anomali investasi di mana saat ini rasio jumlah tenaga kerja yang diserap setiap investasi Rp. 1 Triliun hanya 1.286 tenaga kerja. Padahal pada tahun 2013 setiap investasi Rp. 1 Triliun bisa menyerap 4.594 tenaga kerja. Karena itu walau nilai investasi meningkat pada tahun 2023 yakni sebesar Rp. 1.418,9 triliun namun hanya bisa menyerap tenaga kerja sebanyak 1,82 juta orang.
Bahwa pemerintahan yang silih berganti berkuasa hingga saat ini tidak pernah melikwidasi sepenuhnya sumber pokok dari kesengsaraan kaum buruh dan rakyat Indonesia, yaitu kekuasaan ekonomi kaum imperialis dan tidak membebaskan tenaga produktif terbesar rakyat Indonesia yaitu kaum tani di pedesaan, dari penghisapan feodalisme. Selama itupula kaum buruh dan rakyat Indonesia tidak akan mencapai kemerdekaan dan kesejahteraannya.
Monopoli dan perampasan tanah yang semakin masif di pedesaan telah nyata melahirkan kemiskinan yang semakin meluas, dan menjadi akar dari migrasi paksa bagi sebagian rakyat Indonesia untuk bekerja di luar negeri menjadi Buruh Migran (BMI). Pemuda, mahasiswa dan pelajar, terbebani karena tidak adanya kepastian atas akses pedidikan ditengah eksisnya komersialisasi, privatisasi dan liberalisasi dunia pendidikan, terbatasnya tentang harapan masa depan atas lapangan pekerjaan dan upah yang layak. Kesemuanya tidak dapat diwujudkan dengan ketiadaan industrialisasi nasional yang kuat dan mandiri tanpa intervensi kepentingan kapitalis monopoli asing (imperialis). Tetapi Industrialisasi Nasional juga tidak dapat diwujudkan bilamana reforma agraria sejati tidak pernah dimenangkan.
Situasi industrial yang demikian itu tidak saja menciptakan ketidak-pastian hidup dan ketidak-pastian kerja bagi kaum buruh, memelihara pengetahuan dan keterampilan rendah, memelihara upah murah, sangat rentan PHK akan tetapi jelas merintangi pembebasan dan kemajuan kaum tani, penghalang besar bagi reforma agraria, terciptanya pertanian besar modern di Indonesia. Yang lebih parah dan senantiasa lebih buruk lagi pada saat krisis kronis memuncak, kaum buruh masih harus merelakan hasil kerjanya untuk diambil oleh kapitalis industrial untuk kepentingan klas-klas berkuasa: memelihara Laba bagi kapitalis industri, memelihara Laba bagi kapitalis dagang, membayarkan Bunga pada kapitalis bank yang memberi kapitalis industrial untuk berproduksi, membayar sewa tanah pada tuan tanah besar pemasok bahan mentah, membayar pajak pada negara. Tidak satu pun dari mereka memiliki kepentingan atau sekedar tendensi untuk memelihara tingkat upah yang lebih baik bagi kaum buruh. Kaum buruh setelah bekerja setahun dalam pabrik diminta untuk melakukan Survey Pasar – menghitung harga keperluan yang “cocok dengan martabat keburuhannya” di pasar. Menghitung harga ikan asin dan telor satu papan. Hal yang tidak bakal dilakukan kapitalis pada saat menentukan Margin Laba untuk dirinya!
Tuntutan GSBI yang harus dikerjakan Presiden Prabowo Subianto dalam Bidang Ketenagakerjaan
GSBI percaya bahwa pembangunan yang berorientasi pada dinamika ketenagakerjaan yang berdasarkan dan berpegang teguh pada Pancasila dan UUD 1945 akan menghasilkan suatu pembangunan yang bisa meningkatkan pemerataan sekaligus pertumbuhan ekonomi yang inklusif (growth through equality). Hal ini terjadi karena sesungguhnya tenaga kerja adalah subjek sekaligus objek dari pembangunan. Kegiatan pembangunan pada akhirnya adalah untuk manusia dan manusia yang bekerja akan kembali menghadirkan pembangunan yang lebih baik lagi.
