Tanggapan GSBI atas Penetapan Kenaikan Upah Minimum (UM) Tahun 2025 Sebesar 6,5%

Tanggapan Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) atas Penetapan Kenaikan Upah Minimum (UM) Tahun 2025 Sebesar 6,5%   1.       Sebagaimana d...


Tanggapan Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) atas Penetapan Kenaikan Upah Minimum (UM) Tahun 2025 Sebesar 6,5%
 
1.      Sebagaimana diketahui bersama pada Jumat 29 November 2024 Presiden Prabowo Subianto resmi menyampaikan dua pengumuman penting bagi kaum buruh Indonesia. Pertama; kenaikan Upah Minimum (UM) tahun 2025 sebesar 6,5%, dan Kedua; pemberlakuan Upah Minimum Sektoral (UMS) tahun 2025 yang besarannya diserahkan kepada mekanisme perundingan dan kesepakatan Dewan Pengupahan Daerah masing-masing. 
 
2.      Bahwa dengan pengumuman tersebut, artinya secara otomatis Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK) tahun 2025 diseluruh daerah naik sebesar 6,5%. Selanjutnya selain diberlakukannya kenaikan Upah Minimum (UM) sebesar 6,5%, di tahun 2025 Upah Minimum Sektoral (UMS) juga kembali diberlakukan dan dapat dinikmati kembali oleh kaum buruh sebagaimana putusan Mahkamah Konstitusi (MK) RI No.168 yang sebelumnya Upah Minimum Sektoral (UMS) ini dihapus atau dihilangkan oleh omnibus law UU Cipta Kerja.
 
3.      Bahwa dua pengumuman keputusan penting Presiden Prabowo Subianto ini masih harus ditindaklanjuti oleh Peraturan Pemerintah (PP) atau Peraturan Menteri (Permenaker) sebagai landasan yuridis penetapan kenaikan upah minimum (UM) tahun 2025 yang akan menjadi acuan Dewan Pengupahan Daerah dan Gubernur dalam menetapkan Upah Minimum Provinsi /Kota/Kabupaten (UMP/K) dan Upah Minimum Sektoral Propinsi/Kota/Kabupaten (UMSP/K), yang hingga hari ini PP atau Permenaker sebagai landasan yuridis-nya belum juga ada.
 
4.      Bahwa kenaikan Upah Minimum (UM) tahun 2025 sebesar 6,5%, menurut GSBI adalah langkah kompromis yang diambil oleh Presiden Prabowo Subianto sebagai kapitalis birokrat (kabir) penguasa saat ini dengan para borjuasi komprador kaki tangan imperialis dan tuan tanah besar komprador dibawah koalisi Indonesia maju plus (KIM Plus) dan pengusaha-pengusaha dibawah kelompok keluarga Bakrie yang direpresentasikan oleh Anindya Bakrie sebagai ketua Kamar Dagang Indonesia (KADIN) periode 2024 – 2029 dengan jaminan berbagai kelancaran bisnisnya melalui program-program pemerintahan Prabowo, serta Serikat Buruh – Serikat Buruh yang berusaha mendekatkan diri, ingin mendapatkan perhatian dari rezim demi untuk sekedar mendesakkan kepentingan para elit serikat buruh-serikat buruh tersebut.
 
5.      Bahwa kenaikan Upah Minimum (UM) tahun 2025 sebesar 6,5% belumlah menggembirakan, masih jauh dari harapan dan tuntutan GSBI yang nilainya untuk Upah Minimum Nasional (UMN) tahun 2025 adalah sebesar 
Rp.7.220.306,- (tujuh juta dua ratus dua puluh ribu tiga ratus enam rupiah). Masih jauh dari harapan sejati kaum buruh Indonesia serta harapan dan tuntutan kalangan serikat buruh (SB) yang telah lama berjuang untuk lahirnya konsep sistem pengupahan yang baru yang berprinsip pada keadilan, pemerataan kesejahteraan, dan pertumbuhan ekonomi yang merata serta keberlangsungan industri. Sebab, kebijakan kenaikan Upah Minimum (UM) tahun 2025 yang sebesar 6,5% ini bukanlah lahir dan diperuntukan dari sistem pengupahan dasar (terendah) sebagai jaring pengaman nasional yang dibayarkan kepada buruh yang tidak dikecualikan dan tidak boleh dinegosiasikan, yang berlaku secara nasional untuk buruh dengan masa kerja nol sampai dengan satu tahun (0-1thn) untuk seluruh sektor industri dengan tanpa membedakan status kerja, yang ditetapkan langsung oleh pemerintah pusat (nasional) dengan tetap melibatkan partisipasi serikat buruh dan organisasi pengusaha melalui dewan pengupahan nasional. Jadi, tanpa pengertian diatas meski kenaikan upah minimum ditetapkan sebesar 6,5% bahkan lebih tinggi lagi tetap saja tidak akan bisa menjawab dan menyelesaikan masalah disparitas (kesenjangan) upah minimum antar daerah di Indonesia serta masalah diskriminasi dan politik upah murah.
 
6.      Bahwa kenaikan Upah Minimum (UM) sebesar 6,5% ini tidak akan berarti apa-apa bagi peningkatan kesejahteraan buruh dan keluarganya, terlebih kalau kenaikan PPN 12% resmi diberlakukan per Januari 2025 nanti. Dampak yang ditimbulkan dari kebijakan kenaikan PP12% ini akan begitu dahsyat menghajar sendi-sendi kehidupan kaum buruh dan rakyat Indonesia. Data Celios2024 - dalam dokumen PPN 12% : Pukulan Telak Bagi Dompet Gen Z dan Masyarakat Menengah ke Bawah, menunjukkan  bahwa kenaikan PPN 12% dipastikan akan:
  1. Meningkatkan pengeluaran kelas menengah sebesar Rp. 354.293,- per bulan;
  2. PPN 12% berisiko menurunkan PDB hingga Rp65,3 triliun, mengurangi jumlah konsumsi rumah tangga sebesar Rp40,68 triliun. Artinya, PPN 12% mengancam pertumbuhan ekonomi 2025.
  3. Per Tahun Gen. Z harus membayar Rp1,75 juta lebih mahal karena selisih tarif PPN disbanding tahun sebelumnya.
  4. Kenaikan PPN menjadi 12% menambah pengeluaran kelompok miskin sebesar Rp101.880 per bulan, memperburuk kondisi ekonomi mereka.
  5. Kelompok rentan miskin mengalami tambahan beban pengeluaran Rp153.871 per bulan, mengancam kemampuan mereka untuk bertahan.
  6. Kenaikan PPN 12% dapat memicu permasalahan sosial seperti tingkat perceraian karena alasan ekonomi, dan tekanan mental (mental health) bagi Gen. Z.
Padahal daripada menaikkan PPN, Pemerintah masih memiliki alternatif penerimaan negara lainnya yang tidak membebani masyarakat miskin, seperti pajak kekayaan (wealth tax), pajak produksi batubara, pajak windfall komoditas, pajak karbon, pajak minuman berpemanis. Potensi pendapatan dari menutup kebocoran pajak di sektor kelapa sawit sebesar Rp300 triliun dan kebocoran pajak digital (perusahaan over the top) jauh lebih signifikan dalam menaikkan rasio pajak. Untuk memperlebar fiskal, pemerintah sebenarnya juga masih bisa mengevaluasi penghentian proyek IKN yang membebani APBN, serta pengurangan penyertaan modal pada BUMN yang tidak produktif, yang dapat menghemat anggaran puluhan triliun rupiah.