Selain daripada itu, pembangunan yang berorientasi pada dinamika ketenagakerjaan juga dengan sendirinya akan menghadirkan pembangunan atau pertumbuhan ekonomi yang inklusif dengan melihat bahwa manusia yang bekerja pastilah berasal dari berbagai macam latar belakang muktikultural dan gender. Dengan kata lain, tanpa kecuali, semua golongan masyarakat baik laki-laki maupun perempun dari latar belakang suku, agama dan ras apapun akan mendapat perlakuan yang sama. Penilaian diskriminatif sudah dicegah oleh berbagai peraturan perundang-undangan termasuk konvensi-konvensi internasional. Dalam dunia kerja, pembedaan hanya boleh dilakukan atas dasar produktivitas.
Maka berdasarkan masalah dalam Industri dan ketenagakerjaan yang disampaikan diatas, Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) dan kaum buruh Indonesia memandang penting hal-hal ini untuk segera dilakukan oleh presiden Prabowo Subianto untuk menyelamatkan industri dan kaum buruh serta membangun Indonesia secara mandiri yang berdasarkan dan sesuai UUD 1945 dan Pancasila.
1. Mengumumkan dan menyatakan cabut Undang-Undang (omnibus law) Cipta Kerja beserta seluruh aturan turunannya, dan serendah-rendahkan melakukan moratorium, lalu gelar dialog sosial untuk lakukan evaluasi dan merevisi berbagai aturan yang berhubungan dengan industry dan ketenagakerjaan dengan melibatkan buruh dan partisipasi public seluas-luasnya (bermakna), terutama aturan-aturan yang menghambat kepastian kerja, kebebasan berserikat, berkumpul dan berunding kolektif, dan kepastian pendapatan yang layak dalam rangka peningkatan kesejahteraan dan produktivitas.
2. Cabut segera Undang-Undang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang merampas upah buruh, dan menjadi beban tambahan bagi buruh dan rakyat kedepanya.
Sebab, selama ini upah riil buruh terus mengalami defisit (- 18% s/d - 30%). Tabungan itu bukan wajib, dan Penyediaan hunian (perumahan) yang layak itu kewajiban negera dan menjadi hak rakyat. Hentikan dan cabut kebijakan Asuransi Kendaraan Wajib (Third Party Liabilities), hentikan tambahan iuran dana pensiun yang saat ini belum terlalu mendesak untuk dilakukan, dan batalkan seluruh kutipan dengan atasnama apapun kepada rakyat, serta hentikan kenaikan pajak bagi seluruh rakyat Indonesia!.
3. Segera menerbitkan aturan baru (Undang-Undang) tentang Sistem Pengupahan Nasional, dengan menetapkan Upah Minimum Nasional (UMN) sebagai jalan baru sistem pengupahan di Indonesia, sebagai wujud hadirnya negara dan pemerataan kesejahteraan bagi buruh di seluruh penjuru negeri.
Penetapan sistem Upah Minimum Nasional (UMN) adalah solusi atas ketimpangan (disparitas) upah dan diskriminasi upah yang berjalan puluhan tahun hingga saat ini. Upah Minimum Nasional (UMN) yang dimaksudkan GSBI adalah sistem pengupahan dasar (terendah) – jaring pengaman- yang dibayarkan kepada buruh yang tidak dikecualikan dan tidak boleh dinegosiasikan, berlaku secara nasional untuk buruh dengan masa kerja nol sampai dengan satu tahun, yang ditetapkan langsung oleh pemerintah pusat (nasional) dengan tetap melibatkan partisipasi serikat buruh melalui dewan pengupahan nasional.
Meskipun berlaku upah minimum nasional (UMN), masing-masing daerah provinsi, kota dan kabupaten dapat menetapkan dan memberlakukan upah minimum provinsi, kota atau kabupaten yang melewati persyaratan upah minimum nasional (UMN). Artinya besaran upah minimum provinsi, kota dan kabupaten tidak boleh lebih rendah dari upah minimum nasional (UMN) yang ditetapkan dan diberlakukan pemerintah pusat (nasional).