Sementara kalau kita lihat data kenaikan Upah Minimum (UM) 6,5% tertinggi di Indonesia tahun 2025 berlaku di Kabupaten Karawang yang akan naik sebesar Rp. 341.759,- per bulan dengan begitu kenaikan upah minimum sebesar 6,5% dan pemberlakuan kenaikan PPN 12% Upah Minimum (UM) tertinggi di Indonesia yaitu yang diberlakukan di Kab. Karawang akan mengalami defisit sebanyak Rp. 12.534,- . Sementara di daerah dengan Upah Minimum (UM) terendah yaitu di Kab. Banjarnegara (Jawa Tengah) sebesar Rp. 2.038.005,- dengan kenaikan 6,5% berarti akan mengalami kenaikan sebesar Rp. 132.470,- dengan kenaikan PPN 12% pengeluaran kelas menengah meningkat Rp. 354.293,- per bulan, maka buruh di Kabupaten Banjarnegara akan mengalami defisit Upah Minimum (UM) sebesar Rp. 221.822,- . 

Kondisi defisit upah ini belum ditambah dengan nilai kenaikkan iuran BPJS yang mengalami kenaikan seiring dengan kenaikan Upah Minimum yang berlaku dan rencana kenaikan persentase iuran BPJS, Pembatasan BBM bersubsidi, KRL berbasis NIK, Asuransi Wajib Kendaraan Bermotor, iuran wajib Tapera, serta kenaikan harga-harga kebutuhan pokok yang tidak bisa dikendalikan oleh pemerintah dimana sudah pasti harganya naik setiap ada kenaikan upah dan hari-hari besar.
 
7.      Bahwa terdapat perbedaan mendasar dan mencolok  antara konsep Upah Minimum (Nasional) versi Presiden Prabowo Subianto (melalui penetapan kenaikan upah minimum secara nasional saat ini) dengan konsep Upah Minimum Nasional (UMN) GSBI. Yaitu pada dasar dari nilai upah minimum (sebelum kenaikan) yang tidak membongkar akumulasi nilai aktivitas produksi-distribusi (PDB/Pendapatan Domestik Bruto) yang dihasilkan dari kegiatan produksi-distribusi rakyat Indonesia secara nasional dan didistribusikan secara merata, dimana sejak puluhan tahun hasil produksi-distribusi nasional dikuasai dan terpusat kepada segelintir orang.
 
Dalam pandangan dan analisa GSBI, bahwa kebijakan pengupahan sejak orde baru terlebih sepanjang 10 (sepuluh) tahun terakhir di bawah kekuasaan rezim Joko Widodo (Jokowi) nyata mempertahankan politik upah murah (rendah) dan perampasan upah, upah yang tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup buruh dan keluarganya secara wajar yang meliputi makanan dan minuman, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, rekreasi, dan jaminan hari tua, mengabaikan masalah disparitas upah minimum antar daerah yang terus semakin melebar dan tidak pernah dapat dikendalikan oleh pemerintah.
 
GSBI meyakini bahwa semua aturan pengupahan yang ada saat ini (termasuk yang ditetapkan Presiden Prabowo Subianto dan Menaker Yassierli) tidak akan membuat kenaikan upah buruh secara signifikan, tidak akan bisa menjawab masalah disparitas upah dan diskriminasi upah, buruh upahnya tetap akan mengalami defisit dari tahun ketahun. Karena aturan yang ada hanya mengotak-atik rumus (formula) yang hakekatnya melanggengkan politik upah murah (rendah) dan perampasan upah serta menjalankan pengupahan sistem kapitalisme monopoli.
 
Meskipun sesungguhnya landasan sistem pengupahan di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 bersifat adil, akan tetapi dalam prakteknya, Indonesia menerapkan sistem pengupahan berdasarkan prinsip-prinsip dasar kapitalisme monopoli. Dalam sistem kapitalisme monopoli, upah adalah harga tenaga kerja yang dikendalikan kapitalis dan ditetapkan oleh pemerintah (kapitalis birokrat) sebagai pelayan kelas penghisap dan penindas. Inilah hakekat upah di dalam sistem kapitalisme monopoli, yang dilegalkan dan ditetapkan oleh negara melalui berbagai kebijakan dan aturan mengenai pengupahan, dari undang-undang, peraturan pemerintah sampai dengan peraturan menteri. Dengan demikian, kelas buruh harus mengerti prinsip dasar mengenai upah dan hubungannya dengan masalah ekonomi dan politik yang mengontrol upah itu sendiri.
 