Adapun rumus dalam menetapkan besar Upah Minimum Nasional (UMN) adalah GDP (PDB) Nasional di bagi Jumlah Penduduk di tambah pertumbuhan ekonomi dan inflasi, maka itulah Upah Minimum Nasional (UMN).
Dan sebagai bentuk negara hadir, serta menghadirkan kesejahteraan yang merata bagi seluruh buruh dan rakyat, maka segera tetapkan Upah Minimum Nasional (UMN) tahun 2025 sebesar Rp. 7. 209. 104,- (tujuh juta dua ratus sembilan ribu seratus empat rupiah).
4. Hentikan PHK, Buka Lapangan Kerja Seluas-Luasnya dengan Membangun dan Wujudkan Industri Nasional diatas Reforma Agraria Sejati.
Industrialisasi nasional dibutuhkan untuk menciptakan lapangan pekerjaan dan penghidupan, meningkatkan pendapatan, memenuhi kebutuhan dasar rakyat, menjamin pertumbuhan ekonomi yang cepat dan berkelanjutan, serta mencapai kemandirian ekonomi terlepas dari dominasi modal asing (imperialis). Pembangunan industri nasional (industri dasar) yang bertumpu untuk kemajuan sistem pertanian dan produktivitas pertanian, serta industrialisasi hasil-hasil pertanian, perkebunan, perikanan milik rakyat menjadi agenda utama yang harus dilakukan dan harus bebas dari intervensi asing. Selain untuk menghentikan kebocoran-kebocoran kekayaan negara, ini merupakan pondasi utama ekonomi kemajuan bagi rakyat dan bangsa indonesia.
Langkah pertamanya, tinggalkan seluruh program reforma agraria palsu era Jokowi dan hentikkan seluruh skema dan praktek monopoli dan perampasan atas tanah, dan jalankan reforma agraria sejati, mendistribusikan tanah untuk rakyat adalah mutlak. Reforma agraria yang sejati dan berhasil selalu membuka jalan bagi industri yang berwatak nasional, yaitu mendahulukan kepentingan nasional dan mengandalkan modal dalam negeri untuk membangun. Karena surplus yang dihasilkan dari dunia pertanian yang ditata dengan benar, sudah lebih dari cukup untuk menjadi modal pembangunan industri. Jadi modal untuk mengembangkan industri dalam negeri di dalam reforma agraria yang berhasil adalah sebagian besar berasal dari modal dalam negeri, bukan modal yang berasal dari utang luar negeri ataupun bantuan asing.
Industrialisasi nasional berarti menasionalisasikan sektor-sektor industri yang vital dan strategis yang berada di tangan modal monopoli asing. Dengan demikian dalam kerangka program industrialisasi nasional, maka industri tambang, perbankan, transportasi, kesehatan, pangan, telekomunikasi, dan energi yang saat ini didominasi asing harus dinasionalisasikan. Kapital dan aset komprador besar harus diarahkan kembali menuju industrialisasi nasional dan pembangunan pedesaan.
5. Segera melakukan evaluasi menyeluruh dan menertibkan semua aturan impor barang konsumsi seperti industri tekstil dan produk tekstil, barang elektronik, makanan dan minuman serta impor kendaraan listrik yang disubsidi APBN yang disinkronisasikan dengan keadaan industri dalam negeri. Serta harus segera menindak tegas oknum aparat (TNI, POLRI, ASN) dalam tindak penyelundupan sekaligus membenahi tata kelola Bea Cukai di pelabuhan laut dan menempatkan aparat berintegritas dipelabuhan “tikus”. Cabut Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 8 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. Berantas KKN dengan sungguh-sungguh dan serius, tegas dan konkrit tanpa pandang bulu.
6. Segera terbitkan aturan (payung) hukum (Undang-Undang) dalam hubungan kerja Sistem Ekonomi Digital, sharing economy (Gig Economy), platform workers khususnya pada Driver/Ojek Online dan UMKM yang menjamin kepastian pendapatan, jaminan sosial serta kebebasan berserikat, sehingga lebih menghadirkan keadilan.
7. Hentikan penggunaan tenaga murah berkedok honorer dan pemagangan. Penggunaan tenaga pengajar di sekolah-sekolah swasta yang diberi ijin operasi oleh negara harus memperoleh kesetaraan upah dan berbagai fasilitas tanpa diskriminasi yang berakibat pada diskriminasi parah atau kehilangan haknya anak-anak sekolah swasta, termasuk anak kaum buruh dan anak-anak para pekerja rendahan non industrial. Segera akui sebagai Tenaga Inti dan Perbaiki Upah nya secara Drastis Bagi Guru Honorer, Pekerja Kesehatan Honorer.
8. Karena banyaknya kasus tindak kekerasan dan pelecehan ditempat kerja, maka segera ratifikasi Konvensi ILO 190 tahun 2019 tentang Penghapusan Kekerasan dan Pelecehan di Dunia Kerja dan Konvensi 183 tahun 2000 tentang Perlindungan Matinitas. Sebagai jalan terbaik dalam upaya membangun budaya kerja yang sehat, budaya kerja yang saling menghormati, dan membangun martabat kemanusiaan para pekerja yang berkeadilan gender.
9. Perbaiki dan Tingkatkan Kwalitas dan Kwantitas dalam Sistem Pengawasan dan Penegakkan Hukum Ketenagakerjaan. Jadikan buruh sebagai Human Capital bangsa melalui peningkatan keahlian dan pengalaman (accumulated experience) sehingga bisa menghasilkan inovasi-inovasi industry (workers proposal). Untuk itu negara wajib menambah anggaran secara bertahap setidaknya dari 0.35% ke 1.5% selama 5 tahun untuk pembenahan dan pengembangan Balai Latihan Kerja (vocational training) termasuk kolaborasi dengan dunia industri untuk membangun Teaching Factories dan pembinaan serikat buruh/serikat pekerja.
10. Laksanakan Jaminan Sosial Sejati dan Gratis bagi seluruh Rakyat Indonesia.
Jaminan sosial yang sepenuhnya ditanggung dan dibiayai oleh negara melalui Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Jaminan Sosial tanpa diskriminasi, bentuk perlindungan maksimal terhadap buruh dan seluruh rakyat dari segala resiko yang kemungkinan akan dihadapi sejak lahir hingga meninggal dunia, yang mencakup; Jaminan Pelayanan Kesehatan (medical care); Santunan Selama Sakit (sickness benefit); Santunan Pengangguran (unemployment benefit); Jaminan Hari Tua (old-age benefit); Jaminan Kecelakaan Kerja (employment injury benefit); Santunan/Pelayanan bagi anggota keluarga (family benefit); Perawatan Kehamilan dan Persalinan (maternity benefit); Santunan Kecacatan (invalidity benefit); Santunan bagi janda dan ahli waris (survivors' benefit); Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Pensiun (JP), Jaminan Pesangon atau Kehilangan Pekerjaan, dan Jaminan Pengangguran. Serta Hentikan Penggunaan Uang Buruh yang terdapat di BPJS Ketenagakerjaan untuk investasi pembangunan infrastruktur (IKN, Jalan Toll, Bendungan, dll) yang mendukung perampasan tanah, serta perluasan perkebunan sawit yang melanggengkan monopoli tanah, dan industri yang tidak ramah lingkungan (Perkebunan Sawit, Perusahaan Tambang Batu Bara, PLTU, dan lain sebagainya).
Maka segera cabut UU Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasiona (SJSN) dan UU Nomor 11 tahun 2011 tentang BPJS serta segala peraturan turunannya yang bertentangan dengan tujuan dan pelaksanaan jaminan sosial sejati.
11. Laksanakan Segera Perlindungan Sejati bagi Buruh Migran Indonesia (BMI) dan Keluarganya. Perlindungan yang di maksudkan adalah Negara hadir dan memberikan, menjamin perlindungan terhadap buruh migran yang meliputi Perlindungan hukum; Perlindungan atas hak sosial, ekonomi, budaya dan politik; Perlindungan dari penyimpangan kerja, perbudakan, pelacuran atau prostitusi, perdagangan manusia, pelecehan seksual, diskriminasi, intimidasi, kekerasan dan penganiayaan; Perlindungan dari segala bentuk penipuan dan pemerasan terhadap buruh migran yang menyangkut masalah perjanjian kerja, kontrak kerja, biaya-biaya administrasi, dokumentasi dan keimigrasian. Negara/pemerintah harus menjamin pelaksanaan hak-hak demokratis buruh migran sebagai warga negara seperti: hak politik, pelayanan sosial, perawatan kesehatan dan pendidikan. Intinya negara menjamin dan memberikan perlindungan sejati yang paripurna bagi Buruh Migran Indonesia (PMI) dan keluarganya. Sejak proses perekrutan pada masa penempatan dan proses kepulangan hingga integrasi sosial saat mereka pulang (Purna Migran).