8.      Adanya program Makan Siang Gratis, Bantuan bagi ibu hamil, yang di klaim oleh pemerintah khususnya dalam program Makan Siang Gratis akan memberikan manfaat bagi kelas menengah yang dirata-ratakan mempunyai anak 3 (yang sekolah) sehingga mendapatkan manfaat Rp. 30.000,- per hari. Betul adanya, program ini akan membantu bagi buruh dan keluarganya khususnya mereka yang mempunyai anak. Namun, hal ini tidak mencakup bagi buruh lajang yang jumlahnya diperkirakan sebanyak 18.423.793 orang (diolah dari data BPS Feb 2024 – angkatan kerja menurut golongan umur).
 

9.      Bahwa pemerintah harus tegas. Bahwa pengertian Upah Minimum adalah upah bulanan terendah dan sebagai jaring pengaman sosial. Maka tidak boleh ada penetapan upah minimum padat karya, terlebih jika nilainya dibawah upah minimum (UM). Kalaupun mau menetapkan upah sektor padat karya, maka masuklah pada penetapan Upah Minimum Sektoral (UMS). Dan selanjutnya tidak boleh ada penangguhan pelaksanaan upah minimum yang dilakukan oleh perusahan-perusahaan. Jika ada penangguhan pun harus seizin resmi dari pemerintah dengan proses yang selektif, transparan dan jujur serta melibatkan serikat pekerja/serikat buruh. Dan buruh yang terdampak penangguhan upah harus di subsidi langsung oleh pemerintah (baik pusat/daerah) dari kekurangan upah minimumnya. Hal ini sebagai bentuk nyata bahwa negara hadir untuk rakyat.
 
10.  Bahwa menurut GSBI masalah kenaikan upah minimum tidak berhenti pada masalah angka persentase kenaikan dan rumus-rumus, tetapi juga apa yang akan dan harus dilakukan pemerintah setelah penetapan kenaikan upah minimum (UM). GSBI berharap dan menuntut bahwa pengumuman kenaikan upah minimum tahun 2025 ini di ikuti dengan perbaikan ekosistem industry dan ketenagakerjaan yang sudah amburadul.
 
Pertama; Mulai dari singkronisasi peraturan perundang-undangan dan kebijakan; Kedua; membenahi Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan, mengingat saat ini sangat buruk kinerjanya, yaitu dengan cara; jumlahnya di tambah dan kwalitas SDM serta kinerjanya juga ditingkatkan, dengan system pengawasan, kontrol dan evaluasi yang ketat. Hal ini untuk mengawal pelaksanaan upah minimum paska ditetapkan Gubernur. Bahwa upah minimum yang seharusnya diberikan hanya untuk pekerja dengan masa kerja nol sampai dengan setahun, pada faktanya banyak diberikan kepada pekerja dengan masa kerja di atas satu tahun. Artinya banyak yang namanya Upah Minimum tetapi menjadi Upah Maksimum. Demikian juga, masih banyak pengusaha yang membayar upah di bawah ketentuan upah minimum yang berlaku.
 
Ketiga; Memberantas secara serius Penyelundupan dan Praktek Mudahnya Impor yang tidak terkendali. Yaitu harus membasmi dan memberantas penyelundupan dan praktek mudahnya impor yang tidak terkendali sampai ke akarnya, tindak para pelakunya jangan tebang pilih, jebloskan ke penjara dan tinjau aturan yang mempermudahnya Impor, dimana Impor menjadi tidak terkendali. Lihat salah satunya sampai saat ini masih bebasnya Import pakaian Ilegal dari Cina yang membanjiri pasar dalam negeri. Setiap tahunya tembus sampai dengan 31% total pasar tekstil dan produk tekstil di dalam negeri, yang nilainya mencapai 100 Triliun.
 