12. Penghapusan Hutang Luar Negeri, dan Hentikan Segala Bentuk Intervensi dan Dominasi Modal Asing. Hentikan hutang lama dan hutang baru, dan menuntut pembebasan dari segala hutang, eksploitasi dan penindasan kapital keuangan internasional di dalam negeri yang berbentuk hutang pokok dan bunganya. Segera cabut seluruh undang-undang, peraturan, kebijakan, kontrak perjanjian, dan persetujuan, yang mengikat, seluruh utang dan bantuan keuangan dari imperialis yang menimbulkan ketergantungan ekonomi nasional kepada kapitalis monopoli asing (imperialis). Hentikan berbagai pengaturan dan kerjasama regional, bilateral dan multilateral yang dibentuk dan disokong oleh Imperialisme terutama imperialisme Amerika Serikat (AS) dan Cina yang merugikan rakyat dan kedaulatan Indonesia.
13. Menuntut untuk dilakukan Peninjauan Kembali Perpanjangan Generalized System of Preferences (GSP) yang diberikan oleh Amerika Serikat dan negara Eropa lainnya atas beberapa jenis barang dagangan ekspor atas dasar PENGABAIAN HAK DASAR KAUM BURUH: Upah, Kondisi Kerja dan kebebasan berserikat. GSP telah menjadi dasar bagi perberlakuan upah murah berkelanjutan dalam industri manufaktur Indonesia.
14. Segera Revisi Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan, dan Kesehatan Kerja. Sanksi pelanggaran K3 harus membuat jera perusahaan pelanggar K3 dengan menaikkan sanksi pidana dan denda dari sanksi sebelumnya, pelatihan dan sertifikasi gratis bagi seluruh buruh untuk urusan K3.
Pada tahun 2022 Presiden Prabowo Subianto menulis buku “Paradoks Indonesia dan Solusinya”, dan tahun 2023 kembali menulis buku “Strategi Transformasi Bangsa Indonesia Menuju Indonesia Emas 2045”. Untuk itu GSBI mengucapkan Selamat Datang dan Selamat Bekerja Prabowo, jangan sampai jadi “Paradoks Prabowo” tanpa solusi untuk Indonesia.
GSBI memahami bahwa sesungguhnya Prabowo Subianto sendiri bagian dari problem masalah rakyat, dan bangsa Indonesia, terlebih dalam kekuasaannya dirante dan dibanduli dua bola besi, yang pertama adalah bola besi masa lalunya sebagai orang dan keluarga orde baru, yang masih disangkakan sebagai Jenderal Pecatan, Jenderal pelanggar HAM, dan bola besi kedua adalah naiknya ke tampuk kekuasaan menjadi RI 1 berpasangan dengan Gibran anaknya Jokowi - anak haram konstitusi- hasil langgar konstitusi dan kontroversi lainnya – serta bayang-bayang presiden Jokowi yang sangat kental.
Tapi tuntutan-tuntutan yang GSBI samapikan ini yakin sepenuhnya bisa dilaksanakan oleh pemerintahan Prabowo jika benar-benar berkhidmat pada rakyat, konstitusi (UUD 1945) dan Pancasila.
Demikian Pernyataan Sikap ini disampaikan, untuk diperhatikan dan digunakan sebagaimana mestinya.
Salam Demokrasi Nasional !
Bersatulah Seluruh Rakyat Indonesia !
Jayalah Perjuang Massa !
Jakarta, 22 Oktober 2024
Hormat kami,
Dewan Pimpinan Pusat
Gabungan Serikat Buruh Indonesia [DPP.GSBI]