Keempat; Memberantas Setidaknya Menstabilkan Biaya Tinggi yang Tidak Terkait dengan Industri seperti Logistik, Suku Bunga dan KKN. Hal ini terkonfirmasi oleh peringkat yang dilakukan Bank Dunia berupa Logistics Performance Index (LPI) tahun 2023 dan sebelumnya dilakukan pada tahun 2018. Peringkat Indonesia anjlok dari 46 menjadi 63 dari 139 negara atau anjlok sebesar 17. Di antara negara-negara ASEAN, peringkat LPI 2023 tertinggi setelah Singapore adalah Malaysia (peringkat 31), diikuti Thailand (37), Filipina (47), Vietnam (50), Indonesia (63), Kamboja (116), dan Laos PDR (82). LPI 2023 ini tidak mencakup Brunei dan Myanmar yang pada 2018 berada di peringkat 80 dan 137. Bila melihat persentasenya, Indonesia tertinggi dibanding negara ASEAN Five yaitu 23,5% dari PDB sementara Singapure 8%, Malaysia 12,5%, Filipina 13% dan Thailand 13,2%. Hal ini jelas menggerus pendapatan perusahaan yang sesungguhnya bisa dialihkan untuk keuntungan usaha dan pengembangan investasi serta peningkatan upah buruh.
 
Sementara itu suku bunga di Indonesia pun relatif tinggi yaitu berkisar 9-11% sementara di Malaysia sekitar 5-6% saja. Hal ini juga tercermin dari suku bunga acuan BI saat ini yang  masih tinggi yaitu 6,25% dibanding Malaysia yang hanya 3%. Dengan spread atau Nett Interest Margin (NIM) yang tinggi 4-5% maka wajarlah bila suku bunga pinjaman semakin tinggi. Bila suku bungan ini bisa lebih ditekan maka dengan sendirinya pendapatan perusahaan bisa dinikmati juga oleh kaum buruhnya.
 
Sementara itu saat ini korupsi yang semakin merajalela juga mengurangi pendapatan usaha karena harus berbagi dengan pemegang otoritas. Hal ini tercermin dari menurunnya Indeks Persepsi Korupsi (IPK) dari 40 pada tahun 2019 menjadi 34 pada tahun 2022. Demikian juga hal ini bisa dilihat dari kenaikan ICOR (Incremental Capital Output Ratio) yang pada tahun 2014 sebesar 4,9 kemudian naik terus hingga sempat mencapai 8,61 pada tahun 2021 dan  pada tahun 2023 turun menjadi 7,6. Nilai ICOR ini jelas menunjukan peningkatan inefisiensi yang disebabkan oleh buruknya perencanaan dan korupsi. Bila saja pemerintah berhasil  mengembalikan tingkat ICOR seperti pada tahun 2014, maka akan semakin banyak kegiatan investasi yang akhirnya dapat meningkatkan distribusi pendapatan masyarakat melalui penyerapan tenaga kerja.
 
Kelima; Fokus dan Serius pada pembangunan Industrialisasi nasional yang mandiri dan kuat, bebas dari modal asing yang orientasinya untuk memenuhi keperluan material hidup bangsa dan rakyat Indonesia. Mengingat industri yang ada saat ini bukan industry milik Indonesia, dan keberandaanya pun berorientasi ekspor dan subsitusi impor dengan bahan baku impor, bergantung pada paten dan di bawah lisensi imperialis. Manufaktur yang ada adalah olahan setengah jadi, industri rakitan (assembling) mengandalkan mesin kuno dan teknologi paling rendah. Belum lagi Modal, Pasar, Bahan Baku, Mesin (Teknologi), dll sangat Bergantung pada Asing. Industri yang macam ini kedudukanya sangat ringkih dan betul-betul tergantung dari situasi dunia internasional.
 
Data Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menunjukkan bahwa seluruh sektor industrial bergantung pada impor, bahkan elektronik dan otomotif sepenuhnya bergantung impor. Kimia bergantung 55%, metal bergantung lebih dari 77%. Demikian pula dengan level investasi pada teknologi, penelitian dan pengembangan dan produktifitas. Hingga sekarang sumbangan manufaktur masih sangat rendah sebagai penopang hidup Indonesia secara keseluruhan, hampir setara dengan sumbangan laten sektor pertanian. Pendapatan terbesar negeri ini diperoleh dari sektor Jasa alias “Melayani” investasi dan utang imperialis di Indonesia. Jasa angkutan-transportasi, perdagangan, jasa keuangan, jasa telekomunikasi dan lain sebagainya. Sementara 55% GDP sangat bergantung pada konsumsi rumah tangga, bukan konsumsi untuk kapital produktif.
 
11.  Bahwa GSBI menolak politik upah buruh yang memisahkan buruh dengan rakyat luas terhisap dan tertindas, khususnya kaum tani. Tuntutan kenaikan nominal upah semata-mata bagi buruh tanpa memperhatikan keadaan kaum tani (sebagai kaum mayoritas) dan rakyat lainnya yang upah dan pendapatannya tidak naik, sementara harga barang terus naik akibat inflasi akan menjadikan persekutuan pokok buruh dan tani akan terancam rusak. Karena itu, tuntutan jaminan atas kepastian ketersediaan, distribusi dan penurunan harga kebutuhan pokok rakyat secara drastis dan pembebasan pajak bagi buruh, tani, dan rakyat miskin menjadi tuntutan utama bagi perbaikan (reform) upah buruh dan seluruh rakyat.
 
Sudah waktunya untuk membalikkan ketidakadilan, mengakhiri praktek politik upah murah yang membuat buruh tidak cukup untuk memenuhi standar hidup yang layak bagi diri mereka sendiri dan keluarganya, upah yang tidak cukup untuk mengeluarkan buruh dari kemiskinan, terutama di tengah melonjaknya inflasi.
 
"Pemerintah harus berhenti menipu, sekedar membangun formula mengotak-atik rumus yang pada intinya adalah untuk mempertahankan upah rendah dengan kenaikan yang rendah. Berhenti mempercayai fiksi bahwa upah ditetapkan sebagai hasil pertemuan kurva penawaran dan permintaan pada titik ekuilibrium di pasar tenaga kerja”.
 
Hukum hak asasi manusia (HAM) internasional, Undang-Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi negara yang merupakan hukum tertinggi di Indonesia menjamin hak buruh untuk mendapatkan upah yang adil demi penghidupan yang layak untuk diri mereka sendiri dan keluarga nya.


Berdasakan hal-hal diatas berikut ini adalah tuntutan Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI):

1.      Segera berlakukan sistem pengupahan Upah Minimum Nasional (UMN) sebagai solusi dan jalan baru atas permasalah sistem upah minimum di Indonesia. Upah Minimum Nasional (UMN) yang dimaksudkan GSBI adalah sistem pengupahan dasar (terendah) – jaring pengaman- yang dibayarkan kepada buruh yang tidak dikecualikan dan tidak boleh dinegosiasikan, berlaku secara nasional untuk buruh dengan masa kerja nol sampai dengan satu tahun, untuk seluruh sektor industri dengan tanpa membedakan status kerja, yang ditetapkan langsung oleh pemerintah pusat (nasional) dengan tetap melibatkan partisipasi serikat buruh, asosiasi pengusaha melalui dewan pengupahan nasional.
 
Meskipun berlaku upah minimum nasional (UMN), masing-masing daerah provinsi, kota dan kabupaten dapat menetapkan dan memberlakukan upah minimum provinsi, kota atau kabupaten sendiri yang melewati persyaratan upah minimum nasional (UMN). Artinya besaran upah minimum provinsi, kota dan kabupaten tidak boleh lebih rendah dari upah minimum nasional (UMN) yang ditetapkan dan diberlakukan pemerintah pusat (nasional).
 
Adapun usulan GSBI untuk rumus dalam menetapkan besar Upah Minimum Nasional (UMN) adalah: PDB Nasional Tahun berlaku dibagi Jumlah Penduduk Nasional Tahun berlaku, dibagi 12 (dua belas) bulan, di tambah dengan nilai proyeksi Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi (PE) tahun berikutnya” Maka itulah besaran Upah Minimum Nasional (UMN).
 
GSBI percaya bahwa berdasarkan kajian, dengan ditetapkannya Upah Minimum Nasional (UMN) maka ketimpangan (disparitas) upah dan diskriminasi upah yang terjadi dan berjalan puluhan tahun hingga saat ini akan teratasi (bisa di jawab). Sekaligus bahwa penerapan konsep UMN ini adalah bentuk nyata implementasi dari Konstitusi UUD 1945 dan Pancasila, bentuk nyata negara hadir dan berperan mendistribusikan keadilan ekonomi untuk lahirnya pemerataan kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi yang dirasakan langsung oleh buruh dan rakyat. Penerapan UMN juga dapat dipastikan akan mendorong pada tingkat produktivitas, pertumbuhan ekonomi yang inklusif di setiap daerah dan nasional. Karena sesungguhnya tenaga kerja (buruh) adalah subjek sekaligus objek dari pembangunan. Kegiatan pembangunan pada akhirnya adalah untuk manusia dan manusia yang bekerja akan kembali menghadirkan pembangunan yang lebih baik lagi.
 
2.      Berlakukan Besaran Upah Minimum (UM) Tahun 2025 sebesar Rp.7.220.306,- (tujuh juta dua ratus dua puluh ribu tiga ratus enam rupiah) per-bulan, yang berlaku untuk seluruh buruh Indonesia, untuk seluruh sektor industri dengan tanpa membedakan status kerja, sebagai bentuk pemerataan kesejahteraan untuk lahirnya pertumbuhan ekonomi yang merata dan berkelanjutan.
 
GSBI percaya bahwa dengan kenaikan upah buruh yang signifikan yang mampu memenuhi kebutuhan dasar hidup buruh dan keluarganya secara wajar yang meliputi makanan dan minuman, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, rekreasi, dan jaminan hari tua adalah jalan mewujudkan dan menghadirkan kesejahteraan dan keadilan sosial bagi rakyat, dan kebijakan ini jelas akan berkontribusi pada meningkatnya produktivitas, pertumbuhan ekonomi dan akan membawa dengan cepat negara kita keluar dari krisis dan deflasi yang dialami saat ini. Mari Sejak Sekarang Kita Hilangkan dan Tinggalkan Mitos Terbelang dan Busuk ini; Bahwa Upah Buruh Yang Tinggi, Investasi Tidak Akan Masuk, Akan Banyak Pabrik Tutup. Itu semua adalah akal bulus licik nan serakah dari para kapitalis dan tuan tanah yang tidak nasionalis. Kajian dan hasil penelitiannya sudah sangat banyak, Yurisprudensi nya juga sudah ada dan sangat terang, tengok saja di era Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) 1999-2001, kenaikan Upah Minimum (UM) buruh mencapai 24,82% setiap tahunnya. Bahkan gaji PNS pernah naik hingga 270%, dan Investasi tetap masuk, tidak juga pabrik-pabrik tutup, yang ada malah Indonesia cepat pulih dan keluar dari krisis, karena rakyat punya pendapat yang bagus.

3.      Menolak adanya Penetapan Upah Padat Karya yang nilainya dibawah Upah Minimum (UM).

4.      Menolak kenaikkan PPN 12%!!. GSBI Menuntut untuk dibatalkan Kenaikan PPN 12%. serta berbagai kenaikan pajak dan potongan lainnya yang akan menyebabkan lahirnya penderitaan, karena beban baru (defisit) terhadap pendapatan/penghasilan buruh dan rakyat.

5.      Batalkan Tabungan Perumahan Rakyat (TAPERA) menjadi Kewajiban Buruh dan Rakyat.

6.      Turunkan dan kendalikan seluruh harga-harga kebutuhan pokok rakyat, serta jamin dan pastikan pasokan dan distribusinya tersedia menenuhi kebutuhan rakyat.

7.      Turunkan seluruh harga-harga kebutuhan input-output produksi pertanian dan jamin ketersedianya dengan harga yang terjangkau bagi petani.

8.      Naikkan upah buruh tani. Serta berikan jaminan kestabilan dan naikkan harga jual produksi pertanian skala kecil milik rakyat (petani penggarap).


9.      Cabut Omnibus Law Cipat Kerja (UU) No 6 Tahun 2023 dan seluruh aturan turunannya. Segera bentuk Undang-undang Ketenagakerjaan baru yang prosesnya melibatkan seluruh Serikat Buruh secara bermakna. Untuk itu GSBI mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk segera mengambil langkah konkrit dengan mengumumkan kepada publik khususnya kaum buruh Indonesia menyatakan bahwa Pemerintahan Prabowo Subianto setuju dan resmi menyatakan mengeluarkan Klaster Ketenagakerjaan dari Omnibus Law Cipta Kerja (UU No 6 tahun 2023) dan memerintahkan Kementerian Ketenagakerjaan memulai dialog dengan serikat buruh dan seluruh stackholder sebagai langkah awal membentuk UU Ketenagakerjaan baru sebagaimana perintah MK-RI dalam putusan No.168 dan aspirasi sejati kaum buruh Indonesia.
 
Membuat UU Ketenagakerjaan yang baru dan melakukan revisi (perbaikan) atas masalah dan materi Ketenagakerjaan menurut GSBI adalah keharusan, penting dan mendesak,  guna menciptakan standar ketenagakerjaan yang lebih adil. Dengan aturan baru ini nantinya diharapkan tercipta lingkungan kerja yang memperhatikan, memberikan jaminan dan pemenuhan hak-hak buruh dan meningkatkan kesejahteraan buruh dan keluarganya menjamin keberlangsungan usaha dan kemajuan industri. Revisi ini juga dimaksudkan untuk mencerminkan komitmen hukum nasional dalam menjaga keselarasan antara kebutuhan industri dan perlindungan terhadap buruh, sehingga manfaatnya dapat dirasakan oleh seluruh pihak yang terlibat dalam hubungan kerja di Indonesia. 
 
Mengingat Hukum atau UU Ketenagakerjaan saat ini faktanya sangat ruwet dan berserakan, kesusahan untuk memahaminya karena tercecer dalam 4 (empat) buku yang secara terpisah namun saling terikat. Sederhananya untuk memahami UU Ketenagalkerjaan harus membaca: (1). Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003; (2). Kumpulan Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) RI atas Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 yang Jumlahnya sekitar ada 12 putusan; (3). Omnibus Law “Undang-Undang” Cipta Kerja Nomor 06 Tahun 2023, dan (4). Kumpulan Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) RI atas Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 06 Tahun 2023 (putusan MK RI No.168), sebagaimana juga dikemukakan Mahkamah Konstitusi (MK) RI dalam putusan No.168 [3.16].
 
Dan tuntutan konkrit GSBI bahwa UU Ketenagakerjaan baru itu adalah dibentuknya UU Pokok Ketenagakerjaan yang didalamnya memuat, meliputi dan mencakup, diantaranya; Soal Buruh Migran Indonesia (BMI) termasuk didalamnya ABK, Buruh Perkebunan Kelapa Sawit, Buruh dalam Industri Ekonomi Digital (terutama Ojol), Pekerja Rumah Tangga (PRT), Tenaga medis dan tenaga Kesehatan, tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3), Jaminan Sosial (Jamsos), Penyelesaian Perselisihan, Sistem Pengupahan, dllnya.

Bahwa apa yang GSBI sampaikan ini adalah demi perbaikan ekosistem industri dan ketenagakerjaan yang akan berdampak nyata pada pertumbuhan ekonomi yang melonjak baik dan berkelanjutan. Kesejahteraan salah satunya diwujudkan dalam upah yang layak, situasi kerja yang aman dan nyaman pasti akan berkontribusi pada daya saing dan produktivitas yang tinggi. []
 
 
Jakarta, 2 Desember 2024
Dewan Pimpinan Pusat
Gabungan Serikat Buruh Indonesia (DPP. GSBI).

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar dan jangan meninggalkan komentar spam.

emo-but-icon

Terbaru

Populer

Arsip Blog

item